26

811 126 86
                                    

Pukul 11.30 malam.

Seusai mengantarkan Zara Francis, tunangannya ke apartemen wanita itu, Cameron pulang ke apartemennya dengan langkah berat. Seperti rutinitasnya, dia akan melepas jas dan pakaiannya, pergi mencuci muka, mandi, dan merebahkan diri di atas ranjang lebarnya. Ia merentangkan kedua tangan, dan matanya menatap langit-langit kamar.

Dia tidak bisa tidur. Tidak jika Cameron belum melihat keadaan Rin-nya.

Malam itu, Cameron telah membulatkan tekadnya. Ia mengambil ponsel, mencari nama wanita itu. Little Orange. Menekan nomornya, lalu menunggu beberapa detik. Cameron berharap-harap cemas. Bagaimana jika Rin masih memblokir nomornya?

Ternyata tidak. Panggilannya dijawab.

"Rin?"

Bukan suara Rin. "Harris?"

"Dawson? Where is she? Is she okay?" Pria itu tahu suaranya terdengar panik.

Terdengar tawa Archie Dawson. Cameron berdecak sebal. "Ini Cameron Harris, 'kan? Sudah memanggil Rin lagi? Bukan Ana?"

"Damn! Just answer my question." Sungguh, Cameron ingin meninju pria bernama Archie Dawson yang menyebalkan itu!

Archie terkekeh lagi. Tetapi ia menjawab pertanyaan Cameron dengan mengatakan bahwa Sabrina Tanuwidjaja sudah tertidur di kamarnya sejak tadi. Badannya masih panas, demam. Namun flu-nya sudah mereda. Dan Rin-nya sudah makan malam dengan baik.

Cameron bisa bernapas lega. "Kamu menginap?" Ia tidak tahu nadanya begitu jengkel saat menanyakannya.

"Ya. Cemburu, Sir?" Archie Dawson mengejeknya.

"My ass! Please tell me, apakah di dapur Rin ada buah-buahan? Jeruk?" tanya Cameron dengan nada panik yang masih tersisa. Ia harus mengetahuinya. "Dia sudah minum obat, 'kan? Bisakah kamu mengeceknya? Apa Rin mengenakan selimutnya dengan benar?"

"Kamu terdengar panik, Harris," ucap Archie. "Sudah, kok. Ana baik-baik saja. Tidak usah khawatir. Kalau tidak percaya datang saja ke sini, Harris," Archie membalasnya dengan kesal. "Kamu menelepon tengah malam membuat aku terjaga dari tidurku!"

"Apa Rin tidak perlu ke dokter?" tanya Cameron lagi.

Suara Archie meningkat satu oktaf. "Astaga, Harris, ini hanya demam. Ana sendiri yang tidak mau ke dokter, dan menurutku juga tidak parah. Beberapa hari lagi pasti akan sembuh. Kamu terlalu khawatir, Harris! Sikapmu ini menyebalkan!"

CEO Harris Global tentu tidak merasa aneh dengan sikapnya. "Mengkhawatirkan sahabatku adalah sikap menyebalkan?"

Archie mencibir, "Yes kalau berlebihan. Especially ketika kamu sudah bertunangan."

***

Zara Francis sampai di apartemennya setelah diantar oleh tunangannya. Zara membuka pintu apartemen dengan lunglai. Hari ini, tubuhnya terasa super lelah. Zara menyadari bahwa sikapnya menyebalkan. Zara bersikap terlalu cemburu di depan pria itu. Padahal, ini hanya Ana. Sabrina, sahabatnya. Zara merasa terlalu khawatir.

"Seharusnya aku tidak bersikap seperti itu..." Zara mengingat-ingat lagi percakapannya dengan Cameron di mobil. "Astaga, Zara bodoh! Ini 'kan Ana. Ana sahabat Cameron, dari kecil, tentu saja mereka dekat."

Malam itu, akhirnya Zara memutuskan untuk berendam sejenak. Berusaha membuang semua prasangka buruknya, dan merenungi kembali tindakan-tindakannya. "Zara Francis, you're Cameron's fiancée. Kenapa kamu mengkhawatirkan posisi kamu?" ucap Zara pada dirinya sendiri. "Sadar, Zara. Cameron memilih kamu. Kamu tidak boleh bersikap seperti wanita pencemburu seperti tadi! Cameron tidak akan suka."

Mr. Harris | Byeon WooseokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang