51 - End

990 131 57
                                    

🫧𓇼𓏲*ੈ✩‧₊˚🎐

Menjadi wanita hamil ternyata tidak semudah yang Sabrina Harris bayangkan. Ia mengalami masa-masa ketika moodnya menjadi tidak menentu. Seringkali, Sabrina menginginkan hal-hal yang tidak masuk akal—mengenakan pakaian kaus couple berwarna merah muda dengan Cameron misalnya—terkadang ia juga tiba-tiba ingin makan dan minum sesuatu yang membuat Cameron rela menyetir malam-malam untuk mendapatkannya. Selama masa kehamilannya yang sekarang, Sabrina juga menjadi sangat sensitif. Ia menjadi lebih sering menangis. Namun, dari semua hal yang berubah pada dirinya, hanya ada satu hal yang pasti; Sabrina semakin mencintai Cameron William Harris.

Pria itu sudah bersiap-sedia untuknya. Kapanpun itu. Cameron tidak pernah sekalipun menaikkan nada suaranya, tidak pernah mengeluh atas manjanya Sabrina, tidak pernah sekalipun berkata ia lelah, dan yang terpenting Cameron pantang sekali marah. Pria itu tidak pernah sekali pun marah terhadapnya, meski Sabrina tahu dirinya bersikap menyebalkan beberapa minggu terakhir ini.

"It's okay, Ana," Susan Harris tertawa kecil saat mengunjunginya dua minggu yang lalu. "Itu hormon kehamilan. That's totally hal yang wajar. Saat aku hamil Cameron dulu, aku lebih parah daripada kamu, Ana."

Ucapan Susan Harris dan Ibunya sendiri—Martha Tanuwidjaja—berhasil menenangkan Sabrina sedikit.

Semuanya akan baik-baik saja. Sabrina mengangguk di depan cermin. Ia mengenakan terusan berwarna cokelat susu dengan blazer panjang oversize berwarna senada menyelimuti punggung dan perutnya yang sudah sangat besar. "Tidak perlu gugup, Sabrina. Dan jangan cengeng! Kamu hanya akan berpisah mobil dengan Cameron. Hanya sebentar."

Saat itulah pria itu muncul dari balik kamar mandi, telanjang bulat, dan mendekatinya. Jelas saja wanita itu menahan napas dan nyaris berteriak. "Harris," Sabrina berkata dengan nada suaranya yang memperingatkan. "Kenakan kemeja kamu dengan segera."

Pria itu tertawa melihatnya salah tingkah. "Kita masih punya waktu 15 menit, Rin. Are you sure tidak ingin menikmati 15 menit itu denganku?"

"Aku sudah berpakaian!"

"Are you really sure?"

"Shut up paus megalodon!" Sabrina akhirnya berseru. "Please, cepat berpakaian. Dan jangan lupakan pidato yang akan kamu baca. Aku sudah menulisnya dan melipatnya di meja kerja kamu."

Cameron William Harris bukannya mendengarkan, justru mendekat dan menghidu wangi vanilla di tubuh Rin. Pria itu mengecup leher istrinya dan tangannya beralih mencari sisir. Sejenak, Sabrina tidak protes. Cameron bisa menyisir rambut indah Sabrina dan mengikatnya dengan tenang.

"You are so beautiful and sexy, Little Orange."

Wanita itu tersipu malu. Pipinya yang tidak dihiasi make-up merona merah. "Thank you, Harris. Ayo siap-siap, atau kamu akan terlambat ke upacara pembukaan."

Sepuluh menit kemudian, pria itu sudah mengenakan satu set kemeja putih dan jas hitam yang begitu pas di tubuhnya. Selanjutnya, adalah tugas Sabrina untuk mengikatkan dasi Cameron. Membutuhkan sedikit usaha untuk berjinjit bagi Sabrina, agar dasi itu terpasang dengan pas. Ia tidak perlu khawatir terjatuh karena suaminya sudah mengalungkan tangannya di pinggang Sabrina.

"Sudah. You're good now."

"Aku sungguh ingin datang berdua dengan kamu, Rin."

Mr. Harris | Byeon WooseokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang