Raila Nazwa Aprilia merupakan mahasiswa Sastra Indonesia di UGM yang sudah berada di semester akhir. Alasannya ikut di komunitas titik koma karena ia senang dengan ilmu-ilmu terkait kesehatan mental, dan juga yang paling penting ia merasa butuh dengan komunitas itu.
Di saat ia sedang berada di fase-fase capeknya keadaan, ia menemukan selebaran pamflet komunitas kesehatan mental bernuansa islami yang dibagikan oleh tiga orang laki-laki. Tentu ketertarikan dan panggilan jiwa sosialnya langsung muncul.
Kejutannya, ia sempat kenalan dengan ketiga pendiri komunitas titik koma sebelum acara penyambutannya, dan yah, dua di antaranya baru Raila ingat, mereka yang membagikan pamflet di lorong fakultasnya kala itu -- kesadarannya baru muncul saat Fayyadh menyampaikan di depan mereka pada saat perkenalan bahwa yang membagikan pamflet di UGM adalah dirinya dan Azriel, juga Alim.
Ah Fayyadh, laki-laki itu memperkenalkan diri dengan nama lengkap Zafran Fayyadh. Ia sudah selesai S1-nya, tapi masih usaha untuk lanjut S2, begitu katanya. Fayyadh memperkenalkan diri sebagai ketua komunitas dan ia juga menjelaskan kenapa komunitas titik koma didirikan, selanjutnya kenapa dinamakan titik koma.
Menarik, dan bagi Raila pembawaan Fayyadh-lah yang membuatnya menarik. Eh ... ya ampun, kenapa dirinya malah terbayang senyum Fayyadh tadi kala bercanda soal motornya? Ah motor laki-laki itu, masih terparkir cantik di depan rumah Raila. Masih malam, besok akan ia antarkan.
Embusan napas pelan terdengar keluar dari mulut Raila. Sembari menggelengkan kepala, perempuan itu berusaha menampik apa yang terlintas di pikirannya tiba-tiba. Ia mencoba mengecek kembali aplikasi WA-nya, aii pesan seseorang yang ia tunggu tidak kunjung ada. Malah yang muncul pesan dari temannya, Maya.
Jadi ikut komunitas itu?
Raila membalas segera.
Titik koma? Jadilah.
Tidak lama, Maya membalas.
Arkam ngizinin?
Decakan sedikit kesal terdengar di mulut Raila.
Gak ngizinin pun aku berhak nentuin mau atau nggak.
Balasan dari Maya kembali muncul.
Jadi, Arkam gak ngizinin?
Raila menarik napasnya kemudian membuangnya guna menetralkan kekesalannya.
Aku gak bilang Arkam gak ngizinin, Maya.
Maya kembali membalas.
Jadi, Arkam ngizinin?
Terakhir Raila membalasnya untuk malam ini.
Arkam kan, 'asal aku bahagia'.
Belum sempat Raila menaruh hp-nya di atas nakas, balasan pesan Maya kembali muncul di notifikasinya.
Iya juga sih wkwwk
Raila sudah malas membalasnya. Ia menaruh ponselnya dan mengambil buku bacaannya yang berjudul, "Belajar dari Negeri Para Nabi" karya Edgar Hamas.
Arkam adalah laki-laki yang sudah menjalin hubungan dengannya selama dua tahun. Ia pertama kali melihat laki-laki itu kala mengikuti seminar kesehatan yang terbuka umum di kampus, dan Arkam adalah moderatornya. Keren sekali, itulah penggambaran Raila waktu pertama kali melihat Arkam.
Tuhan paling baik merencanakan skenerio, yang kemarin dikagumi, tiba-tiba disuguhkan kesempatan untuk mengenalnya lebih dekat. Kala itu, dosen Raila memintanya untuk ke fakultas kedokteran, katanya ada obat yang harus diambil dari Dokter Junaidi, dokter yang sekaligus dosen. Kata dosen Raila, nanti Dokter Junaidi menelpon di mana posisinya. Nomor Raila sudah diberikan pada dokter tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rambu;
JugendliteraturDi Bentala yang luas ini, kita hidup tidak sekadar hidup, ada tujuan yang hendak kita capai, melalui rambu-rambu yang mesti kita taati dan patuhi. Bagi Fayyadh, hidup adalah permainan yang hanya memberikan satu kali kesempatan, maka ia harus memenan...