About Elizabeth

445 59 0
                                    

Elizabeth Antoinette Helma Boulet, di lahirkan pada 19 Mei 1944 di Paris, Perancis. Ibunya adalah Surati Nasution, seorang perempuan berdarah batak muslim yang merupakan sepupu langsung Jenderal Abdul Harris Nasution yang merupakan Jenderal sekaligus Menteri Pertahanan Indonesia di tahun 1959 hingga 1966. Ayahnya adalah Évrard Boulet, seorang jurnalistik berkebangsaan Perancis-Inggris. Orang-orang terdekatnya memanggilnya Izzie. Dia yang membuat nama panggilan itu sejak kecil, karena menurutnya jika menyebut nama aslinya itu terlalu panjang.

Ayah dan ibunya bertemu pada tahun 1939 saat ayahnya, yaitu Évrard yang merupakan seorang jurnalis sedang meliput keadaan Hindia-Belanda pada saat itu sekaligus menjalani hobinya yang suka berjalan-jalan keliling dunia di setiap libur natal dan tahun baru. Mereka menikah pada 1941 dan Surati di boyong ke Perancis dan tinggal di sana. Meskipun Perancis benar-benar berada di tangan Jerman pada masa itu, Surati dan Évrard hidup cukup aman, karena komplek tempat mereka tinggal tidak rawan konflik atau tidak menjadi sasaran para pasukan Jerman pada saat itu. Hidup mereka juga sangat berkecukupan, karena selain bekerja sebagai Jurnalis, Évrard juga meneruskan pabrik coklat milik ayahnya, sedangkan Surati juga membuka usaha toko kue yang cukup terkenal di kawasan itu.

Pada tahun 1944, mereka di karunai seorang putri yang mereka beri nama Elizabeth. Hidup mereka semakin sempurna semenjak kehadiran Elizabeth.

Namun, tujuh tahun kemudian, lebih tepatnya pada 1951, Évrard meninggal dunia karena serangan jantung mendadak. Membuat Surati di landa frustasi yang begitu besar karena harus mengurus Elizabeth seorang diri. Di usianya yang masih tujuh tahun, Elizabeth harus menerima kenyataan bahwa ayahnya tidak akan pernah melihatnya tumbuh dewasa. Semenjak kematian Évrard, kehidupan Elizabeth dan ibunya cukup kacau, terutama di masalah ekonomi. Surati kurang handal mengurus bisnis coklat milik keluarga Boulet, apalagi mengurus dua usaha sekaligus mengurus anak itu benar-benar memusingkan dan itu mengakibatkan pabrik coklat tersebut bangkrut total. Surati benar-benar merasa bersalah pada saat itu karena tidak bisa menjaga warisan yang seharusnya menjadi milik Elizabeth kelak. Hanya toko kue Surati yang bertahan dan di andalkan untuk biaya hidupnya dengan Elizabeth. Meskipun begitu, dia harus bangkit demi putrinya.

Musibah kembali menimpa tiga tahun setelah kematian Évrard, toko kue milik Surati hangus terbakar karena kesalahan karyawannya. Membuat Surati rugi besar dan bangkrut seketika. Dia memulai semuanya dari awal. Surati bekerja sebagai asisten rumah tangga di beberapa rumah orang kaya di Paris, bahkan nekat berjualan bunga atau koran demi tetap bisa makan dan membiayai sekolah Elizabeth. Surati selalu berjuang agar putrinya tidak hidup sengsara berkelanjutan.

Namun, kesengsaraan Elizabeth bertambah. Surati meninggal dunia akibat kecelakaan karena di tabrak seorang pemabuk saat tengah berjualan bunga di pinggir jalan di awal musim dingin Perancis pada Desember 1957. Meninggalkan Elizabeth yang pada saat itu berusia tiga belas tahun.

Mendengar sepupunya meninggal dan keponakannya kini menjadi yatim-piatu tanpa ada wali di sisinya karena kakek-nenek dari pihak ayah dan ibunya sudah meninggal di tambah kedua orang tuanya adalah anak tunggal, Jenderal Nasution atau kita sebut saja Pak Nas membawa Elizabeth ke Indonesia. Pak Nas dan istrinya, Ibu Johanna atau Bu Nas menjadi wali resmi Elizabeth setelah kematian Surati. Mereka mengurus Elizabeth seperti putri mereka sendiri. Memberikan kasih sayang yang sama seperti yang mereka berikan kepada dua putri kandung mereka, Hendrianti dan Ade.

Elizabeth merasa beruntung, karena setelah kematian ibunya itu, sang paman dan istrinya benar-benar sangat memperdulikannya. Dia tidak sendirian dan menderita meskipun tanpa kehadiran orang tuanya.
Pada usia lima belas tahun, Elizabeth mendapat tawaran beasiswa dan kesempatan untuk bersekolah di Inggris. Dia tinggal di Inggris dari tahun 1959 hingga kelulusan SMA-nya pada 1962. Dia tidak melanjutkan pendidikan Universitas-nya di Inggris, melainkan akan melanjutkannya di Indonesia. Di tahun yang sama, Elizabeth di terima masuk Universitas Nasional, dia memilih jurusan Hubungan Internasional.

Pada 1965, Elizabeth bertemu pertama kalinya dengan Pierre Tendean, ajudan baru pamannya yang masih muda dan sangat berprestasi. Elizabeth jatuh cinta pada Pierre, meskipun baginya Pierre itu terlalu kaku dan terlalu tegas. Pierre menyatakan cintanya di tanggal 25 September 1965, lima hari sebelum peristiwa berdarah itu.

SAYANG SERIBU SAYANG, lagi-lagi orang yang Elizabeth cintai kembali di renggut oleh Yang Maha Kuasa. Pierre gugur di peristiwa G30S yang di dalangi oleh PKI. Membuat Elizabeth kembali merasa frustasi berat, apalagi kematian Ade di tanggal 6 Oktober juga mempengaruhi akan hal itu.

Banyak orang berfikir Elizabeth akan pulih dari kematian Pierre meskipun waktu bertahun-tahun. Pak Nas dan Bu Nas juga yakin akan hal itu. Elizabeth akan menikah dan melanjutkan hidupnya meskipun membutuhkan waktu yang lama setelah kepergian Pierre. Orang berfikiran, cinta anak muda pasti akan hilang seiring berjalannya waktu. Tapi nyatanya, Elizabeth tidak pulih setelah kematian Pierre. Dia tidak bisa bangkit dan melirik pria manapun. 

Pak Nas dan Bu Nas berusaha untuk menjodohkan Elizabeth dengan beberapa anak kenalan mereka atau para prajurit muda yang sangat cemerlang, namun semua itu selalu gagal. Elizabeth selalu menolak hal itu, dia memutuskan untuk tidak menikah hingga akhir hayatnya, setia pada cintanya untuk Pierre. Hingga akhirnya Pak Nas menyerah, dia membiarkan Elizabeth menentukan pilihannya sendiri.

Hingga menginjak usia senja, Elizabeth tetap hidup tanpa pasangan. Pierre tidak akan pernah tergantikan oleh pria manapun. Sepanjang usianya, Elizabeth selalu menyempatkan untuk mengunjungi makam Pierre.

Nama Elizabeth selalu tercetak di buku-buku Biografi Pierre. Sudah banyak yang tahu kisah cinta mereka, banyak orang yang kagum terhadap sosok Elizabeth yang memiliki cinta yang begitu besar dan kesetiannya pada Pierre hingga usia senjanya.
Jika Elizabeth bisa kembali ke masa lalu, dia sangat ingin menyelamatkan Pierre sekaligus Ade. Tidak perduli bahwa hal itu mengubah sebuah tatanan sejarah. Dia lelah, sangat lelah menghadapi sebuah takdir pahit bahwa setiap orang yang dia cintai selalu di renggut oleh takdir yang sangat tidak dia inginkan. Entah apa yang dia lakukan di kehidupan sebelumnya hingga Tuhan selalu menghukumnya seperti ini.

Elizabeth's Past Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang