11

991 108 9
                                    

"Yah, tebakan lo tepat banget." Ujar Haris, ia benar-benar salut dengan analisis Hiro, benar-benar tepat dengan apa yang ia lalui.

"Kenapa bisa lo bilang kayak gitu?" Tanya Haris, ia menghadap ke arah adeknya.

"Pertama, abang bilang kalau Line takut sama kedua adeknya yang mirip dengan kedua orang tua mereka. Kedua, Line itu takut dengan kedua orang tuanya kan?" Haris mengangguk.

"Nah, dari situ, gue dapat kesimpulan kalau Line takut kepada kedua adeknya karena kemiripan mereka." Ujar Hiro, ia menutup buku novel itu, lalu menghadap lagi ke arah Haris.

"Di dalam novel, gak ada kejanggalan kayak yang abang bilang, di dalam tulisan Line memang benar-benar bundir dengan cara 'gantung'." Ujar Hiro.

"Tapi, Ro, beneran, kematian Line itu gak nyata, itu cuman ada di buku novelnya doang." Ujar Haris meyakinkan Hiro.

"Oke, gue percaya, karena lo bilang lo ketemu dengan Line asli. Tapi, gue masih gak yakin kalau Line itu nyata." Ujar Hiro.

"Hiro, percaya sama gue pliss, Line itu nyata! Dia nyata Hiro!" Rengek Haris, ia benar-benar yakin kalau Line itu nyata, Line itu benar-benar ada di dunianya. Dia beneran ada! Haris yakin!

"Gue gak bisa percaya gitu aja bang. Buktinya gak ada, gak ada bukti apapun tentang Line bang." Hiro rasanya ingin menyerah meyakinkan abangnya bahwa Line itu hanya ada di dalam novel.

"Gak Hiro! Dia beneran ada, gue yakin!" Tegas Haris.

"Apa yang bisa lo buktiin bang?" Tanya Hiro, sungguh kalau Haris bukan abangnya, sudah lama ia memarahi bahkan sampai menampar wajah orang ini, ia capek, capek meyakinkan kalau Line itu cuman ada di novel!

"Buktinya, kehangatan yang dikasih sama Line itu kayak gak asing sama gue, Ro." Ujar Haris dengan nada meyakinkan.

"Lo gak bisa jadiin itu bukti bang! Udahlah, capek gue, lo cari aja sendiri orangnya, kalau bisa sampai pelosok dunia lo cari!" Bentak Hiro, ia lalu pergi dari sana, meninggalkan Haris yang terkejut dengan bentakan Hiro tadi.

"Tapi, gue yakin dia nyata, Line itu nyata!" Ujar Haris meyakinkan dirinya sendiri.

Ia lalu mengambil laptopnya, mencari berbagai informasi tentang sesosok pemuda yang ia sangat rindukan, dan ingin menolong kehidupan Line.

....

"Gue heran, Ka. Kenapa bang Haris itu susah dibilangin sih? Udah jelas Line Line yang dia bilang itu gak nyata, masih juga dianggap nyata, heran gue sumpah." Ujar Hiro pada Maka yang sedang asik menonton televisi di kamarnya.

"Bisa aja bang Haris kayak gitu, ya emang dia ngiranya emang gitu." Balas Maka.

"Apasih? Gak ngerti gue!" Ujar Hiro sambil mengernyitkan dahinya bingung.

"Bang Haris itu kalau udah yakin sama sesuatu dan dia merasa ada buktinya, mau lo bilang gak ya bang Haris tetap bilang iya." Jelas Maka.

"Misalnya kayak kematian mama, bang Haris kan awalnya ngira mama sebenarnya belum tiada, mama masih bisa diselamatin. Tapi, saat suara 'tiiiiit' itu terdengar, yaudah bang Haris pasrah dengan kenyataan." Jelas Maka sambil menghapus air mata di sudut matanya, sedih juga kalau mengingat lagi tentang kematian bidadari mereka.

Hiro menghembuskan nafas, menetralkan perasaannya yang terasa sesak, "Jadi, gimana caranya gue bilang kalau Line itu gak nyata, Maka? Gue udah minta buktinya ke bang Haris, tapi bang Haris gak ada bukti," ujar Hiro dengan nada lesu.

EldestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang