18. Soal Alim

3 0 0
                                    

Sepulang kerja, Fayyadh termenung di teras rumahnya. Pikirannya berbaur antara Alim dan kerjaan barunya. Alim dengan permasalahannya yang ia tidak bisa bantu, baru tahu setelah anggotanya itu berduka, dan pekerjaannya dengan bos barunya. Selli, perempuan itu sengaja menempatkannya di bagian kasir. Katanya, "aku menempatkanmu di sini karena aku butuh bantuanmu, dan aku mempercayaimu, Fayyadh."

Kening Fayyadh mengerut saat mendengar penuturan Selli. Ia tidak mengerti maksud perempuan itu. "Maksudnya, Sel?"

Senyum manis wanita itu ia terbitkan di hadapan Fayyadh. "Gini ... kamu gak perlu mencatat semua pengunjung yang ada. Satu sampai lima, kamu gak perlu catat, tapi uangnya kamu pisah dan stor sama aku."

Belum sempat Fayyadh bertanya lebih lanjut, perempuan itu berlalu pergi dari hadapannya. Saat jam pulang, barulah Fayyadh menemukan jawaban atas perintah Selli tadi. Helmi, karyawan yang ia ganti di bagian kasir menghampiri Fayyadh saat laki-laki itu membereskan barang-barangnya.

"Fayyadh, mungkin kamu bingung dengan permintaan Selli tadi yang meminta kamu tidak perlu mencatat seluruh pengunjung." Semua karyawan memang memanggil Selli tanpa embel-embel 'ibu' atau semacamnya karena dia yang meminta.

"Iya, maksudnya gimana yah? kok aku dilarang buat catat semua pengunjung yang datang? nanti laporan pemasukannya gimana?" Fayyadh menatap Helmi dengan tatapan bingungnya.

Helmi menarik kursi di dekat Fayyadh. "Jadi, Selli itu memang dipercaya sama kakaknya buat ngelolah kafe ini, tapi tidak untuk keuangannya karena dia anaknya sangat boros. Yah, setidaknya begitulah yang aku dengar dari Pak Seno." Seno adalah kakak Selli yang mempunyai kafe. "Pak Seno maunya, pemasukan kafe semuanya distor sama dia, nanti dia yang kasih ke Selli, tapi yah gitu, Selli gak pernah merasa cukup dengan pemberian Pak Seno. Jadi, dia caranya gitu, main di kasir."

Fayyadh menghela napasnya. Apa ia harus menuruti kemauan Selli? membantu perempuan itu berbuat curang pada kakaknya sendiri?

"Fayyadh, kenapa tidak masuk, Nak?"

Suara Ratih di pintu mengagetkan Fayyadh. Ia langsung menoleh dan mencium tangan ibunya. "Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Bu."

"Wa'alaikummussalam warahmatullahi wabarakatuh." Ratih mengusap rambut anaknya yang selalu rapi itu. "Gimana kerjaan kamu?"

Fayyadh tersenyum pada wanita yang telah melahirkannya itu. "Alhamdulillah, Bu, lancar."

"Ingat yah, kalau ada apa-apa, kalau ada yang mengharuskan kamu melanggar prinsip kamu, apalagi aturan agama, tau kan harus apa?"

Fayyadh terkekeh pelan. Ia menggangguk paham maksud ibunya. "Mundur, Bu," katanya. Apakah ibunya ada insting?

"Ya udah, mandi gih. Bentar lagi magrib, mau jamaah kan?"

"Iyyalah, Bu, hehe."

***

Terlalu sempit pemahaman orang-orang jika menganggap Al-Isra' ayat 32 hanya sebatas larangan pacaran.

Dan janganlah kamu mendekati zina.

Sungguh, kita -- manusia telah dibekali amal oleh Allah untuk mencerna dan memahami tiap kata-kata cinta yang diturunkan-Nya. Benar, pacaran dilarang. Namun, bisakah kita memaknainya lebih luas?

Sungguh, kini banyak orang yang menghindari pacaran karena ingin taat pada Al-Isra' ayat 32, tapi anehnya ia malah beralih pada bentuk lain dari 'pacaran' itu: TTM, HTS, pacaran islami (agar islami katanya), (ada juga) pacaran sehat.  Naudzubillah.

Raila menghembuskan napasnya pelan. Baru juga beberapa lembar buku Fayyadh ia baca, ia sudah merasa ditampar. 'Pacaran sehat', itulah istilah yang dirinya dan Arkam jalani. Namun, apakah hubungannya dengan Arkam bisa dikatakan sehat?

Rambu;Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang