11. Nightmares and Declarations of Love

317 36 9
                                    

"NASUTION PENGKHIANAT! MENGURUS SEORANG DARAH PENJAJAH!"

"MATI SAJA KAU SEHARUSNYA!"

"DARAH PENGKHIANAT! LEBIH MENJIJIKKAN DI BANDING SEEKOR ANJING!"

"MASIH BERANI HIDUP DI TANAH INI, MAU SEPERTI MOYANG KAMU, HAH?!"

"GADIS LONDO, MATI SAJA KAMU DAN MEMBUSUKLAH DI NERAKA!"

"KATAKAN, DI MANA NASUTION HEI KAU PELACUR!"

BUGH!

Darah segar mengalir deras dari mulut gadis itu saat senapan di hentak kuat ke perutnya itu. Membuat Pierre berteriak histeris melihat pemandangan mengenaskan itu. Tubuh lemah, wajah penuh luka dan lebam yang sangat parah dan bisa saja itu akan mengalami kerusakan parah, beberapa area yang berdarah, beberapa kali di pukul menggunakan senapan, tangan yang memiliki luka bakar karena di sundut oleh rokok aktif. Gaun putih yang di pakai gadis itu benar-benar sudah bercampur dengan darah dan tanah. Rambutnya bahkan sudah rontok dan sangat rusak.

"Elizabeth!" Pierre menangis sesak, dia tidak bisa berbuat apa-apa, tubuhnya juga sama terluka dan sakit seperti Elizabeth. Dia juga terikat. Tapi, dia jauh lebih sakit melihat kondisi Elizabeth. Gadis itu tidak menangis, hanya diam saat orang-orang biadab itu terus menghantam tubuhnya yang tidak berdaya dengan berbagai cara. Orang-orang memakinya sangat kasar karena dirinya yang memiliki fisik yang sangat Eropa, alias londo. Bahkan terang-terangan juga mengatakan Pak Nas adalah pengkhianat hanya karena dirinya mengasuh keponakannya yang berwajah Eropa.

"Bergunalah sedikit, bodoh! Katakan, di mana pamanmu itu?! Ayo jawab!" Pierre menatap tajam dan penuh dendam kepada seorang prajurit yang menoyor kepala Elizabeth dengan kasar. Tak sampai di situ, si prajurit menjambak kasar rambut Elizabeth, memaksa gadis lemah itu untuk mendongak. Nafas Elizabeth memburu tidak karuan, dia benar-benar berada di ambang kematian. Pierre sudah beberapa kali berteriak, memanggil nama Elizabeth, bahkan memohon untuk melepaskan gadis itu. Tapi entah kenapa, semua orang di sana seperti tidak mendengar apa yang dia katakan. "Jawab atau ku pecahkan kepalamu ini, nona?!" Elizabeth sama sekali tidak menjawab pertanyaan orang itu. Dia justru mendongak dan menatap Pierre, dia memberi senyumnya yang terlihat begitu tenang. Dengan suaranya yang lemah, mulut Elizabeth bergerak tanpa suara. Pierre melihat pergerakan mulut gadis itu, Elizabeth mengatakan 'Cintaku'. Tapi, sebelum Elizabeth menyelesaikan gerakan mulutnya...

DOR!

"ELIZABETH!"

"YER!" Pierre tersentak kaget saat goncangan kuat menghantam bahunya dan teriakan seorang wanita. Dia melihat ke arah sekitar yang ternyata adalah kamarnya. Dia melihat Mitzi berada di samping tempat tidurnya dengan tatapan heran. "Kamu kenapa, Yer? Kok manggil-manggil nama Izzie?" Pierre yang masih syok dengan apa yang dia alami langsung bangkit dari kasurnya, menyambar jaket dan kunci motornya. Menghiraukan pertanyaan dan panggilan Mitzi. Pierre seolah masih belum sadar bahwa dia mengalami mimpi.

Pierre berjalan ke arah parkiran rumahnya lalu duduk di atas motor ducatti miliknya. Menyalakan mesin lalu segera meninggalkan pekarangan rumahnya dengan kecepatan yang cukup tinggi. Pierre membawa motornya ke arah Hotel Candi Baru, tempat Elizabeth menginap bersama keluarga Nasution selama liburannya di Semarang.

Sepanjang perjalanan, nafas Pierre memburu tidak karuan. Tubuhnya gemetar, berkeringat dan otaknya masih terbayangkan soal bunga tidur yang mengerikan tadi. Pierre benar-benar seperti masih di alam mimpi. Mimpi itu terasa sangat nyata untuknya.

Sekitar sepuluh menit kemudian, Pierre sudah berada di depan gerbang Hotel Candi Baru, dan kebetulan yang sempurna, Elizabeth terlihat memasuki hotel tersebut, dia menenteng sekantong kue pasar dan beberapa kudapan. Elizabeth mengenakan gaun tidur putih, penampilannya seperti orang yang baru bangun tidur.

Elizabeth's Past Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang