9

1.3K 115 11
                                    

Jakarta, Indonesia.

Kota kelahirannya terasa lebih hangat dibandingkan terakhir kali Sabrina menginjakkan kakinya di sini. Kini, suasananya sangat padat. Lebih sulit berpergian dengan mobil karena Jakarta selalu macet.

Sudah genap dua bulan ia kembali ke tanah kelahirannya.

Sabrina tersenyum kecil ketika melihat layar ponselnya yang semalam ia letakkan di atas nakas. Ada nama pria itu.

"Halo?"

Sabrina tahu pria itu sibuk—Cameron menjadi seratus kali lebih sibuk dibandingkan satu tahun yang lalu. Suara Cameron terdengar serak di telepon. "Sudah pagi di Jakarta?"

"Ya," Sabrina menjawab pria itu.

"Aku sudah menghubungi Sam. Dia akan mengantarkanmu ke kantor."

"Untuk apa?" Sabrina terperanjat. Hari ini, seperti Senin yang lalu, dia akan pergi ke kantor. Sabrina telah meraih gelar pendidikannya, dan ia telah diterima di salah satu studio film bernama Srikandi Indonesia. "Aku bisa pergi sendiri, Cameron. Jangan menyusahkan adikmu."

Percuma saja wanita itu menolak, karena Cameron William Harris punya seribu satu cara untuk membujuknya agar mengikuti ucapannya. Terdengar suara kesal Cameron saat Jack menginterupsi panggilan mereka. "Rin, Jack sudah memanggilku. Aku harus pergi. Tunggu Sam, ya? Dan hati-hati."

"Eh, kamu ke Jakarta hari apa? Biar aku menjemput kamu di bandara."

"Next Monday."

"Oke."

Setelah panggilan singkat dengan sahabatnya, Sabrina lantas bersiap-siap menyambut hari. Ia masuk ke kamar mandinya dan menghidupkan pancuran air hangat. Wanita itu membasuh dirinya hingga bersih. Kemudian, dengan cepat Sabrina mengenakan rok hitam di bawah lutut dan blouse cokelat susu yang dipadukan dengan tas berwarna senada.

Tiga puluh menit berlalu, bel apartemennya lantas berbunyi.

"Kak Ana," Tentu saja. Adik Cameron telah berdiri dengan santai mengenakan kacamata hitam di depan pintu apartemennya. Sabrina membalas pelukan singkatnya, "Hai, Sam," sapanya.

Samuel menyunggingkan senyum kecil, "I guess, Kakakku sudah memberitahumu bahwa aku akan menjadi sopir pribadi Kak Ana selama yang dibutuhkan."

Candaan pria itu selalu bisa membuatnya tertawa. "Kakakmu sangat berlebihan."

"Untukmu tidak ada yang berlebihan, Kak Ana. Ayo."

Mereka akhirnya meninggalkan lantai apartemen dan berjalan pelan ke arah mobil Samuel. Pria itu membukakan pintu untuknya, Sabrina mengucapkan terima kasih. Akhirnya, mereka berkendara dan meninggalkan kawasan Thamrin yang masih bersuasana asri meskipun kawasan apartemen itu terletak di pusat Kota Jakarta.

***

Dan jangan biarkan seorang wanita bingung akan sikapmu. Ucapan Susan Harris beberapa waktu yang lalu terus terngiang-ngiang di benaknya. Cameron sudah memikirkan hal ini beratus-ratus kali. Samuel tidak mungkin membuat wanita itu, Rin-nya jatuh cinta.

Tidak mungkin. Bisik Cameron pada dirinya sendiri.

Maka, setelah ia mengukuhkan pendiriannya bahwa tidak apa-apa membiarkan Adiknya menjadi sopir pribadi Sabrina Tanuwidjaja, ia dapat bernapas lega. Lagipula, ia sudah menganggap wanita itu sebagai bagian dari keluarganya.

Mr. Harris | Byeon WooseokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang