"Haris, kenapa adek gue dulu selalu ketakutan sama gue? Apa gue udah kasar banget ya?" Tanya Line sambil membentuk gambar abstrak di ranjang nya.
"Iya, lo keterlaluan banget, cuman gara-gara Malik pacaran sama anak musuh kerja lo, lo nyiksa dia." Ujar Haris dengan nada sinis.
Line menundukkan kepalanya, "Sebenarnya bukan gara-gara itu, pacar Malik itu bukan perempuan baik-baik," ujar Line.
"Bukan perempuan baik-baik?" Tanya Haris sambil mengangkat sebelah alisnya.
"Iya, gue pernah nguping obrolan dia entah sama siapa, dia bilang cuman mau manfaatin harta Malik doang, dia gak cinta sama Malik."
"Kenapa Malik yang lo hukum?"
"Karena dia gak mau dengerin gue, udah gue bilang putusin pacarnya, dia gak mau."
"Terus? Dengan mudahnya lo main tangan ke adek lo sendiri?" Tanya Haris sambil menatap tajam Line.
"Biasanya daddy juga gituin gue kalau gue gak dengerin dia." Cicit Line sambil menundukkan kepalanya.
Haris terkejut mendengar penuturan Line, ia baru ingat Line bahkan lebih menderita daripada adeknya.
Ia tambah terkejut saat melihat setetes air jatuh dari mata cantik itu, ia lalu memeluk Line. Baru sebentar ia memeluk Line, langsung saja Line menangis.
"Hiks kenapa sih? Hiks kenapa sih orang hiks orang pada nyalahin gue? Daddy pun juga hukum gue kalau gue buat luka ke adek hiks gue, kenapa waktu hiks gue yang luka gak ada yang kasihan?" Tanya Line di sela-sela tangisnya.
Ia merasa tidak adil dengan semua ini, ia juga tersakiti, kenapa hanya adek-adeknya yang diperhatikan? Sedangkan ia tudak ?
"Shhh, gue gak nyalahin lo kok, gue cuman nanya aja, udah udah, maaf ya kalau kata-kata gue nyudutin lo tadi." Ujar Haris sambil menghapus air mata Line.
"Jahat." Lirih Line sambil memukul-mukul dada Haris.
"Iya, gue jahat, maaf ya." Haris mengecup kening Line.
"Apa sih cium-cium!?" Kesal Line sambil mengusap kasar keningnya.
"Lo gemesin."
"Ihh, gay."
Tak!
Haris menyentil keras kening Line, membuat empunya kening berteriak kesakitan.
"Sakit!" Kesal Line sambil menatap tajam Haris yang tersenyum senang.
"Salah sendiri."
Ceklek
Line dan Haris serentak melihat pintu ruang rawat yang dibuka, terlihatlah di sana seorang pria dewasa yang mirip dengan Malik dan seorang wanita dewasa yang mirip dengan Fabian. Ah, bukan wanita dan pria itu yang mirip dengan Malik dan Fabian, tapi Malik dan Fabian yang mirip mereka.
Line yang melihat mereka berdua seketika tegang, ia mencengkram seprai ranjangnya. Haris yang merasakan ada sesuatu yang tidak beres pun langsung memegang tangan Line, ia mengelus punggung tangan Line menggunakan jempolnya untuk memberikan ketenangan.
"D-daddy, m-mommy?" Panggil Line sambil menatap takut pada kedua orang itu.
"Lemah sekali sampai masuk rumah sakit." Sindir Naura sambil menatap sinis pada Line.
Line menundukkan kepalanya, Haris yang ingin melawan ucapan Naura ditahan oleh Line.
"Bagaimana perusahaanmu?" Tanya Abigail sambil menatap dingin putranya.
"Baik-baik saja, daddy."
"Apanya yang baik-baik saja kalau kau ada di sini?" Tanya Abigail sambil menatap dingin Line.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eldest
Teen FictionProtagonis, protagonis, protagonis, hanya mereka saja yang diingat oleh pembaca. Karena apa? Karena baik lah, karena lembut lah, karena cakep lah. Tapi, pembaca melupakan salah satu tokoh, antagonis. Antagonis memang tokoh jahat, ya mereka memang to...