"I lost my energy."
Nova yang baru saja memasukkan sushi ke dalam oven, menoleh. Gia tengah merebahkan kepala di meja makan dengan beralaskan lengan. Ia juga dapat melihat kantung mata gadis itu yang sedikit menggelap.
Bagaimana tidak lelah. Satu minggu sebelum acara pernikahan keduanya, Gia berangkat ke Yogya. Kemudian minggu berikutnya, gadis itu disibukkan dengan acara pernikahan keduanya dan kepindahan gadis itu ke rumah Nova. Dan minggu lainnya lagi, Gia didapuk menjadi juri dalam sebuah perlombaan. Lalu minggu kemarin, gadis itu berangkat ke Bangkok.
Artinya, sudah satu bulan penuh Gia tidak beristirahat dengan benar. Pantas saja kalau gadis itu kelelahan. Nova yang laki-laki saja tidak sesibuk Anggia.
"Hari ini libur, kan?"
Gia menggeleng dan Nova mengerutkan kening karenanya. Ini boss-nya Gia tidak berperikemanusiaan atau gimana?
"Weekend ini aku ada pameran, jadi satu kantor nggak boleh ada yang ambil libur untuk persiapan..."
"Kalo gitu, biar aku antar..."
Gia menggeleng cepat. Jelas ia tidak mau. Sebelumnya bahkan Nova tidak pernah mau repot-repot untuk tahu apa pekerjaannya dan dimana kantornya. Lantas kenapa laki-laki itu sekarang mau membuang-buang waktu untuk mengantarnya? Oh jelas, ia akan menolak.
"Kamu kelelahan begitu masih mau bawa motor sendiri? Kamu milih aku antar atau kamu ambil libur sekarang?"
Gia mendecih, tapi bahunya tampak terangkat. "Ya, aku bisa berangkat nanti setelah kamu berangkat, sih." Jawabnya enteng.
Mengambil sushi dari dalam oven, Nova kemudian menoleh. Ia tatap tajam Gia yang justru tampak menantangnya.
"Aku serius, Gi..."
"Aku juga serius, No. Udah ah, mana sini sushinya. Tumben-tumbenan kan aku nggak masak dan justru kamu yang nyiapin sarapan. Aku udah laper banget."
Nova menurut saja. Dengan segera ia membawa beberapa potong sushi yang tak termakan semalam dan meletakkannya di hadapan Gia. Yang tak ia sangka, Gia dengan lahap memakannya. Gia benar-benar sangat menyukai sushi, ya? Pikirnya.
Tanpa ikut duduk dan sarapan, Nova berbalik dan membawa dua mangkuk ramen. Gia yang penasaran pun berdiri tepat dihadapannya dan melongok ingin tahu.
"Ih, sayang banget," gumamnya.
"Kamu mau?"
Gia mendongak, menatap Nova yang menanti jawabannya. "Udah melar gitu mie nya, mana enak."
Nova tertegun. Mata bulat Gia terasa menghipnotisnya. Baru kali ini mereka berdiri sedekat ini, dan ia sadar, mata Gia terlihat begitu cantik seperti kelereng. "Jadi begini rasanya ditatap Gia dari dekat? Gila, ini kalo gue cium sekarang, dia marah nggak, ya?"
Jelas marah. Tidak perlu ditanya, apalagi dipastikan. Saat ia dengan sengaja mencium hidung gadis itu saja, Gia sudah mengomel tanpa henti. Apalagi kalau dia dengan berani mencium bibir gadis itu. Bisa dipastikan mungkin ia hanya akan tinggal nama.
Nova berbalik cepat memunggungi Gia, tidak ingin pikiran kotornya mengontrol gerak tubuhnya. Bisa bahaya. Sangat bahaya.
"Mau dibuang?"
Dan bukannya kembali duduk, Gia justru melongokkan kepalanya dari samping untuk menatap Nova lagi, semakin membuat nafas Nova tercekat.
"Jangan dekat-dekat!" kini giliran Nova yang memerintah bahkan bergeser untuk memberi ruang antara dirinya dan Gia.
Sementara itu Gia menatap Nova aneh, tapi dia mencebik tak peduli dan kembali duduk di tempatnya semula. Melanjutkan sarapannya yang tertunda.
Untung saja, batin Nova.

KAMU SEDANG MEMBACA
OPTION [✔️]
Short StoryBagaimana jadinya kalau ada orang ketiga dalam sebuah hubungan?