Perasaan Zeline

37 21 1
                                    

𝐇𝐚𝐥𝐥𝐨 𝐫𝐞𝐚𝐝𝐞𝐫𝐬! 𝐒𝐞𝐦𝐨𝐠𝐚 𝐤𝐚𝐥𝐢𝐚𝐧 𝐬𝐮𝐤𝐚 𝐲𝐚 𝐬𝐚𝐦𝐚 𝐜𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚𝐧𝐲𝐚, 𝐬𝐚𝐦𝐚 𝐚𝐥𝐮𝐫𝐧𝐲𝐚, 𝐬𝐚𝐦𝐚 𝐭𝐨𝐤𝐨𝐡𝐧𝐲𝐚. 𝐒𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦𝐧𝐲𝐚 𝐦𝐨𝐡𝐨𝐧 𝐦𝐚𝐚𝐟 𝐣𝐢𝐤𝐚 𝐦𝐚𝐬𝐢𝐡 𝐭𝐲𝐩𝐨 𝐝𝐚𝐧 𝐦𝐚𝐬𝐢𝐡 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐫𝐚𝐩𝐢𝐡 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐩𝐞𝐧𝐮𝐥𝐢𝐬𝐚𝐧, 𝐤𝐚𝐫𝐞𝐧𝐚 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐚𝐝𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐬𝐞𝐦𝐩𝐮𝐫𝐧𝐚 𝐝𝐢 𝐝𝐮𝐧𝐢𝐚. 𝐃𝐢 𝐦𝐨𝐡𝐨𝐧 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐩𝐞𝐧𝐜𝐞𝐭 𝐭𝐨𝐦𝐛𝐨𝐥 𝐛𝐢𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢 𝐬𝐞𝐭𝐢𝐚𝐩 𝐛𝐚𝐛, 𝐭𝐞𝐫𝐢𝐦𝐚 𝐤𝐚𝐬𝐢𝐡 𝐫𝐞𝐚𝐝𝐞𝐫𝐬!

 𝐃𝐢 𝐦𝐨𝐡𝐨𝐧 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐩𝐞𝐧𝐜𝐞𝐭 𝐭𝐨𝐦𝐛𝐨𝐥 𝐛𝐢𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢 𝐬𝐞𝐭𝐢𝐚𝐩 𝐛𝐚𝐛, 𝐭𝐞𝐫𝐢𝐦𝐚 𝐤𝐚𝐬𝐢𝐡 𝐫𝐞𝐚𝐝𝐞𝐫𝐬!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Sudah siap semua, Zel?"

Zeline mengangguk pelan.

"Kamu kenapa? Kok gak semangat gitu?"

Zeline menggeleng pelan. Memang, dia tampak tak semangat untuk pulang ke pesantren. Jiwanya masih sangat ingin di sini, namun hatinya ingin sekali cepat pergi dari kota ini.

"Bunda gak maksa kamu buat pulang ke pesantren Zel, kalau kamu mau tetap di sini tidak apa-apa. Bunda liat, kamu wajah kamu seperti tidak ingin pergi."

Zeline menghela napas berat, dia mendekat pada Zahira dan memeluknya. "Tidak bunda, Zeline ingin sekali pulang ke pesantren."

Zahira tersenyum lega mendengar jawaban dari Zeline. "Alhamdulillah, abah pengin ketemu anaknya loh."

"Bunda ini, ya sudah nanti kita makan di pesawat saja ya bund. Liat tuh jamnya, nanti telat ke bandara."

Waktu menunjukkan pukul setengah enam pagi, mereka pun berjalan menuju teras depan, terlihat Zaiden sembari membawa kantong kresek hitam di tangan kanannya.

"Nak Zaiden, habis beli sarapan ya?" Tanya Zahira basa-basi.

Zaiden mengangguk dan tersenyum. "Iya, bunda sama Zeline mau berangkat hari ini?"

"Iya nak, Zeline mintanya pulang hari ini. Padahal dulu dia gak mau tuh pulang ke pesantren, tiba-tiba berubah pikiran."

"Bunda, jangan gitu." Gumam Zeline pelan.

Terlihat Zeline yang enggan menatap Zaiden, dia sibuk dengan ponselnya sendiri. Zaiden terus menatapnya, ada rasa bersalah di hatinya. Pasti, Zeline begini karenanya.

Zaiden sangat tau bahwa Zeline ingin bekerja di sini, dan dia rencananya akan menyuruh Zeline untuk melamar kerja di tempat ayah Zaiden dulu. Namun, waktu tidak mendukungnya untuk saat ini. Pasti Zeline sangat kecewa dengannya.

"Zeline." Ucap Zaiden.

"Bunda, nanti kita telat." Jawab Zeline mengalihkan pembicaraan.

"Zel, itu dipanggil Zaiden."

Terjebak di zona nyaman [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang