𐙚 Leftover Feelings ꕮ ࣪ ׅ
"Durhaka lo Niana. Durhaka!"
Menyentuh sudut bibirnya yang berdenyut perih, Nina mengupayakan untuk berdiri sendiri meski sedikit terhuyung dan hampir limbung kembali. Lututnya masih lemas, diperparah kinerja jantungnya kian ricuh.
Jauh sebelum kembali ke rumah, Nina telah menyembunyikan benda yang barangtentu membikin ayahnya silau. Kali ini adalah arloji bermerk yang baru dihadiahkan oleh Gatsa beberapa jam lalu. Jika sampai ayahnya melihat, pria itu bisa gelap mata merampasnya dari tangan Nina. Enggak peduli sekeras apa Nina memohon agar ayahnya berhenti, selalu ada luka yang membekas. Entah itu fisik maupun batinnya.
"Ini pertahanan! Bukan melawan apalagi mau jadi anak durhaka." Nina meruntutkan pembelaan. "Biar enggak ada berita di mana seorang anak mampus di tangan orangtuanya sendiri."
"BERISIK!" sebuah botol terlempar ke sembarang arah. Ah, tepatnya sengaja terarah pada Nina namun dengan sigap Nina menghindar. Nina berhasil melindungi kepalanya, namun pecahan kaca dari botol miras sialan itu berhasil menancap di telapak kakinya.
Dengan susah payah menahan erangan hingga matanya refleks memejam erat-erat, Nina menyingkirkan serpihan botol yang melukai kakinya cukup dalam. Bisa saja Nina membalas kontan apa yang dilakukan oleh ayahnya. Namun Nina masih cukup—bahkan sangat mampu bersikap waras di tengah-tengah kekacauan ini.
"Mending lo berhenti sekolah dah." Bagja—pria dipenghujung kepala tiga itu—meraba-raba lantai hendak memungut pemantik. "Sekolah nggak bikin lo pinter. Mana pernah enggak naik kelas juga. Lo ikutin jejak dia aja noh, Na! Sekejap mata bisa ngasilin duit banyak."
Sosok perempuan yang hanya terpaut beberapa tahun dengan Bagja kontan tersenyum jenaka. Kehadirannya di rumah selalu sama, datang sebagai penonton setia. "Udah gue tawarin, kok. Belum mau dianya. Lo kurang keras kali ke anak lo. Next kayaknya harus lebih bangsat daripada ini."
Nina menyandarkan tubuh pada tembok yang teksturnya enggak berubah, sama kasarnya dengan sikap orang-orang yang menumpang teduh di dalamnya. Ia menengadah, menatap kosong atap rumah yang memprihatinkan. Apabila kemarau, terik matahari bisa menyusup begitu aja lewat celah-celah seng yang berkarat. Sungguh menyengat. Dan begitu hujan deras tiba, Nina akan menikmati suguhan air terjun dari atap-atap yang berlubang seraya membuang air dalam baskom berselang tiga puluh menit sekali.
Nina tercenung. Mengapa di dunia yang menghadirkan banyak sekali bermacam-macam situasi ini, label durhaka seakan cuma diperuntukkan bagi anak-anak yang bersikap buruk kepada orangtua? Lalu bagaimana jika yang terjadi justru sebaliknya? Apakah memaklumi dan memaafkan perlakuan orang dewasa yang alih-alih memberi perlindungan malah bertubi-tubi meninggalkan rasa enggak aman merupakan satu-satunya pilihan yang ada?
Nina mengusap sesuatu yang terasa basah hampir melintasi pipinya. Kendati terseok-seok dengan satu tangan bertumpu pada dinding sepanjang mengambil jarak dari sang ayah yang masih meracau enggak jelas, Nina akhirnya sampai di ambang pintu untuk meraup napas sedikit lebih bebas.
"Kok bisa, ya, timing-nya tepat terus?" perempuan yang gemar memakai baju kurang bahan itu tau-tau aja udah berada di teras, mengisap rokok penuh peresapan. "Setiap gue ke sini, pasti dapet tontonan action gratis. Udah gitu pemainnya sama-sama keren. Enggak ada yang mau mokad duluan." Jemari lentik dihiasi nail art 3D berwarna merah mahogany itu menjentikkan rokok secara serampangan hingga abunya berterbangan di lantai. "Tapi kalo akhirnya entar lo yang is dead paling pertama, gue nggak kaget, Nin."
Nina tertawa. "Sisa berapa, deh, utangnya dia ke kamu?" walaupun hubungan mereka bertiga memburuk, Nina masih sangat mengerti batasan untuk enggak balas menggunakan kata "lo-gue" kepada orang yang lebih tua. Apa lagi dulu Jani adalah sosok yang pernah Nina sangka betul sebagai ibu kandungnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/374144762-288-k211157.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
leftover feelings
Подростковая литератураIni tentang Giyatsa Reagan Aradana dan Niana yang keliatannya betah-betah aja kejebak HTS. Gatsa suka Nina, dan Nina melakukan hal yang sama. Tapi setelah ditelaah, definisi suka bagi Gatsa dan Nina sepertinya berbeda. Gatsa juga udah kenyang sekali...