𐙚 Leftover Feelings ꕮ ࣪ ׅ
"Lho, beneran enggak naik kelas ternyata."
"Eh iya. Kok bisa, ya?"
"Enggak tau. Emang kepengin jadi biduan kali."
"Husssh!!! Lambe lo pepagi udah lemes aja bawaannya."
Di antara lautan manusia pasca tiga hari MPLS pagi itu, Nina betulan seorang diri. Udah begitu, terasingkan lagi. Posisi SMP Ganesha dan SMA Gantara yang sungguh strategis membuat banyak murid Ganesha secara turun-temurun istilahnya tinggal menyeberang aja. Namun untuk Nina yang harus mengulang kelas satu tahun agar bisa menembus sekolah favorit seperti SMA Gantara selain bermodalkan nilai semata tetapi juga seabrek piagam penghargaan dari lomba senam, Nina sangat bersyukur. Persetan untuk kebenaran dari kasak-kusuk tentang alasan ketertinggalannya yang masih simpang siur. Nina sama sekali enggak berminat buat meluruskan.
"GAT! DAPET KELAS MANA?"
"Nggak tau. Yang pasti bukan MIPA."
Suara itu terdengar dekat. Dekat sekali sampai Nina baru menyadari bahwa dirinya sedari tadi bersebelahan dengan salah seorang adik kelas yang ia kenal di SMP Ganesha. Ah, apa padanan yang tepat selain kata "kenal", ya? Sebab jika dibilang kenal, seakan mereka dua orang yang enggak lebih dari saling tahu nama. Namun untuk dibilang akrab, enggak juga memenuhi kriteria.
Dengan mengerahkan keberanian, Nina sedikit berjinjit untuk mengetuk-ngetuk pelan bahu cowok itu menggunakan satu telunjuknya. "Gatsa!"
Yang dipanggil ogah-ogahan menoleh. Tetapi begitu sepasang mata cokelat gelap milik Gatsa menemukan sepasang manik cokelat terang milik Nina, transisi ekspresi cowok itu kentara sekali.
"KAK!" seru Gatsa tanpa dapat membendung keterkejutannya.
Nina membawa telunjuk kanannya untuk berpindah ke depan bibir yang sejenak terkatup rapat. "Nina aja. Kita jadinya seangkatan lagi."
Gatsa mengangguk. "Mau dibantu cariin nama lo di papan pengumuman?"
"Iya, nih." Nina menyengir kecil. "Gue enggak ikut tes seleksi masuk MIPA juga, kok. Jadi otomatis ada di deretan nama-nama anak yang masuk ke kelas IPS."
Cukup dengan mengedikkan dagu, Gatsa memberi isyarat ke teman-temannya yang menguasai area sekitaran tempat di mana papan pengumuman terpasang. "Tolong sekalian cari nama Nina, ya!"
"Niana, Gat," tukas Nina selaku si pemilik nama mengoreksi.
"Oh iya, Niana!" Gatsa praktis meralat. "Lupa kalo aslinya ada abjad A lagi di tengah-tengah nama Nina-nya."
"Siap, Gatsayang! OTW."
Nina menahan senyum manakala nggak sengaja mendapati riak kejengahan di wajah adik kelasnya. Barangkali Gatsa masih tetap enggak berbiasa dengan pelesetan namanya tersebut. Giyatsa Reagan Aradana yang sepintas Nina tahu memang seperti itu. Kata teman-teman seangkatannya dulu-sekarang berstatus kakak kelas karena Nina tertinggal setahun-mau dilihat dari segi mana pun Gatsa gambarannya lelaki sejati. Padahal, kalau boleh disederhanain, Nina merasa Gatsa memang tipikal cowok yang enggak terlalu petakilan aja. Sehingga ketika Gatsa sedang tersenyum atau tertawa sekenanya, rasanya seperti diberi suguhan manis yang mubazir sekali apabila dilewatkan cuma-cuma.
"KETEMUUU!" suara itu nyaris seperti toa. "Ada di kelas IPS 5 nih, Gat. Samaan kayak lo. Jarak sepuluh nomor aja dari daftar presensi. BTW, beneran itu namanya Niana aja tanpa embel-embel lagi di belakangnya? Lebih singkat dibanding nama depan lo yang udah makan tujuh huruf dong, Gat, kalo gitu!"
Gatsa mengangkat bahu. Walau terkesan enggak acuh, Gatsa menyempatkan diri untuk kembali tersenyum kepada Nina. "Sekelas, Kak."
"Thanks ya, Gat!" Nina mengangkat tangan ragu-ragu. Enggak bertahan sampai sekon kelima, buru-buru ia jatuhkan lagi.
Gatsa sekilas menilik situasi seolah ingin bergegas menarik diri dari keramaian. "Kalo udah mentok banget, nggak apa-apa buat ngandelin gue, Na."
"Gimana, Gat?"
Gatsa udah berlalu. Menyisa Nina yang mematung dan masih mencerna kata demi kata yang Gatsa lepaskan layaknya anah panah. Enggak tepat sasaran, tetapi juga enggak melesat terlalu jauh. Posisinya membuat Nina harus menebak-nebak lebih ekstra. Namun setelah dipikir-pikir kalau kegiatan itu menghabiskan waktu belaka, maka Nina cukupkan sampai di sana. Begitu ia mengambil langkah juga agar lepas dari kungkungan keramaian, ucapan Gatra serta-merta terlupakan.
Karena entah mengapa dan sejak kapan ini semua bermula, Nina selalu menanamkan anggapan bahwa keberadaannya enggak betul-betul bermakna di hidup siapa pun. Oleh sebab itu, terpantau motto Nina sejauh ini cukup satu, yakni hidup saja.
𐙚 Leftover Feelings ꕮ ࣪ ׅ
[Cek Ombak🌊]
Halooo! Kembali dengan Icha bagian menyapa ala-ala. Kali ini kita akan dibersamai oleh Giyatsa Reagan Aradana dan patrner HTS-nya si Niana. Semoga aku bisa ngeberesin cerita ini sampai tuntas. Oh ya temen-temen, fun fact-nya, karakter Gatsa udah ada sejak tahun 2017, lho! Tapi aku baru berkesempatan buat nyoba rampungin kisah doi lagi di tahun 2024 ini (sambil muterin August milik Taylor Swift biar makin syahdu). Semoga cerita mereka berdua (Gatsa dan Kak Nina) membikin kalian seneng dan tanpa sadar nyeruin tiga kata "made my day" setiap selesai membaca per chapter-nya, ya!🫀❤
Betah-betah kembali, ya, di sini! Hihih.
Sincerely Yours,
Ichaaaaa
(huruf a-nya sengaja lima biji upaya makin menyala (emot api))
KAMU SEDANG MEMBACA
leftover feelings
Teen FictionIni tentang Giyatsa Reagan Aradana dan Niana yang keliatannya betah-betah aja kejebak HTS. Gatsa suka Nina, dan Nina melakukan hal yang sama. Tapi setelah ditelaah, definisi suka bagi Gatsa dan Nina sepertinya berbeda. Gatsa juga udah kenyang sekali...