13

225 45 14
                                    

Jisung mengayun pelan tubuh mungil Minji, putri kecilnya yang bahkan belum lancar berbicara. Air mata Minji membasahi bahu Jisung, membuat hati si manis seketika terasa nyeri. "Sabar sayang, ayah akan pulang sebentar lagi.." bisik Jisung lembut sembari mengecup kecil dahi sang putri.

Matanya melirik jam dinding yang tergantung di ruang tamu. Sudah pukul satu dini hari, namun Minho belum juga pulang. Sejak pagi tadi, Minho terlihat sangat sibuk dengan pekerjaannya. Beberapa kali Jisung mencoba menghubunginya, namun selalu gagal.

Tupai tersebut menghela nafas panjang. Ia khawatir dengan keadaan Minho. Belakangan ini, Minho sering pulang larut malam dan terlihat sangat stres. Jisung tahu betul bahwa perusahaan tempat Minho bekerja sedang mengalami kesulitan keuangan.

Tak jarang pula dirinya menjadi pelampiasan dari kekesalan Minho.

Tak lama kemudian, suara kunci pintu terdengar. Jisung langsung berlari ke pintu dan membukakannya. Minho berdiri di ambang pintu, tubuhnya oleng ke kiri dan ke kanan. Wajahnya memerah dan matanya sayu. Bau alkohol menyengat dari tubuhnya.

"Minho-hyung," panggil Jisung khawatir.

Minho hanya tersenyum kecut. "Aku sudah pulang, sayang," ucapnya dengan suara serak.

Jisung segera saja mendudukkan Minji di sofa dan membantu Minho untuk masuk ke dalam rumah. Minho berjalan sempoyongan, hampir saja terjatuh. Sang istri segera membantunya duduk di sofa.

"Kau mabuk," ucap Jisung dengan nada khawatir.

Minho mengangguk lemah. "Maafkan aku, Jisungie. Aku hanya ingin melupakan segalanya untuk sementara."

Pemuda manis itu memang tahu bahwa Minho sedang sangat tertekan. Ia memeluk Minho erat-erat, berusaha memberikan ketenangan pada suaminya.

"Perusahaanmu, bagaimana?" tanya Jisung lembut, berusaha menahan diri agar pertanyaannya tak menyinggung Minho.

Ah, Minho tidak menyukai pembahasan ini. Ia menggelengkan kepala.

Jisung tertegun. Ia tidak menyangka bahwa keadaan perusahaan suaminya dapat berakhir seperti ini. Apakah kedepannya kehidupan mereka akan lebih sulit?

"Aku tidak tahu harus bagaimana lagi, Jisungie," lanjut Minho. "Aku merasa gagal."

Pemuda tupai itu menghapus air mata Minho. "Jangan bicara seperti itu, hyung. Kita akan melewati ini bersama-sama."

Namun, ucapan Jisung sepertinya tidak bisa menenangkan Minho yang emosinya tengah tidak stabil. Ditambah lagi keadaannya yang tengah mabuk. Tiba-tiba saja, Minho mendorong Jisung dengan kasar. "Melewati bagaimana?! Kau tidak tahu betapa kerasnya usahaku untuk mempertahankan perusahaan ini!" bentaknya.

Jisung terkejut, ia kembali gemetar. Minho sekali lagi bersikap kasar padanya. Minji yang melihat ayahnya berteriak seketika menangis sejadi-jadinya.

Meski begitu, sang tupai tetap berusaha untuk tenang. "Minho-hyung, jangan seperti ini. Minji takut," ucapnya sembari berusaha memegang tangan suaminya itu.

Namun, sayang sekali Minho tidak menggubrisnya. Emosinya justru semakin memuncak akibat suara tangisan yang nyaring dan membuat kepalanya semakin pusing. Tubuhnya bangkit, menendang meja kopi hingga gelas diatasnya pecah seketika.

"Sekarang kita tidak memiliki apapun! Dan kau tidak melakukan sesuatu, hanya mengatakan tenang dan semangat? Kau pikir semua masalah ini hanya selesai dengan kalimat semacam itu? Kau menaruh otakmu dimana, ha?" Minho berbicara tepat di hadapan wajah Jisung dengan ekspresi marah yang kentara.

SECOND LIFE [Minsung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang