𐙚 Leftover Feelings ꕮ ࣪ ׅ
"ATTENTION GUYS, ATTENTION! Uprak Penjas nanti kata Pak Wawan fix senam aerobic. Terdiri dari dua tim, tim putra dan tim putri. So, segenap warga 12 IPS 5 mohon banget kudu prepare dari sekarang!"
Berita yang datang dari Trias—sang ketua kelas—disambut beragam respons. Mulai dari ujug-ujug segerombolan anak cowok parodi senam sekon itu juga, high-five ria dari sirkel anak cewek di barisan tengah, hingga dengkusan keras sirkel lain di barisan paling ujung dekat pintu.
"Nin! Paham kan, ya?" Trias mengode sosok yang duduk sendirian di pojok belakang. "Kita selangkah lebih maju! Kalo kelas lain pada masih sibuk nyari tempat sama nyari pelatih, kita udah punya Bro Gat dengan lapangan indoor private-nya dan Kak Niana si instruktur senam andalan Gantara yang bakal jadi pelatih cuma-cuma. WHAT A GOAT!"
Riuh tepuk tangan seketika mengguncang seisi ruangan.
"Ewh! Enggak banget dilatih sama LC."
"Mulaaai." Trias, anak cewek yang berpenampilan agak tomboi tersebut lantas melengos panjang. "Redam dulu dendam kesumat lo yang enggak mendasar itu, Yar! Ini demi kepentingan bersama."
"Tauk dah!" Greg menyambar. "Rukun-rukun ajalah. Toh kelas 12 sekejap mata bakal kelar."
"Halah! Diem lo, Ge. Lo sok bijak begitu karena temen sebangku Gatsa doang." Yara didukung dengan ketiga antek-anteknya makin menjadi begitu enggak sengaja berkontak mata dengan Gatsa yang baru aja memandangi Nina diam-diam. "Apa lo, Gat? Udah sering kan lo dapet jatah dari si Niana biduan itu?!"
"Kepo banget, Yar, kayaknya," timpal Gatsa dengan senyum simpul yang tersemat. Ia melangkah tenang menuju meja yang ditempati oleh seseorang yang bahkan bernapas aja tampaknya salah mulu di mata Yara dkk.
"Oke, bentar. Gue punya ide paling brilian di abad ini." Nina akhirnya buka mulut. "Kalo betul-betul seogah itu latihan bareng gue, entar gerakan senamnya lo pelajarin dari Fanny dan Celine aja. Beres, kan?" Nina menyipitkan matanya ke salah satu anggota geng Yara. "Apa lo sama Celine juga mogok latihan bareng gue, Fan?" lalu tatapan Nina berhenti kembali pada Yara. "Lagian kenapa, sih, lo nyenggol gue mulu? Gue jadi curiga kalo elo sebenernya care berat deh ke guenya, Yar."
"Najis! Siapa yang mau temenan sama biduan."
Nina kontan cekikikan pelan. "Yakin nih, Yar? Emak lo dan temen-temennya aja klop banget ke gue."
"Biar kenapa? Biar punya akses ke pejabat buat dijadiin sugar daddy? Kasihan banget, Nin. Segitunya nyari uang buat biaya SPP."
"Anjir Fan! Enggak cuma otak, tapi mulut juga ikut disekolahin." Trias terperangah enggak habis pikir. "Lo lo pada sadar nggak, sih? Dengan ngomong seenak jidat begitu bisa ngegiring opini dan bikin kelas kita makin enggak solid. Predikatnya doang anak IPS! Jiwa-jiwa sosialnya malah zonk abis."
"Makrab kata gue mah! Kelas ini perlu makrab." Usulan itu datang dari Valiant—cowok yang tergabung dalam klub PA sama seperti Gatsa.
"Nah!" Greg, Trias, dan sebagian besar warga IPS 5 menunjukkan reaksi spontanitas yang serupa.
"Abis jam terakhir jangan pada cabut dulu gais! Kita rapat kecil-kecilan buat makrab yang fokus utamanya taun ini bikin Yara dkk., dan Niana enggak tubir lagi. Terus especially buat Niana...," Trias sejenak menahan napas. "Please, makrab kali ini dateng, Kak. Udah dua kali kelas kita makrab lo absen mulu."
Gatsa yang telah berada di samping Nina dapat melihat gadis itu hanya menyengir kecil lalu kembali sibuk merangkum materi Geografi di buku catatannya.
"Udah waktunya kita tukeran playlist lagi nggak sih, Na?" Gatsa menumpukan kedua tangannya di atas meja, membiarkan kepalanya merebah cukup nyaman di sana untuk bebas memerhatikan Nina.
"Oh iya!" Nina melepaskan tws yang menyumpal telinga kirinya. "Nanti aja, deh. Gue kirim link-nya di WA, ya." Teringat akan sesuatu, cewek kidal itu melepaskan pulpen dari tangannya. "Eh udahan dong, invite gue ke grup keluarga lo. Gue bisa langganan musik digital sendiri tauk!"
"Nope. Biar pas enam. Mama, Papa, Gani, Gelar, Gatsa, dan Niana!"
"Sankyu selalu, ya, buat Gatsa sekeluarga!" kendati masih merasa enggak enak hati, Nina nggak lupa untuk mengangguk sambil meletakkan telapak tangannya di depan dada.
Bersama Nina, layaknya lagu-lagu kesukaan, senyum Gatsa mampu tersetel begitu aja. Gatsa mengambil sebuah pena nganggur dari dalam kotak pensil berikut dengan origami yang senantiasa tersedia di atas meja cewek itu.
"Na, coba liat."
Dengan tenang, Nina mengangkat wajahnya. Tampak tangan besar Gatsa perlahan bergeser hingga menyembulkan sebuah kata yang berhasil membuat Nina seketika melotot.
FUCK—
"Astaga, Gatsaaa! Lo ngap—"
"Masih ada lanjutannya, Niana." Gatsa tertawa. Tangannya udah menjauh sepenuhnya dari kertas berwarna hijau itu. Lalu satu kata yang betul-betul propokatif dan hampir membuat Nina murka tersebut menjelma sebaris kalimat utuh.
Fuck. I think I'm falling for you.
"Gatsa s-nya kadang-kadang sialan," desis Nina dengan kejengkelan yang lamat-lamat luruh. Menarik napas penuh peresapan, Nina mengubah posisi duduknya sedikit menyerong. Cewek yang biasa membikin rambutnya bergaya ponytail itu mulai melakukan gerakan isyarat. Pertama, sepasang telunjuknya mengarah ke diri sendiri. Kedua, kesepuluh jari Nina saling bertemu membentuk emoji cinta. Dan ketiga, telunjuk kanannya dengan tangkas mengarah kepada Gatsa.
Gatsa tertawa, lebih keras dan tambah girang. Gatsa paham sekali gerak-gerik yang Nina hasilkan barusan sebab persis meng-copy paste gerakan si pemilik lagu di sebuah platform musik yang penggalan liriknya baru aja ia pinjam.
"Nggak, nggak bisa. Ini gue udah beneran tenggelam." Gatsa menyeka ujung matanya yang tau-tau aja berair karena keasikan digagahi tawa.
"Gombal bener!" Nina ikut tertawa walau sekadarnya. "Lagi yang entah keberapa kali ... thankyou udah confess." Nina mendekatkan bibir ke telinganya untuk berbisik. "Emang, ya, si Gatsa ini enggak pernah selamat dari pesona cewek lebih tua."
"Spesifikin lagi dong, Kak."
"Oh, okay! Tepatnya ke Niana aja."
Gatsa mengangguk semangat. Sejurus kemudian, senyum itu raib. Berganti menjadi lebih serius dan riak kekhawatiran muncul ke permukaan saat menemukan kejanggalan. "Jidatnya kenapa?"
"Aaah ... ini benjol gegara kepentok ujung meja semalem. Tapi udah agak kempes kan, ya?" Nina mengusap-usap pelan keningnya sendiri sambil menyeringai.
"Kok bisa?"
"Ya bisa dong! Namanya juga insiden. Gimana, sih?!" Nina meladeni keingintahuan sekaligus kecemasan Gatsa dengan antengnya. "Rumah gue kehabisan token listrik tengah malem. Karena kondisi ruangan tetiba gelap gulita, gue yang udah hati-hati mau ke dapur malah kesandung sesuatu di lantai dan dalam sekejap aja jidat gue kebentur sudut meja yang tajem. Tapi tenang aja. Perih dikit enggak ngaruh!"
"Masa insiden mulu? Itu rumah apa jalan raya deh, Na," sela Gatsa skeptis. Ini bukan pertama kali, melainkan sudah berkali-kali terjadi. Malah pernah ada yang lebih parah menimpa Nina. Dan yang paling membekas di ingatan Gatsa adalah sewaktu mata kanan dan sekitaran pelipis gadis itu memar-memar merah kebiruan. Sialnya, sampai kini Nina tetap memiliki beraneka jawaban yang masuk di akal.
"Ya ... rumahlah!" Nina terkekeh. "Sama halnya kayak jalan raya, kadang lengang kadang bising juga, Gat."
𐙚 Leftover Feelings ꕮ ࣪ ׅ
yeay, aku update kembali! maaf untuk slow update, ya. tapi aku pastiin bakal ngelarin cerita si Spiderman-nya Niana ini sampai ending.
oiya, fyi lirik lagu yang dimaksud Gatsa itu Tsunami dari Niki. ada yang ketebak kah? 🥂
see u, luv!
Regards,
Ichaaaaa
KAMU SEDANG MEMBACA
leftover feelings
Teen FictionIni tentang Giyatsa Reagan Aradana dan Niana yang keliatannya betah-betah aja kejebak HTS. Gatsa suka Nina, dan Nina melakukan hal yang sama. Tapi setelah ditelaah, definisi suka bagi Gatsa dan Nina sepertinya berbeda. Gatsa juga udah kenyang sekali...