4. Kenyataan vs Keadaan

23 15 2
                                    

"Emang kamu terakhir pacaran kapan, Yadh?"

Cerita mereka di teras masjid tadi masih berlanjut di warung mie ayam. Sehabis salat, mereka sepakat untuk mampir makan terlebih dahulu sebelum tiba di rumah.

Fayyadh mengangkat kepalanya dan menunjuk dirinya. "Aku?" tanyanya.

Alfian menoyor pelan bahu Azriel. "Lah kan Fayyadh gak pernah pacaran."

"Iya, kan Fayyadh kayak aku, jomblo high quality hahaha," kata Syakir tertawa sambil mengarahkan tangannya ke Fayyadh yang langsung disambut laki-laki itu untuk bertos. "Kamu sendiri kapan terakhir, Riel, pacarannya?"

"Pasti itu waktu kamu disidang istimewa di rohis waktu kita kelas satu kan?" Tebak Alfian.

Fayyadh menahawan ketawanya. "Kamu lupa, waktu maba dia pernah kedapatan chatnya?"

Sontak mengingat kejadian itu membuat mereka tertawa. "Ah iya, itu sidang istimewanya langsung sama camer hahaha." Alfian terlihat puas sekali menertawakan temannya.

"Koreksi, camer gagal. Siapa suruh sih pacarin anak pimpinan pondok hahaha." Syakir tidak kalah bahagia kelihatannya mengingat kejadian di mana Azriel diminta menghadap oleh pimpinan pondok dan diperlihatkan chatnya bersama Anita -- putri pimpinan -- yang isinya, Azriel dan Anita saling mengingatkan untuk salat lima waktu, tadarrus, hingga membangunkan salat tahajud.

Azriel menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu meneguk air putih yang ada di gelasnya. "Kapok aku, terakhir itu aku pacaran," katanya setelah menelan airnya.

Setelah menghabiskan suapan terakhirnya, Fayyadh berujar, "lagian Anita juga, mau-mau aja deket sama kamu."

"Yah mau gimana lagi, Yadh, orang karismaku gak bisa ditolak."

Sontak kalimat Azriel barusan membuat Alfian refleks melemparinya bekas tissu yang habis digunakan melap mulutnya.

"Maksudku tuh gini, dia kan yaah pastilah lebih ngerti batasan-batasan ama lawan jenis dibanding kita. Yah, orang dia tumbuh dan besar di pondok," tutur Fayyadh.

"Lingkungan pondok kan gak bisa menjamin seseorang, Yadh," timpal Syakir.

Fayyadh mengangguk-anggukkan kepalanya. "Iya juga sih," katanya, lalu menghembuskan napasnya berat. Pikirannya serasa penuh tiba-tiba.

Ketiga temannya hafal betul apa yang ada di pikiran Fayyadh kala mengeluarkan hembusan napas berat seperti itu. Ada keresahan yang timbul dalam dirinya terhadap suatu keadaan atau realita yang ada.

*

Webinar yang dibicarakan tempo hari akhirnya terwujud. Pak Halim -- ayah Rizki, begitu mendengar permintaan anaknya, ia langsung menyanggupi dan meminta Rizki untuk menghubungi Fayyadh agar segera diatur jadwalnya.

Untuk ukuran webinar pertama yang diadakan komunitas baru, peserta mereka cukup banyak, berjumlah 185 peserta. Kata Alfian, "paling itu mahasiswa Pak Halim yang disuruh ikut."

"Ya udah, gak papa, yang penting kan kita ada peserta," balas Fayyadh.

Webinarnya menyusun tema tentang membangun emosional yang sehat dengan mendekatkan diri dengan Pencipta. Sangat menarik memang. Ditambah moderatornya Fayyadh, kata sebagian peserta perempuannya di kolom kesan dan saran presensi yang dibagikan.

"Kayaknya bakal banyak yang daftar nih ntar," kata Ivy saat mengecek satu persatu presensi peserta sambil membaca-baca kesan dan saran peserta.

"Banyak yang nitip salam sama moderatornya." Entah siapa yang Alim beritahu, tapi suaranya keras dan cukup untuk didengar oleh Fayyadh yang tidak jauh darinya -- laki-laki itu sedang mengedit pamflet pendaftaran yang sebentar lagi akan mereka sebar.

Rambu;Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang