Kembali

24 9 4
                                    

"Zaiden, bunda titip Zeline ya."

Zaiden menoleh pada Zahira dan tersenyum tipis, lagi-lagi dia di amanahi oleh Zahira. Tapi, sudah seharusnya Zeline berada di dalam tanggung jawab Zaiden sebagai bosnya nanti.

"Iya bunda, Zeline aman kalau sama aku."

Zaiden pun mencium punggung tangan Zahira begitu pula dengan Zeline, dia berpamitan pada Zahira. Akhirnya, cita-cita Zeline untuk bekerja di kota Bandung terlaksana. Kini dia benar-benar bahagia, dan dia akan bekerja dengan sebaik mungkin.

"Maaf'in Zeline ya bund, doa'kan terus Zeline semoga lancar."

"Pasti sayang, bunda juga selalu berdoa agar kamu cepat bertemu dengan jodohmu biar kamu ada temannya."

Zeline menyenggol lengan Zahira. "Bunda apa sih, masih lama juga."

Zaiden hanya tertawa melihat interaksi ibu dan anak itu, sebenarnya dia juga sedikit iri melihat mereka yang saling bercanda gurau.

"Zaiden, jangan ngebut ya nak. Zeline suka mabok kalau perjalanan lama."

Zaiden mengangguk paham, dia pun membuka pintu untuk mempersilakan Zeline masuk. Dari ujung matanya, dia melihat seorang pria mengenakan baju koko dengan warna putih yang senada dengan celananya. Dia tak pernah melihat pria itu sebelumnya, namun Zaiden langsung berpikir bahwa dia adalah gus Abian yang pernah Zeline ceritakan waktu itu.

"Ning." Teriak pria itu dari kejauhan yang membuat Zeline menoleh dan tak jadi masuk ke dalam mobil.

"Gus Abi." Gumam Zeline dengan penuh kebingungan, untuk apa gus Abian kemari? Bukan'kah dia seharusnya ada jadwal mengajar? Entahlah.

"Assalamualaikum." Ucap Abian memberi salam.

"Wa'alaikumsalam warahmatullah." Jawab mereka kompak.

Abian mendekat pada Zahira, dia pun mencium punggung tangannya. "Nak Abian tidak mengajar?" Tanya Zahira penasaran.

"Tadi saya tinggal dulu sebentar, ada yang mau saya berikan pada ning Zeline."

Zahira tersenyum pada Abian. "Silakan, nak Abian."

"Oh itu yang namanya Abian." Batin Zaiden yang terlihat sangat tidak suka dengan kedatangan Abian.

Abian mendekat pada Zeline, lalu dia memberikan sebuah buku yang terlihat seperti buku hariannya yang kemarin dia cari. Terlihat senyum Zeline yang begitu terpancar membuat Abian juga merasa bahagia melihatnya.

"Kok bisa sama gus Abi, buku ini? Aku kira tidak terbawa."

"Kemarin jatuh waktu ning mau mindahin kardus, jadi saya ambil."

"Tapi... gus Abi gak baca isinya kan?" Tanya Zeline ragu-ragu, dia takut jika Abian membaca isi buku itu.

Abian terdiam sejenak. "Tidak." Katanya bohong.

Flashback on

"Buku harian punya ning Zeline, apa aku buka aja ya?"

Abian terdiam sejenak, dia ragu tapi penasaran. Tentu tidak sopan jika dia membuka tanpa izin dari yang punya, apa lagi ini buku hariannya yang sifatnya itu privasi.

"Maaf, ning."

Abian tetap menuruti sang ego, dia pun kini mulai membuka dan membaca halaman perhalaman. Sampai dia terhenti di halaman yang membuat dia terdiam.

"Aku memutuskan untuk pergi meninggalkan kota Bandung, aku tak ingin terus melukai hatiku sendiri. Walaupun Anisha sudah pergi, dan tak tau kapan kembali. Aku tau pasti hati kamu tetap pada Anisha, beruntungnya dia."

Terjebak di zona nyaman [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang