SEASON II: ┊❛ 05 ༉‧₊˚✧

96 7 0
                                    

i also need to adapt
.

suara familiar yang biasa dia dengar di pagi hari, dia mendengarnya lagi. di sini, di tempat shina biasa mengajaknya berolahraga.

mereka bertemu. bahkan saling menatap mata satu sama lain. tapi rasanya sungguh canggung. mereka tak bertatap wajah sebagai kekasih seperti biasanya. ditambah kehadiran yang asing untuk nagi, karena atsushi berdiri di samping shina.

"ayo masuk?" tanpa permisi, tangan lebar yang biasanya shina kenal sebagai tangan nagi itu, meraih lengannya. atsushi memberikan senyum paling tulus sedunia, tepat di depan nagi, si pemilik perasaan paling tulus di dunia, untuk shina tentu saja.

"iya." shina membalasnya dengan senyuman canggung yang kaku. sebelum akhirnya mereka masuk ke dalam sana.

meninggalkan nagi dengan kobaran api khayalan sebagai wakil emosinya. dia jelas marah. tapi kenapa dia marah? bukankah dia sendiri yang menuntun shina untuk memutus hubungan mereka? itulah puncak komedinya.

tadinya nagi segan ingin masuk. dia jelas tidak akan mau berada di gedung yang sama bersama kedua orang itu. menyebalkan, dan menyesakkan. tapi menyadari ada yang tidak beres dengan shina, nagi belok untuk pergi ke warung terdekat.

membeli salep luka, minuman isotonik, dan choco bar, lalu menyusul masuk ke dalam.

entah apa yang motivasinya melakukan hal yang tidak perlu ini, nagi akan berdalih bahwa ini adalah spontanitas, naluri alam bawah sadarnya. dia tidak mau shina kesakitan dengan sepatu sneakers yang dikenakan tanpa kaus kaki seperti biasanya itu.

biarpun nagi terobsesi dengan dunia rpg, dia jelas peduli dengan shina.

begitu masuk, matanya bergerak mencari keberadaan shina sambil iseng memakan coklat yang dia beli tadi.

sekarang, begitu melihat kebersamaan yang menjengkelkan itu, nagi berdiri di garis antara menyesal dan tidak menyesal menuruti kata hatinya. menyaksikan atsushi membimbing shina menggunakan alat-alat gym adalah pemandangan paling najis yang pernah nagi ketahui.

andai dia punya kuasa untuk menendang kepala orang, nagi akan lakukan sekarang juga.

selama beberapa menit ke depan, nagi hanya duduk sambil memainkan beberapa alat ringan, tapi matanya selalu terpaku pada shina. malang sekali. cewek itu bahkan tidak repot untuk mempedulikan kehadirannya.

"istirahat bentar, ya? gue capek banget," tawa shina yang setengah-setengah itu terdengar. mengundang nagi yang sedang menggulir laman beranda instagram menoleh ke arahnya.

"hahaha. ini kan masih 20 menit, na? masa udah capek. ketauan nih gak pernah olahraga," atsushi dengan nada meledeknya, berkomentar.

"sembarangan. gue tiap hari work out kok. cuma kan tadi kita abis jogging. kaki gue.. agak pegel," shina cengengesan.

kenapa dia menyembunyikan rasa sakit di pergelangan kakinya? itu pertanyaan yang muncul di benak nagi.

"lo belum keringetan, tuh," atsushi bicara lagi. kali ini tangannya menyentuh-nyentuh wajah shina, mengusap kening si cewek yang sedikit basah.

tindakannya itu membuat nagi reflek berdiri. urat-urat di lehernya hampir copot saking kesalnya dia melihat atsushi leluasa menyentuh shina begitu.

"eh, bentar, gue angkat telepon dulu," atsushi pergi. berjalan tepat di depan nagi, sambil memberikan tatapan yang bahkan google translate tidak bisa menerjemahkannya.

setelah kepergian atsushi, shina terdengar menghela napas. dia melepas ikatan rambutnya, kemudian mengikatnya lagi, untuk memperbaiki karena sudah terasa longgar.

dia baru sadar nagi sudah berdiri tepat di belakangnya. shina hanya menatapnya tanpa ekspresi, kemudian hendak pergi. hampir. hampir saja kalau nagi tak menahan tangannya.

"diem dulu." dia memberi perintah. kemudian berjongkok di belakang tubuh shina. tangannya dengan hati-hati menyentuh kaki gadis itu, dan melepaskan kedua sepatunya.

nagi mengambil salep luka yang dia beli tadi, lalu secara perlahan, mengoleskannya ke bagian yang lecet di sekitar pergelangan kaki.

"kenapa gak pake kaos kaki?" nagi memberi pertanyaan.

shina hanya diam sambil menenangkan pikirannya yang kacau.

"kamu— lo jogging pake sneakers, gak pake kaos kaki, trus langsung ke sini. atsushi itu beneran gak punya otak?"

penuturan nagi sedikit membuat shina tersinggung, dia bahkan sudah memulai mengubah kata ganti yang biasa mereka gunakan. dengan gerakan cepat, dia berbalik dan menjauhkan diri dari nagi.

"udah dibilang jangan cari gue, kan? kalo pun ketemu. pura-pura gak kenal aja," shina menatap nagi dengan malas.

"kalo lo bahagia, gak kesakitan, gue juga bakal tau diri buat jauh-jauh. tapi kondisi lo yang kesakitan gitu, dan gak ada yang tau, selain lo, tuhan, sama gue, masa gue diem aja—,"

"gue masih sanggup obatin sendiri," shina mengalihkan pandangannya. dia tidak mengerti kenapa nagi berpikir luka seperti ini adalah luka besar yang membuatnya kesakitan. padahal, kata-katanya kemarin justru lebih membuatnya malas menjalani hidup. cinta itu memang bodoh dan melemahkan.

"ya udah." nagi berdiri sambil menutup kembali tutup salepnya. dia balik arah dan meninggalkan shina di sana. sesuai dengan apa yang gadis itu inginkan. nagi tak menoleh sama sekali, tak memberi ekspresi apapun, bahkan ketika atsushi dengan congkak berjalan melewatinya.

dia ingin menyerah. tapi kenyataan kalau sekarang dia justru sangat ingin memeluk shina, membuatnya urung. nagi harus mendapatkan shina kembali.

- - -

setelah selesai mandi dan melakukan rutinitasnya, shina pergi ke lantai bawah karena pelayan rumahnya mengatakan kalau reo datang. kedatangan yang tiba-tiba itu, shina pikir reo akan membahas soal hubungannya dengan nagi.

tapi saat mereka bertemu, reo hanya memberikan kamus bahasa mandarin yang pernah dipinjamnya sambil mengobrol kecil dengan atsushi yang menginap di rumahnya untuk delapan hari ke depan.

"oi, na." reo memanggilnya. shina yang sedang menyeduh teh lemon itu menoleh.

"bang atsushi kenapa dah? kok dia ngomongin nagi mulu? mereka udah ketemu?"

shina menggeleng, "gak tau. mungkin dia suka sama nagi."

"enggak, njir. masalahnya, tu orang sambil ngomongin sambil ngerendahin. udah gitu dia bilang kalo nagi gak cocok dan gak pantes sama lo. eh, anjir.. dia belum tau bapaknya nagi pensiunan direktur."

"hah? emang iya?"

reo menganga. "yang bener aja lo juga gak tau?"

"dia gak pernah cerita soal orang tuanya."

helaan napas terdengar di antara keheningan yang pekat. "lo masalah apa sama dia?" reo angkat suara lagi.

"gak tau. gak ada. gue aja gak tau ini pantes dibilang masalah atau enggak. intinya, gue udah putus sama dia," shina berujar santai sambil membawa cangkir tehnya ke meja makan.

"putus..? lo putus? sama nagi? sama cowok yang selalu ngasih nama-nama hero gamenya pake nama lo?"

"emang iya?"

"kenapa lo putusin dia, cok?!"

shina tertawa kecil. "kenapa lo mikir gitu? padahal nagi yang mutusin gue."

"gak percaya gue!" jelas. reo paling paham seluk beluk pikiran nagi. mungkin lebih paham daripada shina. rasanya aneh mendengar nagi memutuskan sepihak hubungan mereka.

"terserah. tapi, mungkin emang alesannya karena gue juga. gue yang bikin dia mau putus."

makin tidak mengerti, reo menarik kursi dan mulai menuntut shina untuk menceritakannya lebih jelas lagi. dan dimulailah gosip itu.

- - -

[✔] [2] boyfriend ; nagi seishiroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang