29 [END]

1.1K 86 12
                                    

Gia menghempaskan tubuhnya keras di atas sofa dengan mata terpejam. Setelah berminggu-minggu ia berputar-putar dari toko satu ke toko yang lain, dan juga dari platform satu ke platform yang lain, demi mencari berbagai macam perabotan beserta perintilannya, akhirnya hari ini selesai sudah.

Semua juga sudah tertata rapi nan apik di tempat masing-masing, sesuai dengan kemauannya. Meninggalkan Nova yang masih berkutat di dapur seorang diri membuatkannya seteko jus jambu merah dingin.

"Yang."

Dan panggilan lembut itu terdengar mendekat. Beberapa detik kemudian, Nova pun mendaratkan tubuhnya tepat di samping tubuh Anggia setelah meletakkan teko dan dua gelas di tangannya ke atas meja.

"Capek, ya?" Tanya Nova seraya meraih satu tangan Anggia dan bergerak memijatnya perlahan.

Gia yang awalnya terpejam memilih membuka mata. Ia tatap Nova dan tangannya bergantian, lalu memindah posisi hingga kakinya berada di atas paha laki-laki itu minta dipijat.

"Enggak, sih. Jauh lebih capek Mas pastinya karena dari tadi sibuk kesana kesini terus. Maaf, ya, Mas, kalau aku rewel dan banyak permintaan."

Nova menggeleng pelan dengan senyuman manis di bibirnya. Tangannya pun terulur untuk menepuk puncak kepala Anggia pelan. "Kan Mas yang minta. Jadi kamu nggak perlu minta maaf. Sebagai gantinya, cukup kamu bersama Mas terus saja."

Selalu itu yang Nova ucapkan ketika Gia meminta maaf maupun berterima kasih kepada laki-laki itu. Seolah-olah laki-laki itu tidak pernah berhenti mengutarakan ketakutannya.

"Mama sama Bunda nanti jadinya datang jam berapa, Mas?"

Belum juga Nova membuka mulut untuk menjawab, suara ketukan pintu terdengar dari luar sana.

Keluarga dan beberapa kerabat dekat sengaja di undang hari ini untuk hadir ke rumah baru mereka. Dan tanpa babibu, Nova langsung beranjak membuka pintu. Tanpa tahu kalau Gia merutuki dirinya di dalam hati karena gadis itu belum bersiap sama sekali. Bahkan sekedar mandi membersihkan diri saja belum.

Dengan cengiran lebar, Gia berlari dengan cepat masuk ke dalam kamar. Mengundang tawa dari Ibunda Nova, Mama Anggia dan juga Tante Yuni —ibu Nakula— yang berdiri tepat di depan pintu.

"Maaf, Ma, Bun. Nova nggak bilang soalnya kalau Nova ngundangnya jam segini." Terang Nova setelah pintu kamar tertutup rapat, dan mempersilahkan yang lain untuk masuk ke dalam rumah dengan segera.

"Harusnya bilang dulu, Nak. Biar kamu sama Anggia juga nggak kerepotan karena mendadak begini." Ucap Mama Anggia.

"Sengaja memang, Ma. Soalnya kalau bilang, Anggia nanti repot masak ini itu, siapin ini itu. Kasihan dia, Ma. Lagian Nova sudah pesan makanan di luar, kok. Sebentar lagi mau sampai." Jelas Nova lagi.

"Ini Bunda bawain kue. Kamu taruh di belakang dulu, biar nanti ditata di piring sama Anggia." Giliran Bunda Nova yang berujar seraya menyodorkan sekantong kue yang sengaja dibeli sebelum berangkat.

"Adek tadi juga katanya mau kasih hadiah itu ke kakak perempuannya. Sini." Ucap Bunda Nova lagi dan memanggil Kaira untuk mendekat.

Nova yang melihat satu kado sedikit besar di tangan Kaira pun tersenyum lebar. "Seumur-umur, Mas nggak pernah tuh dapat kado dari adek. Sekarang waktu udah punya kakak cewek, langsung dikasih kado aja."

Kaira menjulurkan lidahnya mengejek, tapi tangannya memeluk erat kado tersebut tanpa mau melepaskan sebelum memberinya sendiri pada Anggia.

Dan sepuluh menit kemudian yang terasa singkat karena semua sibuk bercerita, pintu kamar Anggia terbuka lebar. Menampilkan sosok Anggia yang tersenyum manis dengan hijab yang melingkar di kepalanya.

OPTION [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang