47

1.3K 140 90
                                    

MATURE CONTENT(21+)
Please be wise when you read this chapter.

KONTEN DEWASA(21+)
Tolong bijak ketika membaca chapter ini.

***

Detik itu, Cameron bersumpah bahwa ia tidak akan pernah lagi melihat tangis menghiasi wajah istrinya. Rin-nya tidak boleh lagi bersedih. Sehabis ini, Cameron tidak akan mengizinkan air mata membasahi pipi Little Orange-nya. Istrinya.

"Look at me," Cameron membawa wajah wanita itu mendekati wajahnya. Cameron menyatukan kening mereka dan pria itu mengembuskan napas pelan. "Listen to me carefully, Little Orange."

"Cameron—"

"Aku tahu. I know everything Rin. Aku sudah tahu tentang keguguran kamu," Cameron William Harris mengembuskan napas panjang. "Aku sudah tahu kamu pernah mengandung anak kita. You hear that, my love? Aku tahu semuanya. I know that was the reason kamu melarikan diri dan tidak ingin bertemu denganku. Aku tahu kamu menemui Dokter Petra. Aku tahu kamu selama ini mengalami trauma. Tapi bodohnya aku. Aku tidak mengira mimpi buruk kamu adalah tentang anak kita. I didn't know that your miscarriage was your nightmare. Maaf, aku sangat bodoh tidak bisa menebaknya, dan malah menanyakan hal ini padamu."

Sabrina berhenti menangis untuk sesaat dan mencoba mencerna semua ucapan pria di hadapannya. "M-maksud kamu? B-bagaimana..."

"Trust me. Aku sudah tahu, Rin. Apakah menurut kamu, jika aku tidak tahu tentang hal ini aku akan marah padamu? Aku akan membencimu, menghinamu, dan menceraikan kamu?" tanya Cameron. "Never. Aku sudah tahu bahkan sebelum aku mengajak kamu menikah, Rin. I already knew before i even came to Bali. Aku sudah mengetahuinya sejak lama. Seharusnya, aku yang meminta pengampunan kamu, Rin. Kamu menanggung sakitnya, kamu menahan semuanya sendirian. But me, aku tidak tahu apa-apa dan bersikap tolol selama ini."

"C-Cameron..."

"Jangan pernah lagi mengatakan hal-hal seperti itu. Jawabanku tetap sama. Aku ingin menikahi kamu, apapun kondisinya. Aku mencintai kamu, dan hanya kamu." Sesuatu menghantam Cameron setelahnya. Semua mimpi buruk ini dimulai malam itu. Di malam mereka bercinta. Saat ia bertindak sangat bodoh dengan mencium bibir sahabat—Rin-nya. Semua ini berawal dari tindakan egoisnya. Rin hamil. Rin keguguran. Rin tersiksa. Rin menderita. Dan hal itu dilaluinya karena Cameron. Karena dirinya. "Kamu menderita karena aku..." ucapnya. "Semua itu terjadi karena aku mencium kamu. Jika saja aku menahan diri. Maafkan aku, Rin."

Wajah Sabrina terlihat begitu terkejut. Dalam beberapa saat, wanita itu tidak sanggup berkata-kata. Namun, setelah ia memahami bahwa Cameron sudah tahu semua hal, Sabrina akhirnya menggeleng pelan dan berkata, "No, you're not."

"Aku pria tolol. Aku tidak peka—" Tanpa Cameron sadari, wanita itu sudah tidak lagi duduk di tempatnya. Rin-nya bangkit, dan memeluk dirinya. Mendekapnya dari belakang. Mengalungkan jari-jari kecilnya di perutnya. Begitu erat. Begitu hangat. Dan begitu meyakinkan seolah-olah dekapannya berkata semuanya akan baik-baik saja.

"Rin."

"It's over. It's not your fault either. Semuanya terjadi dengan begitu tiba-tiba. Aku sendiri tidak tahu ada bayi di dalam rahimku. Aku tidak menyadarinya. Tidak sampai aku kehilangan bayi aku, bayi kita. Mimpi burukku itu juga bukan salah kamu. It's just, aku masih membayangkannya karena aku belum merelakannya."

Dekapan wanita itu semakin erat. Ya Tuhan. Cameron berbalik, membalas untuk memeluk Rin-nya. Cameron menangis. Rin menarik tubuh Cameron semakin rapat ke arahnya. "From now, jangan salahkan diri kamu atas hal ini. Karena aku juga tidak akan menyalahkan diri aku, seperti katamu. Semuanya sudah terjadi, Cameron. Bukan salah aku dan bukan pula salah kamu."

Mr. Harris | Byeon WooseokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang