Fayyadh dan ketiga sahabatnya mencocokkan alamat yang ada di tangannya kini dengan rumah yang ada di depannya. Rumah itu terlihat ramai dengan beberapa orang yang berdatangan menggunakan pakaian berwarna hitam.
"Ada yang meninggal?" tanya Syakir entah kepada siapa karena Fayyadh yang memboncengnya juga tidak menjawab.
Alfian yang membonceng Azriel mendekatkan motornya ke motor Fayyadh. "Alamatnya bener nggak?"
Fayyadh memperlihatkan layar ponselnya. "Bener kok ini."
"Siapa yang meninggal?" tanya Azriel yang entah kepada siapa.
"Mending kita turun mastiin kalo itu rumah Alim atau bukan," kata Fayyadh membuat Syakir di boncengannya langsung turun dari motor. Begitu pula dengan Azriel.
Setelah memarkir dengan baik motor mereka, mereka melangkah dengan pelan menuju rumah yang diyakini adalah rumah milik Alim.
"Cari siapa, Dek?" Tanya bapak-bapak yang berdiri di teras.
"Ini betul rumah Alim, Pak?" Balas Fayyadh.
"Iya, betul, ini rumah Alim. Temannya yah?"
Ketiga sahabat Fayyadh saling pandang, kemudian Fayyadh pun bertanya kembali, "maaf, Pak, kalau boleh tau ini siapa yang meninggal yah?"
"Neneknya Alim. Silakan masuk, Nak, Alim ada di dalam. Saya ada urusan dulu, permisi." Bapak-bapak itu segera berlalu dari hadapan mereka, sementara ibu-ibu pun bapak-bapak yang lain berdatangan memasuki rumah.
Azriel yang berada di belakang Fayyadh menepuk bahu sahabatnya itu. "Alim nggak berkabar sama kamu soal ini?"
Fayyadh menggelengkan kepalanya. "Nggak ada."
"Ya udah kita masuk atau_?" Alfian menggantung kalimatnya.
"Masuk aja," sahut Fayyadh bersamaan retina matanya menangkap sosok yang ia kenal tengah turun dari mobil. "Raila?"
Ketiga sahabatnya mengikuti arah pandang Fayyadh. Benar, yang turun dari mobil berwarna putih itu adalah Raila dan dari sisi pengemudi turun laki-laki dengan rambut diikat. Mereka berpakaian warna hitam, berarti mereka tahu soal apa yang menimpa Alim?
Raila dengan penampilannya yang berbeda melangkah menuju rumah Alim dibersamai oleh laki-laki yang tadi membawa mobil. "Raila tau?" gumam Alfian.
"Maa syaa Allah, Raila adem banget pake jilbab," celetuk Syakir yang baru pertama kali melihat Raila menggunakan gamis dengan balutan jilbab di kepalanya.
Keempatnya masih berdiri di teras saat Raila tiba di depan mereka. Terlihat jelas perempuan itu tampak kaget mendapati mereka. "Ka_lian?"
"Assalamu'alaikum," ucap Fayyadh datar.
Raila dan laki-laki yang membersamainya serempak menjawab salamnya dengan sempurnya.
"Rai, kamu_ kamu kok datang?" Tanya Azriel sedikit terbata, sementara Fayyadh sudah membuang mukanya. Entah kenapa, laki-laki itu merasa ada amarah dalam dirinya mengatahui Raila tahu soal Alim tapi perempuan itu tidak memberitahunya.
Raila sendiri bingung kenapa empat sekawan ini bisa hadir? bukankah Alim sendiri yang mewanti-wantinya agar jangan sampai Fayyadh dan anggota titik koma yang lain mengetahuinya? Namun, bukan saatnya untuk memperjelas semuanya.
"Ah, Kak, kenalin adik aku, Zein. Temannya Alim. Zein, ini teman-temannya kakak di titik koma. Teman Alim juga." Raila memperkenalkan adiknya dengan keempat laki-laki di depannya itu.
"Hmm, udah ketemu Alim, Kak?" tanya Raila.
Alfian menggelengkan kepalanya. "Belum. Kami juga tadi datangnya gak sengaja. Maksudnya, kami mau cari Alim, tapi ternyata Alim dalam keadaan berduka."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rambu;
Teen FictionDi Bentala yang luas ini, kita hidup tidak sekadar hidup, ada tujuan yang hendak kita capai, melalui rambu-rambu yang mesti kita taati dan patuhi. Bagi Fayyadh, hidup adalah permainan yang hanya memberikan satu kali kesempatan, maka ia harus memenan...