23. Putus

96 7 3
                                    

Jatuh cinta bisa sesingkat itu,
namun untuk berhenti mencintai butuh waktu yang lama
Hello The Past.

Setelah prosesi pemakaman selesai, Rea tak ingin pulang dari makam. Ia belum bisa menerima kenyataan bahwa Rivano dan Sabrina sudah tidak ada. Rea tau selama ini mereka berdua memang jarang di rumah, tapi mereka juga pulang jika ada cuti atau saat ia dan Ruli libur semester.

"Pulang yuk dek" ajak Ruli, ia merangkul bahu adiknya itu. Ruli tidak boleh menampakkan kerapuhannya di depan adiknya, kalau dia ikut rapuh lantas siapa yang akan menguatkan adiknya itu. Jadi sebisa mungkin dia harus terlihat kuat.

Rea menggeleng "Mau sama papi" ucapnya lirih.

"Mendung dek, ayo pulang."

Namun Rea tidak menjawab, dia tetap setia mengusap batu nisan itu sambil bersandar.

"Besok kita kesini lagi" kata Ruli, berusaha membujuk adiknya itu.

"Bang ini kita beneran tinggal berdua?"

Pertanyaan Rea itu membuat Ruli terdiam. Bisakah dia berjuang hidup berdua dengan adiknya?

"Kita emang cuma tinggal berdua, tapi abang akan selalu ada buat kamu" Ruli memeluk adiknya itu, meyakinkan bahwa dia bisa melindungi adiknya itu.

"Ada kak Selle juga" sahut Selle, ia mengusap pundak Rea.

"Ada kak Raina juga" timpal Raina.

Aga dan Arif menyaksikan itu semua dari kejauhan karena Aga enggan mendekat, katanya malu. Mereka berdua ikut prihatin dengan musibah yang menimpa keluarga Rea, pasti di posisi Rea saat ini tidak mudah apalagi cewek itu langsung kehilangan ayah dan juga kakak perempuannya.

"Nangis lo?" ejek Arif, saat melihat temannya itu meneteskan air matanya.

Aga langsung mengusap air matanya "Berat ya jadi Rea" gumam Aga.

"Lebih berat lagi karena harus ketemu cowok kayak lo sih" sindirnya.

"Apaan sih" sinis Aga.

"Balik yuk, udah gerimis" ujar Arif, ia menengadahkan tangannya memastikan apakah yang jatuh membahasi rambutnya tadi adalah air hujan.

"Yaudah yuk."

Mereka berdua pun pergi dari sana, tadi mereka ke rumah Rea sampai ke pemakaman, tapi mereka tidak berani menampakkan diri di depan Rea. Ah lebih tepatnya Aga yang tidak berani dan Arif yang hanya mengikutinya.

"Lo mau kemana abis ini?" Tanya Arif.

"Pulang ke rumah sih, kenapa?"

"Gue mau ikut, malas pulang ke kos" ujar Arif, sekalian dia mau minta hospot Aga.

"Yaudah ayo."

Saat sampai di rumah Aga, Arif langsung di suruh untuk ke kamar sedangkan Aga menghampiri Andin.

"Mamah, bikin apa?" tanya Aga, saat ia melihat Andin memasukkan adonan ke dalam oven.

Andin yang melihat kehadiran Aga langsung tersenyum kepada putra sulungnya itu "Bikin donat," jawabannya. Andin menepuk bahu putranya itu "Kamu darimana pakai hitam-hitam gitu?" tanya Andin, saat menyadari Aga memakai pakaian serba hitam.

Aga duduk di kursi meja makan "Dari rumah teman mah, papa sama kakaknya meninggal" jawabnya.

Mata Andin membulat kaget "Kok bisa? Kasihan banget dia."

Aga pun menceritakan semua tentang Rea pada Andin, dari dia yang dekat dengan Rea sampai ayah dan kakaknya meninggal.

Andin mencubit pelan bahu anaknya itu, bisa-bisanya Aga bersikap begitu kepada perempuan "Gila ya kamu, nampar dia" ucap Andin tak percaya.

Hello The Past [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang