25

780 123 71
                                    

Keesokan harinya, Sabrina terbangun dengan kepala yang rasanya berputar-putar. Tubuhnya panas. Dan ia juga mengalami flu. Demam. "Pasti karena semalam."

Sabrina menunggu selama setengah jam di halte yang tidak bisa menjaga tubuhnya dari air hujan yang turun sangat deras. Ia sampai di apartemennya dengan sangat kelelahan. Dan wanita itu langsung terlelap tanpa membersihkan diri.

"Seharusnya aku mandi dulu," Sabrina merutuki dirinya. "Obat." Sabrina berjalan pelan ke arah dapur kecil di apartemennya. Ia membuka lemari yang tergantung di langit-langit dinding. Ia berusaha menemukan obat demam.

Beruntungnya, ada satu stok. Dengan lekas, wanita itu meminumnya dan segera bersiap-siap untuk pergi ke kantor.

Nora Halim menyambut paginya dengan senyum lebar, "Big news!" kata Nora dengan bersemangat. "Proyek film kita yang berkolaborasi dengan Netflix berhasil meraih tempat pertama sebagai film paling banyak ditonton tahun ini!" serunya. "Dan satu lagi, sepertinya kamu berhasil masuk nominasi Oscar tahun depan, Ana! Good job! Aku akan mendukungmu agar menang."

Sabrina melangkah ke mejanya yang terletak di ujung, lalu tersenyum kecil. "Benarkah? Wow."

"Kamu sakit, ya?" Nora menyadari wajah pucat Sabrina dan ia segera menghampirinya. Nora menyentuh kening wanita itu. "Kamu demam. Kenapa masih masuk? Harusnya kamu beristirahat saja, Ana."

"Hanya demam. Tidak parah, kok," balas Sabrina. "Nora, bisa berikan aku schedule syuting dokumenter NEO? Aku harus memeriksa beberapa hal. Sepertinya, kita harus mengubah sedikit konsep di dalamnya. Aku mau menambahkan sesi wawancara yang membahas kesulitan-kesulitan mereka selama ini."

Nora Halim memandang wanita itu dengan tatapan yang menghangat. "Kamu memang wanita pekerja keras. Aku sangat beruntung menjadi partner kerja kamu, Ana."

Sabrina hanya tersenyum kecil membalasnya.

***

Jack Webster mengarahkan kursor, menunjuk grafik berwarna biru. "Jadwal debut grup baru kita, yakni Riise, akan dilangsungkan di kuartal ketiga tahun ini. Menurut data, konsep hiphop lebih banyak dicintai penggemar remaja hingga dewasa muda. Sedangkan untuk penggemar dewasa yang rata-rata berusia 25-38 tahun lebih menyukai konsep ballad."

"Kalau begitu, apa kita akan langsung mengeluarkan album?" tanya Johnny Lee.

"No, Sir. Pak Harris sudah berdiskusi dengan pimpinan Harris Global Korea, bahwasanya, kita hanya akan mengeluarkan digital single," jawab Jack.

"Siapa yang akan merekam musik videonya?" Kali ini, Keigo Watanabe yang bertanya.

"Srikandi Indonesia, Sir."

Sabrina tahu ini adalah waktunya untuk berbicara, sebagai Excecutive Producer Srikandi Indonesia. "Baik," Sabrina menarik napas, saat tiba-tiba ia merasa pusing. "Mr. Park memberikan masukannya kepada saya, bahwa konsep musik video Riise nantinya—" Wanita itu terbatuk, dengan demikian, kalimatnya terjeda. "Maaf, saya lanjutkan. Konsepnya akan memiliki elemen hiphop yang kental, dipadukan dengan nuansa rock. Kami akan melakukan syuting di studio, menggunakan teknologi canggih untuk memanjakan mata penggemar. Tim kami akan bekerja sama dengan editor Amerika Serikat untuk efek CGI."

Rapat itu terus berlanjut selama satu setengah jam.

Saat seluruh orang mulai meninggalkan ruangan satu per-satu, suara CEO Harris Global bergema dengan lantang. "Saya membutuhkan staff Srikandi Indonesia tetap berada di dalam ruangan."

Jack Webster melirik pada Nora Halim dan Sabrina Tanuwidjaja. Keduanya mengangguk kecil.

"Nora, bisakah Anda mengganti naskah film Blue Moon pada halaman dua puluh tujuh?" tanya Cameron Harris dengan datar. "Saya tidak ingin ada rasisme. Mengapa naskah itu lolos?"

Mr. Harris | Byeon WooseokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang