𐙚 Leftover Feelings ꕮ ࣪ ׅ
"Sini, sini!" gemas meniti seseorang di ujung sana belum henti mondar-mandir dengan wajah bersimbah tegang sekaligus cemas, Gatsa menepuk-nepuk bangku panjang yang sedang ia jajah seorang diri. "Belajar sama Abang."
Cowok itu menerima kertas lecek berisi rangkuman materi Sosiologi. Cukup dengan membaca sepintas, Gatsa mengangguk seakan sudah memindai poin-poin pentingnya di kepala sambil menawarkan sesuatu. "Cicip dulu."
"Lho, enak banget?!" Nina terperangah begitu potongan bekal Gatsa menjamah setiap sisi lidahnya. "Ya ampun, persetan sama remidi! Serius ini enaknya kebangetan Gaaat!"
Gatsa membiarkan Nina mengambil alih kotak makanannya. "Namanya bistik gulung. Di sini orang nyebutnya kalo enggak salah galantin(?) Tapi karena mama waktu kecil pernah tinggal agak lama di salah satu kabupaten yang ada di provinsi Bengkulu, jadi gue sama adek-adek gue ikutan nyebutnya bistik gulung juga."
Nina manggut-manggut dan tersenyum tanpa komando begitu merasakan sensasi dari gigitan yang ketiga. "Kayak bakso nggak, sih? Terus kuah apa saosnya ini nendang bener. So creamy!"
"Perpaduan daging sapi sama daging ayamnya dua banding satu. Nah, adonannya digulung pake telur yang didadar setipis kulit lumpia terus dikukus sekitar dua puluh menitan aja. Entar penyajiannya tinggal disiram saos bistik kayak yang lo makan sekarang. Saos tomat bisa juga sebenernya. Tapi gue prefer saos bistik. Manis, gurih, dan pedes dari ladanya dapet semua."
Nina menyenggol bahu Gatsa dengan sikunya, belum luntur pendar kekaguman di sepasang bola matanya yang cokelat terang. "Gatsa kurangnya di mana, sih? Even deskripsiin makanan aja nggak pernah gagal. Menyihir terusss!"
Gatsa mengangkat bahu tak acuh. "Kurangnya masih sama, kok. Cuma satu. Enggak bisa milikin lo aja."
Nina hampir menyembur tawa. Tapi begitu suapan terakhir bekal punya Gatsa yang baru cowok itu nikmati menjelang pembelajaran Sosiologi akan berakhir masuk ke mulutnya, Nina menyatukan kedua telapak tangan sambil memejamkan mata seakan siap memanjatkan doa. "Ya ampun ... kalo makanan bisa dinikahin, plis bakal gue nikahin, nih, bistik gulung sekarang juga!"
"No, no. Enggak bisa gitu. Konsepnya harus dilurusin." Gatsa menaikkan kedua kakinya untuk duduk bersilah di atas bangku. Dituntunnya pula Nina melakukan hal serupa hingga mereka leluasa saling berhadap-hadapan. "Nikahin orang yang nawarin lo nyoba bistik gulung, Na. Itu baru bener." Gatsa menepuk-nepuk dadanya sendiri sebelum mengacungkan telunjuk tinggi-tinggi. "Gue keep dari sekarang, ya!"
Nina menyamarkan tawanya dengan batuk-batuk kecil yang disengaja. "Kayak nomor arisan aja pake di-keep segala."
"Harus! Entar keburu dicomot orang." Gatsa sudah menyingkirkan kotak bekal yang isinya tandas nggak tersisa dari pangkuan Nina. "Siap-siap. Kita ulas materinya sebelum nama lo dipanggil sama Bu Husna."
"Oh iya!" meski redup, gugup itu balik hadir. Sejenak Nina meraup udara lalu mengembusnya lagi, lebih perlahan. "Yuk."
"Sebutin delapan fungsi keluarga menurut BKKBN."
"Gue tau, gue tau!" Nina bereaksi kelampau antusias. "Pertama ada fungsi keagamaan, fungsi sosial-budaya, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi, fungsi pembinaan lingkungan ... terus-eh sisa berapa lagi? Udah pas delapan nggak, sih?" tanpa sadar Nina menggaruk kepala yang sejatinya enggak gatal.
"Kurang dua," sanggah Gatsa belum meluruhkan ekspresi seriusnya. "Ayo inget-inget lagi. Itu dua pondasi utama dari sebuah keluarga malah."
"Apa, ya?" Nina makin merapatkan pejaman matanya. "Udah belajar semalem suntuk kalo dapet nice try lagi di remedi sosiologi hari ini takarannya bakal nangis, sih, gueee."
Gatsa mendecak. "Padahal contoh nyatanya ada di gue semua setiap bareng sama lo."
Nina mencubit pinggang Gatsa hingga cowok itu spontan mengaduh. "Entaran dulu modusnya!"
"Iya, iya." Gatsa mencari cara lain. Kedua tangannya berada di atas kepala membentuk emoji love besar. "Ini! Apa coba, namanya?"
"Love? Wait!" Nina menggeleng cepat. "Cinta! Ya, kan?"
"Betul! Ada lanjutannya, satu kata lagi. Cinta biasanya diikutin sama kata apa, sih, biar klop?" Gatsa memberi pertanyaan pemantik. "Cinta dan ..."
"Rangga?"
"Udah ah, bad mood!" Gatsa melengos. Dari yang menatap Nina penuh hangat dan meruah kesabaran, jadi membuang muka ke sembarang arah. Bete. "Hari-hari bareng gue, yang diinget malah cowoknya si Cinta. Ingatan lo perlu direkonstruksi, Kak!"
"Ya Allah mau ketawa tapi takut remedi lagi." Nina lantas menggamit tangan Gatsa dan berkompromi kecil-kecilan. "Ulang ya, ulang. Beneran abis ini pasti tuntas."
Gatsa mendengkus. Disentilnya-pelan dan tetap memerhatikan prinsip kehati-hatian-jidat gadis itu. Nina punya banyak persediaan tatapan yang membuat Gatsa dengan gampangnya luluh. "Cinta dan kasih, Na."
"Gilaaaa! Bisa-bisanya fungsi itu kelewat." Nina mengelus pucuk kepala Gatsa bak adik kecil yang lucu dan penurut. "Iya, kok. Beneran ada di Gatsa semua ternyata."
Menangkap respons itu membuat Gatsa serasa melambung di atas awan. Semurah itu mengembalikan suasana hatinya. "Satu fungsi lagi. Clue-nya beberapa sesuatu yang biasa lo bantu pasangkan sebelum gue ngelakuin aktivitas panjat tebing biar aman."
"Harness? Chalk bag? Oh! Supaya aman? Alat pelindung?!" Nina sejenak menahan napas untuk berkonsentrasi penuh. "Oke Nina, mari coba kita sebutin beberapa turunan dari kata lindung! Berlindung, melindungi, pelindung-"
"Udah, udah." Mata Gatsa menyorot geli begitu menyadari betapa Nina sangat berusaha keras mengingat apa yang gadis itu pelajari. "Fungsi perlindungan," ujar Gatsa membetuli. "Aman, ya? Jadi kalo tetiba lupa lagi sewaktu ujian lisan nanti, inget-inget Giyatsa Reagan Aradana aja."
"Duh, iya deh, yang punya cinta kasih dan jiwa-jiwa melindungi!" Nina menurunkan kakinya, siap beranjak paling awal. Sebelum tubuhnya lenyap di balik pintu, Nina kembali menyembulkan kepala untuk menengok Gatsa yang rupanya masih betah tersenyum ke arahnya.
"Gue temenin lo latian senam abis jam pulang sekolah, ya!" seru Gatsa menggebu seakan Nina enggak bisa mendengar kalo cowok itu bicara hanya dengan nada suara seadanya.
𐙚 Leftover Feelings ꕮ ࣪ ׅ
nulis cerita Nina-Gatsa ini bikin nostalgic ke jaman putih abu-abu banget! buat adik-adik yg masih sekolah, enjoy selalu ya! karena enakan disuruh sekolah ketimbang menghadapi dunia sesungguhnya yang penuh dengan ke-shik-shak-syok-an ini wkwkw
Sincerely Yours,
Ichaaaa
KAMU SEDANG MEMBACA
leftover feelings
Подростковая литератураIni tentang Giyatsa Reagan Aradana dan Niana yang keliatannya betah-betah aja kejebak HTS. Gatsa suka Nina, dan Nina melakukan hal yang sama. Tapi setelah ditelaah, definisi suka bagi Gatsa dan Nina sepertinya berbeda. Gatsa juga udah kenyang sekali...