05. Hatred of the Left

257 34 5
                                    

Kapten TNI AD Sumargono, salah satu ajudan Pak Nas mengendarai mobil sedan milik Pak Nas dengan perasaan tegang. Dia beberapa kali melirik kearah atasannya yang duduk dengan tatapan yang datar, namun Sumargono tahu Pak Nas sebenarnya sedang menahan amarahnya setelah kabar yang tidak mengenakkan dari Hamdan.

Saat sudah menyelesaikan shalat Ashar dan bersiap untuk pulang, Pak Nas mendapat telfon dari Hamdan. Hamdan memberi tahu perihal Elizabeth yang membuat Pak Nas marah besar. Bukan, bukan karena Elizabeth berbuat ulah, tapi Elizabeth yang mendapatkan tindasan dari beberapa pemuda asing hanya karena wajahnya yang begitu Eropa. Hamdan menelfon dari kantor polisi setempat ke tempat kerja Pak Nas. Pak Nas saat itu sedang berada di kantor kementrian. Mendengar sedikit kronologi dari Hamdan, itu cukup membuat Jenderal hebat itu marah. Sumargono bahkan sampai terlonjak kaget saat gagang telefon di taruh oleh Pak Nas dengan kekuatan penuh. Pak Nas memang tidak mengamuk atau berteriak, tapi dari ekspresi wajahnya yang berubah datar, Sumargono tahu Pak Nas sedang marah besar.

Pak Nas langsung meminta Sumargono untuk tidak pulang, melainkan ke kantor polisi yang sudah di sebut oleh Hamdan. Sepanjang perjalanan, Pak Nas yang biasanya mengajak Sumargono berbicara santai, malah tidak membuka pembicaraan sama sekali. Dan tentu saja, Sumargono tidak berani membuka pembicaraan di saat Pak Nas sedang tegang seperti ini. Dia takut Pak Nas akan melahapnya (waduh).

"Pak Nas ngga mungkin menghabisi orang kan hari ini?" Tanya Sumargono di dalam hatinya dengan rasa horor yang luar biasa. Karena dari sikap Pak Nas, beliau seolah-olah memikirkan sesuatu yang kejam di otaknya. Oh astaga, Sumargono! Pak Nas tidak beringas.

Sumargono memarkirkan mobilnya di setelah sampai di kantor polisi yang di bilang oleh Hamdan. Begitu Pak Nas keluar dari mobil, semua polisi yang ada di sekitar situ langsung memberi hormat dan posisi mereka tidak santai lagi. Pak Nas menyapa mereka sebentar lalu meminta salah satu petugas yang mengetahui di mana ruang pengaduan. Karena di situlah pasti keponakannya ada.

Si petugas langsung mengantarkan Pak Nas ke ruang pengaduan. Sumargono langsung mengikuti Pak Nas yang jalannya benar-benar sangat cepat. Jaga-jaga, takut Pak Nas benar-benar akan mengamuk jika sudah benar-benar sampai di ruang interogasi.

___

Hamdan beberapa kali membentak pemuda yang berhasil mereka amankan karena tindakan kekerasan yang di lakukan ke Elizabeth. Para staf kepolisian gagal untuk menenangkan Hamdan yang terlihat marah besar. Soepardan dan Effendi yang juga berusaha menenangkan Hamdan malah juga kena bentakan maut komisaris polisi itu. Hamdan bukan hanya takut Elizabeth mengalami luka parah, tapi dia juga takut di marahi habis-habisan oleh Pak Nas karena gagal menjaga Elizabeth.

Total, ada lima orang yang berhasil mereka tangkap. Si pentolan ternyata bernama Pangestu. Namanya bagus, tapi kelakuannya benar-benar membuat siapapun pasti naik darah.

Dia tadi koar-koar seolah-olah adalah seorang raja hutan, tapi saat dirinya mengetahui dia berurusan dengan siapa, kini dirinya seperti seekor anak kecing yang trauma karena habis di siksa. Orang tuanya beserta orang tua teman-temannya juga sudah di hubungi untuk berurusan langsung dengan kepolisian dan Pak Nas tentunya.

Elizabeth sedang berada di samping meja polisi yang di dudukki oleh Pangestu beserta para minionnya tadi. Pierre sibuk mengobati lutut Elizabeth yang terluka. Dia juga sama marahnya seperti Hamdan, tapi saat ini dia lebih memperdulikan kondisi Elizabeth. Elizabeth beberapa kali meringis saat alkohol menyentuh lututnya itu. Pierre dengan telaten mengobati Elizabeth, dia sesekali ikut meringis saat Elizabeth juga meringis.

"Elizabeth!" Suara Pak Nas langsung membuat semua anggota kepolisian yang ada di sana langsung memberi hormat. Soepardan, Hamdan, Effendi dan Pierre juga memberi hormat kepada Pak Nas. Pak Nas langsung menghampiri keponakannya yang sedang duduk itu. "Ya Allah, nduk. Kamu ngga apa?" Pak Nas mengecek tubuh keponakannya itu dari atas kebawah dengan tatapan khawatir. Elizabeth menggeleng dan tersenyum. "Izzie ngga apa-apa, om. Ini cuman luka kecil," Pak Nas mengusap kepala Elizabeth, tatapannya sangat khawatir meskipun keponakannya itu hanya mengalami luka yang kecil. "Nanti di bawa ke dokter ya, nak," Elizabeth buru-buru menggeleng, dia merasa dia tidak perlu ke dokter. Luka ini tidak akan besar, ibarat seperti anak kecil yang jatuh dari sepeda. "Ngga perlu, om. Ini cuman luka biasa, di obatin sama Mas Pierre pasti langsung sembuh," semburat merah langsung muncul di pipi Pierre saat Elizabeth mengatakan hal itu. Pak Nas menoleh ke arah Pierre yang memegang sebotol alkohol dan kapas.

Elizabeth's Past Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang