Empat hari sudah Gia disibukkan dengan pameran, dan hari ini adalah hari terakhir pameran tersebut berlangsung.
Berbeda dengan hari Kamis dimana hari pertama pameran berlangsung, selama dua hari terakhir ini —yaitu hari Sabtu dan Minggu— ia dan sebagian yang lain diharuskan berjaga di lokasi pameran dari pagi hingga petang karena pastinya jumlah pengunjung pameran yang membeludak.
Dan dua hari terakhir ini juga Nova tinggal di rumah seorang diri karena Gia memilih untuk tinggal di hotel terdekat bersama dengan dua temannya yang lain berbagi kamar.
Nova
¬ Aku tunggu dimana?Gia menghembuskan nafasnya kasar. Ia sudah memberitahu Nova supaya laki-laki itu tidak datang menjemputnya karena ia harus mengambil dulu barang yang ia titipkan di resepsionis hotel. Tapi tampaknya laki-laki itu tidak peduli dan tidak mau tahu.
Sebelum membalas pesan Nova, Gia membuka room chat-nya dengan temannya, memberitahu temannya itu kalau ia ingin menitipkan barangnya dan akan mengambilnya besok setelah pulang kerja.
Nova
¬ GiLagi, Nova mengiriminya pesan. Laki-laki itu mungkin sadar ia mengabaikannya karena terbukti dirinya yang sedang online tapi tidak membalas pesan laki-laki itu.
Anggia
¬ Tunggu di basement aja, nanti aku susul ke sanaNova mengernyit. Pasalnya sudah dari empat jam yang lalu ia berada di Gandaria City. Bukan hanya karena berniat untuk menjemput Anggia, tapi ia juga baru saja selesai menonton bioskop dengan Maya. Dan setelah mengantar gadis itu pulang, ia cepat-cepat melajukan mobilnya di tengah kemacetan karena takut pameran Anggia sudah selesai.
Untungnya saat masuk kembali ke area mall yang sudah hampir jam sepuluh malam itu, Anggia bersama teman kantornya yang lain masih disibukkan dengan fokus di depan layar komputer dan juga di depan printer yang seolah diforsir untuk mencetak tiket dan invoice terus menerus.
Tidak ketinggalan juga disaat beberapa pengunjung menyapa dan mengucapkan terimakasih pada Gia yang dibalas dengan senyuman manis gadis itu dengan sorot matanya yang terlihat kelelahan.
Lima belas menit kemudian, satu persatu toko mulai tutup, begitu juga dengan lampu-lampu utama yang mulai padam. Menyisakan hanya sedikit lampu booth pameran yang menyala hingga terlihat remang-remang.
Nova tetap berdiri di lantai satu, mengawasi Gia yang berada di bawahnya.
Dan begitu semua pekerjaan gadis itu selesai, sebuah pesan masuk ia terima.
Anggia
¬ Kamu parkir dmana?Nova tersenyum tipis. Tanpa membalas, ia memasukkan ponsel di saku celananya dan menuruni eskalator yang sudah mati.
Gia sedang berjalan ke arah basement bersama temannya. Dan dengan cepat ia melangkahkan kaki untuk mensejajarkan diri dengan gadis itu.
"Sayang."
Gia menoleh. Ia terkejut dengan keberadaan Nova sekarang, terlebih dengan panggilan sayang dari laki-laki itu. Demi apapun, ia akan menarik rambut Nova andai saja tidak ada orang lain di dekat mereka saat ini.
"Kan aku udah bilang tunggu di mobil aja."
Nova tersenyum lebar, lalu mengangguk kecil pada teman Anggia yang berpamitan untuk pergi lebih dulu.
"Kamu apa-apaan, sih?" omel Gia kemudian saat temannya sudah begitu jauh dari keduanya. "Panggil sayang sayang segala. Sadar diri, dong!"
Nova meringis. Tapi ia tidak peduli akan omelan Gia itu. "Ya, kan, di depan orang lain harus keliatan romantis," cengirnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
OPTION [✔️]
Short StoryBagaimana jadinya kalau ada orang ketiga dalam sebuah hubungan?