Dilema

1.1K 86 14
                                    

15 menit kemudian terdengar suara gagang pintu yang terbuka, saudara-saudara titiek datang kesana. Melihat kedatangan saudara-saudaranya titiek memalingkan wajah dam berusaha menghapus air matanya.
"Ngapain kamu nangis tiek?" Tanya bambang.

"Sudah bilang sama orang itu?" Tanya sigit.

Tutut duduk disamping titiek menghampirinya, "apa kata bowo tiek?" Tanya tutut lembut pada sang adik.

"Mas bowo tidak mau mba, titiek sudah coba minta baik-baik" jawab titiek lirih.

"Ngapain minta baik-baik sih tiek, harusnya kamu lebih keras. Segera putuskan kamu ada disini mana tiek." Balas bambang.

"Saya sudah coba mas, titiek sudah ngomong. Tapi mas bowo pergi begitu saja" jawab titiek sambil menangis.

"Kamu tidak anggap kami tiek? Kamu tidak sayang bapak!" Ucap sigit.

"Kenapa mas bilang begitu? Titiek sayang bapak." Jawab titiek.

"Satu indonesia juga sudah anggap berakhir hubungan kalian. Tidak ada yang mengakui pernikahan kalian lagi. Bahkan disaat sakit bapakpun mempertanyaan status kamu dan bowo itu, bapak tidak akan tarik kata-katanya tiek. Pantang bagi seorang kesatria" balas sigit lagi.

"Sudah. . Sudah. Jangan selalu salahkan titiek." Bela tutut.
"Tiek, bagaimana kalau kita urus lagi kepengadilan mumpung bowo juga masih di indonesia. Mba yakin dia tidak akan mengelak lagi kali ini, apalagi kamu yang sudah meminta secara langsung" pinta tutut.
Mendengar hal itu titiek menangis lagi dengan suara pelan.
Melihat hal itu bambang jadi emosi. "Ahhh. . Sudah begitu banyak masalah yang keluarga kita hadapi, sementara tomy dan kamu menambah masalah dan beban bapak" hardik bambang menggebrak meja hingga kacanya pecah.
Melihat hal itu tutut memeluk titiek dengan erat. "Sadar dek, istigfar" ucap tutut cepat kepada bambang.

"Saya sedih mba, saya heran mengapa titiek begitu membela si bowo itu. Ia pengkhianat, ia memghancurkan kita dari dalam. Datang sebagai keluarga ternyata punya niat lain, saya yakin cintanya pada kamu juga dari awal cuma tipuan tiek" ucap bambang lagi.

Sigit berlutut diantara tutut dan titiek, ia menggenggam tangan titiek dengan erat. "Tiek, bapak sedang pusing memikirkan tomy. Bisakah kamu meringankan beban bapak dengan menyelesaikan urusanmu dengan bowo agar bapak tidak terlalu teebebani lagi? Jujur saja kami merasa hubungan mu dengan bowo akan selalu menjadi beban bagi bapak. Prabowo juga sudah dicap sebagai penjahat saat ini, akan sangat tidak baik bagi kamu dan anakmu apabila masih memiliki hubungan dengannya" ucap sigit panjang lebar.

"Titiek percaya mas bowo tidak bersalah mas" jawab titiek.

"Tidak ada yang perduli rasa percaya mu itu tiek, masyarakat sekarang sedang kalap, bapak saja harus menerima banyak tuduhan. Coba kamu pikirkan demi kebaikan anakmu. Atau coba kamu pikirkan juga de.i kebaikan prabowo sendiri. Mas yakin dia juga kesulitan menghadapi keluarganya sendiri, mas tau keluarga Djojohadikoesoemo itu tidak menginginkan kamu lagi" balas sigit.

"Tiek, jika kamu berkenan kita kepengadilan saja" ucap tutut. Biar mba dan pengacara yang urus kamu cukup hadir saja, kali ini mba yakin bowo pasti bersedia" lanjut tutut lagi.
Mendengar hal itu titiek tambah menangis tampa suara, ia memeluk mba tututnya dengan erat, menangis dalam pelukannya.


***
Setengah perjalanan, edy bertanya "maaf pak, ini kita mau kemana?"

Prabowo membuka matanya, meletakkan satu tangan di kepalanya sambil bersender dikaca mobil melihat keluar jendela. "Kita kerumah pangdam jaya, bapak sjafri" jawab prabowo.

"Siap." Jawab edy. Ia meminta supir mengantar mereka kesana. Sampainya prabowo disana sjafri cukup terkejut kedatangan prabowo pada jam 9 malam dirumahnya. Mereka berdua masuk keruang kerja sjafri dirumahnya. Sjafri dapat melihat sahabatnya itu yang terlihat sangat kelelahan dan seolah banyak sekali beban pikiran, bahkan prabowo tidak memakai jasnya melainkan hanya memakai baju kemeja dengan dasi yang tampak berantakan didadanya.
Setelah minum dan cemilan disajikan mereka ditinggalkan berdua diruangan itu.
Edy dan beberapa ajudan prabowo maupun sjafri agak keberatan meninggalkan prabowo sendirian dengan sjafri diruangan itu, prabowo yang menyadari situasi bercanda dengan berucap "bapak sjafri ini tidak berbahaya, kalian tidak perlu khawatirkan saya dengannya.
Harusnya kalian lebih khawatirkan saya saat berdua dengan ibu, sebab ibu lebih berbahaya dari pada bapak sjafri ini" ucap prabowo. Mendengar hal itu mereka semua tersenyum dan meninggalkan mereka berdua.
Prabowo menyeruput kopinya dengan santai. Sjafri langsung saja bertanya "ada apa?"

KESETIAANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang