14. Permintaan Maaf Fayyadh

8 3 7
                                    

Sepanjang perjalanan, Raila terlihat tidak seperti biasanya yang selalu memulai perbincangan dengan Arkam. Kali ini ia diam saja menatap jendela. Atas sikapnya itu, Arkam bertanya, "apa yang terjadi? apa ada sesuatu di titik koma?"

Raila hanya menggelengkan kepalanya sembari tersenyum tipis. "Semuanya aman kok. Aku cuma kecapean."

Arkam mempercayainya begitu saja. Setelah rutinitas basa-basi saat hendak berpisah -- yakni Arkam yang mengusap rambut Raila, dan mereka saling melempar tiga kata yang sudah sangat hambar di telinga Raila -- perempuan itu turun dari mobil, kemudian melambaikan tangan pada sang pacar yang langsung mengemudikan kendaraan beroda empatnya untuk pergi dari halaman rumah Raila.

Ada yang mengganggu pikiran Raila sepanjang perjalanan tadi, ah lebih tepatnya semenjak di titik koma saat Fayyadh ikut nimbrung dalam diskusi mereka soal hidayah.  Yah, Raila kepikiran perkataan laki-laki itu. Bukan, dia tidak marah atas kalimat-kalimat yang Fayyadh keluarkan dari mulutnya. Namun, ia merasa tertampar, sebab apa yang Fayyadh sampaikan adalah benar adanya.

Sekarang, yang Raila pikirkan adalah, bagaimana caranya ia bisa menggunakan jilbab dalam kesehariannya? atau lebih tepatnya, bagaimana caranya ia berinteraksi nantinya dengan Fayyadh?

Raila berjalan mondar mandir di depan ranjangnya sambil mengetuk-ngetuk dahinya. "Ya Allah, Fayyadh," keluhnya bersamaan suara notifikasi pesan masuk di ponselnya yang berada di dalam tas secara berurut.

Ia segera mengeceknya. Barang kali Arkam yang mengabarkan bahwa ia sudah sampai, dan tebakannya benar. Satu pesan dari Arkam, kata laki-laki itu ia sudah sampai di rumahnya dengan selamat. Namun, ada satu pesan yang menarik perhatian Raila, dari nomor baru yang ia sedikit kenal deretan angka-angkanya. Setelah dicek namanya, ternyata benar, dari Fayyadh.

"Hhuuuftt!" Raila menghembus napasnya gusar. Sebelum membuka pesan ketuanya itu. Terlebih dahulu ia membalas pesan Arkam.

"Syukurlah." Sesingkat itu balasannya.

Ia dengan perasaan nano-nano pun membuka pesan Fayyadh sambil menutup mata. Pelan-pelan matanya ia buka dan terbacalah pesan laki-laki itu.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Raila.

Aku mau menyampaikan permintaan maaf atas penyampaianku tadi soal hidayah itu. Jujur saja, aku tidak ada bermaksud menyinggung kamu atau apapun itu. Hanya saja, aku merasa bertanggung jawab untuk menyampaikan dan meluruskan apa yang sedikit aku pahami, apalagi aku menganggap kamu, pun anggota lainnya adalah tanggung jawab aku, karena aku merupakan ketua di dalam komunitas yang ada kalian. Sekali lagi maaf, jika hal tadi tidak mengenakkan hatimu. Seharusnya memang aku tidak ikut dalam diskusi kalian."

Entah bagaimana caranya, mata Raila tiba-tiba berembung. Deretan kalimat yang Fayyadh kirimkan tiba-tiba buram di penglihatannya. Ya Allah, laki-laki itu. "Hhuuuft." Ia menghembuskan napasnya pelan, lalu segera mengetikkan balasan.

"Wa'alaikummussalam warahmatullahi wabarakatuh, Kak. Seharusnya Kak Fayyadh gak merasa bersalah. Apa yang Kak Fayyadh sampaikan tadi benar adanya. Aku malah bersyukur bisa mendapat penyampaian tadi dari Kak Fayyadh. Insyaa Allah ... aku tidak apa-apa soal apa yang Kak Fayyadh sampaikan. Aku malah ingin mengucapkan terima kasih atas perhatiannya."

Apa mungkin laki-laki yang entah berada di mana itu sedang memantau room chatnya dengan Raila karena pesan yang baru dikirim langsung centang biru? dan tidak lama, balasannya pun muncul.

"Alhamdulillah ... tolong sampaikan juga permintaan maafku pada Linda. Aku juga tidak enak padanya. Semoga kita senantiasa dipertemukan oleh hidayah-Nya."

Raila lagi-lagi menghembuskan napasnya. Ia kemudian membalas, "aamiin allahumma aamiin." Setelahnya, ia screenshoot chatnya dengan Fayyadh yang singkat itu, kemudian dikirimkan pada Linda.

Rambu;Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang