Kedatangan Anisha

37 25 5
                                    

"Anisha." Celetuk Zeline yang langsung menatap Zaiden.

Zaiden sedikit menjauh dari Zeline, dia melepas kedua tangannya yang menempel di bahu Zeline. Zeline mengerti, Zaiden sedang menjaga perasaan Anisha. Namun, Zaiden tak sedikit pun memahami perasaan Zeline.

Anisha langsung menghampiri mereka dengan senyuman tipis, terlihat di wajahnya memang kecewa dengan mereka. Zaiden, baru mengucap ingin mengkhitbahnya sewaktu pulang dari tarim, namun apa? Zaiden saja tidak bisa menjaga ucapannya.

"Sha." Sapa Zaiden lirih.

"Kalian, dari mana?" Tanya Anisha penasaran dan raut wajah yang penuh curiga.

"Oh, itu Sha."

Zeline terdiam sebentar, memikirkan apa yang harus dijelaskan pada Anisha, jika Zeline menjelaskan yang sebenarnya. Pasti, Anisha akan kecewa dengan Zaiden. Oh, Zeline. Ayolah, pikirkan perasaanmu juga. Jangan cuman perasaan Anisha.

"I-itu, tadi Zaiden habis ngasih, ini." Zeline menunjukkan kantong kresek pada Anisha. Padahal, kantong kreseknya hanya berisi ponsel Zeline. Dan, dia memang sengaja membawa kantong kresek, takut jika dia makan, Zeline akan muntah. Zaiden pun kebingungan dengan apa yang Zeline ucapkan.

"Bastian, tadi nitip ke Zaiden. Kamu tau kan, Zaiden pindah rumah deket aku?" Tanya Zeline pada Anisha. Anisha hanya mengangguk.

"Nah itu, Zaiden tau kalau aku lagi di rs. Jadi, dia kesini. Tadi, aku lagi ada di taman. Eh, ketemu Zaiden juga, sekalian deh. Iya kan Zai?"

Zaiden benar-benar bingung, Zeline berbicara bohong demi Zaiden? Dia tidak habis pikir dengan Zeline.

"Iya, Sha. Tadi, aku bawa titipan dari Bastian."

"Kamu, habis ngapain di rs?" Tanya Zaiden mengalihkan pembicaraan.

"Aku, habis kontrol." Jawab Anisha.

"HAH KONTROL?" Kata Zeline dengan nada sedikit keras.

Zaiden menatap ke arah Anisha. "Kontrol, apa Sha? Kamu, sakit?" Tanya Zaiden penasaran.

"Oh, engga. Ma-maksudnya itu, cek kesehatan buat persiapan ke tarim." Jawab Anisha terbata-bata. Zaiden dan juga Zeline hanya ber-oh ria.

Kini mereka sama-sama terdiam, Zeline pun berdehem agar suasana tidak mencekam. "Aku, naik dulu ya. Oh ya, Zaiden. Terima kasih, udah ngasih titipan Bastian."

"Sha, kamu pulang sama siapa?" Tanya Zeline.

"Aku, naik grab Zel. Kamu, sakit apa Zel?"

"Asam lambung Sha, mending kamu pulang sama Zaiden aja. Sekalian, Zaiden juga tadi katanya mau pulang." Lanjut Zeline menatap Zaiden sembari mengedipkan kedua matanya.

"Oh ya?" Kata Anisha memastikan.

Zaiden hanya mengangguk sembari tersenyum pada Anisha. "Iya, Sha. Ayo pulang bareng."

Anisha pun berpamitan pada Zeline, mereka pun pergi meninggalkan Zeline sendirian. Zeline kini masuk ke dalam lift dan tak bisa tahan tangis. Dia tau, bahwa Zaiden sangat suka dengan Anisha. Zeline tak ingin, menghancurkan dua insan manusia yang saling mencintai.

Zeline mulai mengusap air matanya, ketika live sudah sampai di lantai ketiga. Terlihat ada dokter Rayyan di hadapannya, Zeline tak menyapa Rayyan. Namun, Rayyan melihat Zeline menangis membuat hatinya tersentuh.

"Zel, kamu habis nangis?" Tanya Rayyan, Zeline menggeleng.

"Kamu, kok sendirian? Habis dari mana Zel?"

"Habis dari, taman." Jawab Zeline dengan suara lirih.

"Saya anterin kamu ke kamar, ya." Ucap Rayyan mendorong infus Zeline.

Terjebak di zona nyaman [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang