27. Berbeda

57 4 0
                                    

Pada dasarnya, kita tidak bisa
memaksa seseorang untuk harus memiliki rasa yang sama hanya karena perasaan kita begitu
besar pada dirinya
Hello The Past.

Aga menggeram kesal saat melihat story Indah, entah kenapa hatinya terasa panas mungkin karena dia masih mempunyai perasaan pada gadis itu. Ia bahkan tidak pernah di publish seperti oleh Indah "Sialan" umpatnya, saat melihat story Rea juga, kenapa mereka berdua kompak sekali membuat story bersama pasangannya masing-masing hari ini?

Kenapa nasibnya jadi seperti ini, kenapa jadi dia yang terlihat mengenaskan sekarang? Aga membalas story Rea.

Rea
Dmn?

Sebenarnya dia tahu itu dimana, tapi dia hanya mencoba berbasa-basi dengan cewek itu. Lama tak ada balas Aga langsung menarik kembali pesan itu "Argh!" teriaknya.

Aga berdiri dari tempat tidurnya, ia menyambar kunci motornya. Lebih baik dia pergi mengantarkan orderan daripada di kamar meratapi nasibnya yang malang.

Sampai pukul 23.00, ia baru kembali ke rumahnya. Sepertinya hari ini memang hari soal buatnya, pintu rumahnya di kunci "Sialan emang" ia menggedor-gedor pintu tapi sepertinya percuma, menelpon pun tidak ada gunanya karena sepertinya orang rumah sudah pada tidur, Andin pasti tidak mendengar.

Aga memilih untuk menelpon Azhar, lebih baik dia menginap di rumah temannya itu. Kejadian dia di kunciiin rumah bukan pertama kalinya, biasanya Aga akan menelpon Arif, tapi sepertinya cowok itu sedang pulang kampung, kalau pun enggak dia juga enggan menginap disana.

Bukannya dendam, tapi memang Aga sedikit menjaga jarak dari Arif. Apalagi cowok itu sudah mengaku kalau ia mempunyai perasaan lebih ke Rea.

Azhar
Gue otw rumah lo
mau nginap.

Karena Azhar tak menjawab panggilannya jadi ia mengirimkan pesan pada temannya itu. Aga langsung menuju ke rumah Azhar dengan motor besarnya.

Saat sampai di rumah Azhar, ia kembali menelpon cowok itu dan untungnya di angkat.

"Kenapa Ga?"

Suara musik langsung menyapa indra pendengarannya, sepertinya Azhar sedang tidak berada di rumah.

"Dimana lo?" Tanya Aga penasaran.

"Club."

Suara Azhar terdengar parau dan tak jelas, membuat Aga berpikir bahwa temannya itu sedang mabuk.

"Minum ya lo? Serlok sekarang!"

Setelah mengatakan itu Aga langsung menutup teleponnya sepihak, sepertinya Azhar masih sadar buktinya cowok itu mengirimkannya lokasinya dimana sekarang.

Lampu neon club berkedip-kedip, membuat bayangan di parkiran yang gelap. Musik berdentum dari dalam club, menggelegar di telinga Aga. Ia menghela napas, menatap layar ponselnya yang menampilkan nama Azhar, cowok itu sama sekali tidak mengangkat telponnya.

Mau tidak mau Aga harus masuk ke dalam club itu, sebenarnya Aga juga pernah kesini tapi semenjak di labrak Candra, sang ayah ia sudah tidak pernah ikut main kesini. Ia pun melangkah masuk kedalam club itu.

Lampu disko berkedip-kedip, membuat ruangan berdansa berputar-putar. Musik berdentum keras, menggelegar hingga ke tulang, bau alkohol bercampur parfum, menciptakan aroma khas club malam. Aga mengerutkan kening, mencoba menyesuaikan diri dengan suasana yang baru ia masuki.

"Azhar dimana sih lo?" gumam Aga, menatap sekeliling ruangan yang penuh sesak dengan orang-orang yang asyik berdansa dan berjoget.

Aga menerobos kerumunan orang yang sedang berdansa dan berjoget itu. Ia berjalan kearah bar berharap Azhar ada disana, Aga bertanya pada salah satu bartender yang ia kenal "Angga, lihat Azhar enggak?" tanyanya.

Hello The Past [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang