II : KAFE FAVORIT

173 82 50
                                    

Alowww
Udah masuk bab 2 nih
Lanjut yukk

Happy Reading 🤍🦋

Malam itu, angin berhembus lembut membawa aroma hujan yang masih tersisa. Langit gelap bertabur bintang, seolah menjadi saksi bisu atas kegelisahan yang mendera hati Pangeran. Dari jendela kamarnya yang sedikit terbuka, ia memandang ke luar dengan tatapan kosong. Suara gemericik air di kolam ikan di halaman depan menjadi latar suara yang menenangkan, namun tak mampu meredakan kegundahan di hatinya.

Dengan langkah pelan, Pangeran turun dari kamar menuju pintu depan. Ia mengenakan jaket hitam dan memasukkan tangan kirinya yang dibalut perban ke dalam saku. Luka di tangannya masih terasa nyeri, hasil dari amarah yang tak terbendung saat menyaksikan pertengkaran Jonathan dengan Isabella tadi sore. Setiap kali mendengar suara tinggi mereka, kenangan masa lalu yang pahit kembali menyeruak.

Ketika ia membuka pintu depan, sosok asisten rumah tangga, Bi Siti, muncul dari dapur dengan tatapan cemas.
"Den Pangeran, mau kemana malam-malam begini?" tanya Bi Siti dengan nada lembut namun penuh kekhawatiran.

Pangeran terhenti sejenak, menoleh ke arah Bi Siti dengan senyum yang dipaksakan. "Ke kafe sebentar, Bi. Butuh udara segar."

Bi Siti berjalan mendekat, matanya tertuju pada perban di tangan Pangeran. "Tangan kamu kenapa, Nak? Ada apa ini?"

Pangeran mencoba menghindari tatapannya, tapi Bi Siti sudah terlalu dekat untuk diabaikan. "Ga apa-apa, Bi. Hanya sedikit kecelakaan kecil."

Bi Siti menghela napas panjang, matanya yang teduh menyiratkan rasa prihatin yang mendalam. "Saya tahu, Den. Den Pangeran pasti kesulitan menghadapi semua ini. Saya mendengar semuanya tadi. Pertengkaran orang tua kamu."

Pangeran menggigit bibirnya, menahan luapan emosi yang hampir tak terkendali. "Pangeran Cuma ngerasa frustrasi, Bi. Ga tahu harus gaimana lagi."

Bi Siti mengangguk, seakan memahami betul beban yang dipikul oleh pemuda di depannya. "Tapi, melukai diri sendiri tidak akan menyelesaikan masalah, Den. Kamu harus kuat, demi dirimu sendiri."

Pangeran menarik napas dalam, mencoba meredakan gejolak hatinya. "Pangeran tahu, Bi. Pangeran hanya butuh waktu untuk menenangkan diri."

Bi Siti mengulurkan tangan, menyentuh bahu Pangeran dengan lembut. "Pergilah kalau itu bisa membantu. Tapi, ingat, kita semua peduli padamu. Jangan simpan semua sendiri."

Pangeran mengangguk pelan, merasa sedikit lega dengan kehadiran Bi Siti yang selalu penuh pengertian. "Terima kasih, Bi. Pangeran akan hati-hati."

****

Pangeran memasukkan helmnya, menyalakan motornya, dan melaju dengan kecepatan tinggi. Angin malam yang dingin menghantam wajahnya, namun itu tidak mengurangi tekadnya untuk mengalihkan pikirannya dari kekacauan di rumah. Suara knalpot motornya bergemuruh di jalanan yang sepi, menciptakan simfoni yang entah bagaimana menenangkan.

Jalanan lengang, hanya diterangi lampu-lampu jalan yang berkelap-kelip. Pangeran melaju dengan lincah, mengenali setiap tikungan dan jalan pintas yang sudah dihafalnya sejak kecil. Setelah beberapa menit, ia tiba di sebuah kafe kecil yang cukup sepi.

Ia memarkirkan motornya, mematikan mesin, melepas helm dengan sedikit tergesa, dan menarik napas panjang sebelum memasuki kafe.

Pangeran [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang