XIV : AMARAH

80 39 52
                                    

Allow semuaaa...
Kita lanjut yukk

Happy Reading 🤍🦋

Di Markas Shadow Serpents, suasana tegang terasa begitu kental. Kiver, dengan wajah yang masih memancarkan kemarahan, duduk di kursi pimpinan sementara Vixen, Kain, dan Raven diam-diam berbisik di antara mereka. Mereka merasa bingung dengan sikap keras Kiver terhadap Pangeran.

Vixen, salah satu anggota mereka yang biasanya bisa mengendalikan suasana, merasa bahwa keputusan Kiver untuk menganggap Pangeran sebagai musuh bisa membawa masalah besar. "Kita harus hati-hati, Kiver," bisik Vixen dengan hati-hati.

Kain menatap Kiver dengan tatapan tajam, mencoba membaca situasi. "Apa yang sebenarnya terjadi? Apa Pangeran udah ngelanggar aturan kita?"

Raven, yang biasanya lebih pemurung, mengangguk pelan. "Kita perlu tahu lebih banyak sebelum membuat rencana apa pun."

Kiver mendengarkan dengan tidak sabar, tetapi dia juga merasa bahwa Pangeran adalah ancaman yang harus diwaspadai. "Dia sudah mulai terlalu percaya diri. Kita harus menunjukkan kepadanya siapa yang berkuasa di sini."

Vixen menarik napas dalam-dalam. "Kita harus pikirkan ini dengan hati-hati. Langkah terlalu terburu-buru bisa membuat semuanya lebih buruk." Mereka semua terdiam sejenak, suasana di ruangan itu begitu tegang.

Kiver keluar dari Markas Shadow Serpents dengan langkah cepat dan segera melompat ke motornya yang terparkir di depan. Tanpa berkata sepatah kata pun kepada teman-temannya, dia segera memacu motornya dengan cepat, meninggalkan mereka dengan kebingungan.

Vixen, Kain, dan Raven saling bertatapan, terkejut dengan tindakan tiba-tiba Kiver. "Apa yang terjadi padanya?" tanya Raven dengan nada khawatir.

Vixen menggelengkan kepala. "Gue ga yakin. Tapi sepertinya dia benar-benar kesal."

Kain menatap ke arah pintu yang baru saja ditutup Kiver. "Kita harus tahu apa yang terjadi. Gue bakal coba ikuti dia."

Tanpa menunggu reaksi dari yang lain, Kain segera berlari ke luar, mencoba untuk mengejar Kiver yang telah jauh meluncur dengan motornya. Raven menarik napas dalam-dalam, merasa bahwa situasi ini bisa menjadi sangat serius bagi Shadow Serpents

Vixen mengangguk pelan. "Kita semua harus tetap tenang. Gue bakal coba hubungi Kiver, mungkin dia mau bicara."

****

Kain berhasil mengejar Kiver di jalanan yang sepi. Dengan napas terengah-engah, dia berusaha menyalip motornya dan akhirnya berhasil berada di samping Kiver di persimpangan berikutnya. "Kiver, tunggu sebentar!" teriaknya di atas suara mesin.

Kiver memandang Kain dengan pandangan tajam, tetapi kemudian mengurangi kecepatan dan membiarkan Kain mendekat. "Apa yang lo pengen?" tanya Kiver dengan suara yang kasar.

Kain menatapnya dengan serius. "Apa yang terjadi di dalam sana? Kenapa lo bereaksi begitu keras ke Pangeran?"

Kiver menggertakkan giginya. "Pangeran itu masalah besar, Kain. Dia udah coba-coba deketin Dira, gue ga mau ada satupun yang deketin dia."

Kain mengangguk, meskipun dia tidak sepenuhnya yakin dengan pendekatan keras Kiver. "Tapi apakah kita harus langsung menunjukkan kebencian kita padanya? Bukankah bisa membuat semuanya lebih buruk?"

Kiver menatap jauh ke depan, melihat lampu-lampu jalan yang berkedip-kedip di malam hari tanpa memberikan jawaban.

****

Sesampainya di rumah, Kiver masih memendam kemarahan yang sama seperti sebelumnya. Dia duduk sendirian di kamarnya, bergumam dengan suara penuh kebencian, "Gue bakal habisi Pangeran kalau dia masih nekat mendekati Dira, bahkan hanya untuk kerja kelompok."

Pangeran [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang