tidak berharap

3.2K 367 34
                                    

Ketika Caine sedang duduk di depan kaca membersihkan make up nya, Rion masuk ke kamarnya. "Malam sayang. Lagi apa kamu?" tanya Rion dengan senyum lebarnya. "Hmm, ini pasti ada maunya" batin Caine yang langsung berburuk sangka. "Lagi hapus make up, kenapaa??" tanya Caine sambil mengusap wajahnya menggunakan kapas.

"Aku minta sesuatu boleh?" tanya Rion dengan nada memohon. "Boleh, apa itu?" tanya Caine tanpa menoleh ke Rion. "Kiss aku dong. Yang banyak" ucap Rion dengan suara manisnya. Caine seketika menoleh.

Rion menyodorkan lipstik yang ia dapat dari Key. "Pake lipstik merah biar bagus." ucap Rion. "Haha, kamu mau lagi kaya tadi?" tanya Caine yang mengingat dirinya tadi mencium Rion di hadapan anak anaknya. Rion mengangguk seperti anak kecil yang di turuti kemauannya.

"Boleh, sini sini" ucap Caine yang kemudian duduk di kasurnya. Lipstik merah mulai di aplikasikan ke bibirnya. Caine membuat kiss mark itu di pipi Rion. Ia juga melakukan hal itu beberapa kali di beberapa bagian. Hingga bibirnya merah merona walau lipstik itu sudah di hapus.

"Udah ya, udah banyak itu" ucap Caine. Rion yang duduk di hadapan Caine dengan tiba tiba mencium Caine di bibirnya. "Nah, satu buat kamu" ucap Rion. Caine tersenyum dan tertawa kecil. Rion yang gemas, mencubit pelan pinggang Caine. Membuat Caine kegelian.

Mereka saling menggelitik untuk beberapa saat. Hingga tiba di suatu titik, tak ada angin tak ada hujan. Tiba tiba Caine batuk hebat. Ia langsung berlari ke kamar mandi. Dirinya tau, bahwa itu bukan batuk biasa. Caine menutup pintu kamar mandi nya, sementara ia terus menerus batuk.

Rion terlihat khawatir, tapi tak banyak yang bisa ia lakukan selain menunggu Caine keluar dari kamar mandi. "Sayang, kamu ngga papa kan? Kita kerumah sakit ya abis ini" ucap Rion yang berdiri di depan kamar mandi.

"Aku ngga papa kok. Uhukk.... Uhuukkk" jawab Caine di sela batuknya. Caine mengeluarkan segumpal darah dari mulutnya. Membuatnya seketika terkejut, karena biasanya tak sebanyak itu darah yang keluar. Caine segera membuang gumpalan itu ke kloset dan segera menekan tombolnya untuk membilas.

Caine mulai khawatir dengan keadaannya yang kian memburuk. Ketika Caine berkaca, wajahnya tampak lelah dan pucat. Namun dari bibirnya tak terlalu terlihat karena sedikit tertutupi oleh lipstik merah tadi.

Rion masih berdiri di depan kamar mandi dengan perasaan khawatir. Tak lama Caine keluar dari kamar mandi. "Sayang, kamu ngga papa kah? Batuknya parah banget. Kedengeran sampe luar. Kita kerumah sakit sekarang yuk. Aku takut kamu kenapa napa" ucap Rion sambil menggenggam tangan Caine.

"Ngga, ngga usah... Aku ngga papa kok... Cuma batuk biasa..." jawab Caine dengan nafas ngos ngosan. Caine merebahkan dirinya di kasur dan berusaha bernafas normal.

Rion menyibakkan rambut Caine yang ada di sekitar keningnya. Begitu Rion menyentuh kening Caine, suhu tubuhnya panas. Tapi Caine terlihat menggigil juga mengeluarkan banyak keringat. Caine menatap Rion dengan tatapan lemah. "Ini bukan kondisi kamu kaya biasanya, sayang. Kita ke rumah sakit sekarang" ucap Rion.

"Aku... Ngga papa kok... Cuma capek aja..." jawab Caine dengan tatapan lemah dan nafas yang masih ngos ngosan. "Mana ada capek kaya gini, kamu nurut sama aku okey?"

Kondisi Caine semakin mengkhawatirkan. Wajahnya semakin pucat. Rion menyelimuti Caine dengan selimut di kasurnya dan kemudian menggendong Caine ala bridal style. Kemudian keluar dari kamar.

***

Krow sedang meneguk air di dapur dan di kejutkan dengan kehadiran Rion yang berjalan cepat. "Papi mau kemana?" tanya Krow. "Kerumah sakit. Mami lagi sakit" ucap Rion. "Aku anter aja ya" ucap Krow.

Rion mengangguk mengiyakan. Krow segera mengambil kunci mobil dan berlari ke garasi. Dengan diikuti Rion.
Mereka segera menuju rumah sakit.

***

Caine langsung di larikan di IGD. Ia langsung menggunakan selang oksigen. Dokter datang, dengan cekatan langsung memeriksa keadaan Caine. Suster thia datang dengan wajah panik, menghampiri Caine. "Saya tidak bisa diam saja melihat kondisi mu semakin parah" ucap Thia.

"Thia.. Aku mohon.. Kamu jangan bilang siapapun.." ucap Caine yang berusaha berbicara walau nafasnya tak sampai. "Mau sampai kapan? Saya diam saja." ucap Thia tanpa berhenti menggerakkan tangannya untuk memasang peralatan lain.

"Aku.. Aku takut mereka khawatir" ucap Caine. Sebuah alasan yang kesekian kalinya Thia dengar dari pasien. Membuat Thia menghentikan gerakan tangannya dan menatap Caine.

"Lalu jika anda tiba tiba mati, apa mereka tidak kecewa seumur hidup? Karena mereka tak tau sama sekali apa yang sebenarnya anda derita" ucap Thia sambil menatap Caine dengan tajam. Membuat Caine tak bisa berkutik.

Mereka canggung beberapa menit. "Saya terpaksa. Bagaimana pun, pihak keluarga harus tau keadaan mu sebenarnya. Saya merasa itu masih tanggung jawab saya." ucap Thia. Caine tak menjawab apa apa, hingga Thia keluar dari ruangannya.

Caine menatap langit langit rumah sakit. Ia tak tau lagi harus bagaimana. Ia takut semakin memperburuk keadaan.

Rion menunggu di luar ruangan dengan perasaan campur aduk. Krow ikut khawatir dengan keadaan maminya.

- to be continue


Love in another world (RionCaine) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang