Perwira yang tidak mengerti adat jawa dan Gadis yang suka disco

2.3K 99 12
                                    

Melalui emisario (utusan khusus)-yang sebenarnya berfungsi semata-mata untuk mencegah kehilangan muka-ada pemberitahuan bahwa keluarga Sumitro Djojohadikusumo sudah dapat datang melamar ke keluarga Soeharto. Sebelumnya Sumitro telah memutuskan bahwa ia akan datang melamar tanpa menggunakan bahasa Jawa priyayi (kromo inggil), melainkan dengan bahasa Indonesia. Pikirnya kala itu, "Isteri saya orang Minahasa, bukan Jawa, jadi nggak mengerti bahasa Jawa. Saya ingin siapa pun, termasuk besan saya, harus menghormati isteri saya. Kalau nggak mau, ya, nggak apa-apa. Kalau mereka menganggap ini kurang sopan, ya, that's too bad."
Dalam jawaban atas lamaran yang disampaikan Sumitro, maka Soeharto menjawab, "Pak Mitro, tentu kita betul-betul merasa bahagia, tapi saya harus bicara juga sama kedua anak ini terlebih dahulu untuk kasih nasehat. Bagaimanapun juga, pasti masyarakat luas akan menyoroti ini, mengingat saya sebagai kepala negara dan Pak Mitro sebagai cendekiawan terkemuka."
Sumitro memahami "kecemasan" Soeharto mengingat dua anak ini: yang satu seorang perwira tapi tak mengerti adat Jawa, dan yang wanita masih suka disco.

Prabowo ragu apakah titiek benar ingin menikah dengannya, sebab sudah terlalu banyak yang ikut campur. Terlebih lagi yang mengatur semua hal yang terkait dengan mereka bahkan bukan mereka berdua langsung. Terlalu banyak utusan-utasan yang prabowo sendiri tidak kenal. Ia ingin memastikan apakah titiek benar-benar ingin melangkah lebih jauh dengannya. Apalagi lampu hijau lamaran sudah dipertanyakan ayahnya.
Ia akhirnya memutuskan untuk menitip selembar surat pada salah seorang teman. Saat menerima surat itu, titiek sempat deg-degan dengan isinya. Selembar kertas seukuran buku itu ternyata hanya berisi beberapa baris kalimat.
"Aku ingin diakui,
Aku ingin mengakui,
Aku tidak bisa hanya menyimpan nama didalam hati, tampa bisa aku nikahi"

Tidak ada lamaran romantis, tidak ada kata-kata puitis. Namun titiek begitu gembira. Senyum mengembang diwajahnya. Ia sempat bingung sejenak, menyakinkan hati sejenak. Sebelum ia memutusnya sikap dan jawabannya. Prabowo mendapat telpon selesai apel pagi hari,
Prabowo sempat deg-degan juga dibuatnya,
"Silahkan datang melamar mas" ucap titiek penuh lembut. Sekilas senyum sempat terukir di bibirnya hingga ia berkata "Baik, saya dan keluarga akan segara datang untuk melamar" kemudian menutup telponnya.

Singkat cerita keluarga Soeharto menerima lamaran keluarga Sumitro dengan baik dan dengan penuh sikap hormat. Terlebih-lebih Ibu Tien terlihat amat bahagia. Mungkin sudah lupa olehnya bagaimana "luka-luka" tempo hari ditolak Sumitro ihwal impor cengkeh.

Namun ada hal mengganjal yang terjadi saat prosesi lamaran itu berlangsung, yang menjadi pikiran soemitro.
Dalam acara itu, Soeharto bercerita mengenai masa kecilnya yang suram. Ketika ia masih berusia tiga bulan dalam kandungan, ibunya memutus kan untuk meninggalkan hal-hal keduniawian. Wanita itu me- nempuh jalan hidup spiritual. Setelah lahir, Soeharto kecil pun dibesarkan oleh familinya. Diacara yang bahagia itu calon besan soemitro itu justru menceritakan kisah pedih padanya. Sumitro merasa kisah Soeharto itu aneh. Apa maksud- nya? Dia pun bertanya pada sosok yang lebih bijak, yaitu ibundanya.

"Itu berarti, kamu nggak boleh menegur terlalu keras kalau ia memberi fasilitas kepada anak-anaknya. Ia tak ingin anak-anaknya menderita seperti dia. Apa pun anak-anaknya minta, akan diluluskan," ujar Ibunda Sumitro memberi pen- jelasan dengan bijak.
Saat itu, kiprah anak-anak Soeharto sudah menjadi per- hatian masyarakat. Mereka mulai belajar berbisnis. Tetapi,sudah ada tanda-tanda bahwa kiprah bisnis mereka tidak di- landasi profesionalitas. Mereka terlalu mengandalkan fasi- litas dan privilege. Ada sosok lain yang pernah "menegur" Soeharto. Jen- deral L.B. Moerdani pernah memperingatkan Soeharto ten- tang hal ini ketika mereka sedang main biliar bersama-sama. Soeharto langsung menghentikan permainannya. Ini menun- jukkan, sepak terjang anak-anaknya adalah masalah yang sa- ngat sensitif bagi Soeharto. Sejak itu, Soeharto percaya bahwa Jenderal L.B. Moer- dani memiliki agenda tersembunyi kepadanya.
Setelah cukup lama berfikir, Demi putra yang dikasihi nya itu soemitro mau mengalah dalam hatinya.

KESETIAANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang