Anggia merebahkan diri dengan canggung. Nova sendiri juga sudah berbaring di sampingnya, berjarakan guling yang memisahkan keduanya.
Pun demikian juga Anggia tetap memilih untuk tidur membelakangi Nova. Bahkan gadis itu menutupi dirinya dengan selimut hingga sebatas pundak. Nova tersenyum sendiri melihatnya.
Berbeda dengan Gia, Nova memilih untuk memiringkan tubuhnya sebentar supaya bisa menatap punggung kecil gadis itu.
"Malam, Gi." Ucapnya seraya mengusap surai Gia pelan, lalu merubah posisinya hingga terlentang.
~~ 18 ~~
Jujur saja, semalaman Gia tidak bisa tertidur dengan nyaman. Sulit rasanya untuk memejamkan mata saat menyadari ia harus berbagi ranjang lagi dengan Nova.
Seperti pagi ini, dimana saat matanya terbuka, ia terbangun dalam dekapan hangat Nova yang memeluk pinggangnya erat. Entah sejak kapan posisi mereka menjadi berpelukan seperti itu. Dan guling yang berada di tengah mereka berdua pun sudah berpindah posisi hingga ke lantai.
Detak jantung Anggia mendadak terpacu dengan cepat. Belum lagi saat pendengarannya menangkap racauan Nova disertai bibir laki-laki itu yang tersungging manis.
Menarik diri secara perlahan, Anggia akhirnya berhasil terlepas dari kungkungan Nova.
Saat ini pukul empat pagi, dimana artinya sebentar lagi adzan Subuh akan berkumandang. Gia berjingkat pelan. Namun begitu ia menekan knop pintu, suara Nova menginterupsinya.
"Mau kemana, Gi?"
Gia meringis.
Gadis itupun berbalik dan menatap mata Nova yang masih mengerjap perlahan khas orang bangun tidur. "Aku mau kembali ke kamar."
Nova beranjak kemudian, "Mau sholat?"
Gia mengangguk, tapi netranya tidak berhenti mengamati Nova yang terus melangkah mendekatinya.
"Mau sholat bareng, nggak? Aku imami?"
Mata Gia mengerjap. Kalau benar Nova mengajaknya sholat bersama dan menjadi imam untuknya. Maka ini akan menjadi pengalaman untuk mereka.
Gia mengangguk lagi tanda setuju. Dan begitu Gia keluar dari kamar untuk menuju ke kamarnya di lantai dua, Nova merutuki diri dalam hati.
Mengajak Gia sholat bersama? Kebodohan macam apa yang dia ucapkan tadi.
Selama ini saja sholatnya cenderung bolong-bolong. Hanya sholat Jum'at sajalah yang tidak pernah ia tinggalkan.
Belum lagi, menjadi imam? Keberanian macam apa yang telah ia lakukan hingga bisa-bisanya mengajukan diri semacam itu.
Bahkan Hasbi lebih baik darinya. Karena teman kerjanya itu tidak pernah meninggalkan sholat dan sering menjadi imam di mushola kantor mereka.
Nova bergegas kemudian. Membersihkan diri dan lalu bersiap-siap.
Sepuluh menit kemudian adzan Subuh terdengar berkumandang. Nova sudah duduk di sofa ruang tamu, menunggu Gia. Dan begitu Gia turun dan mencapai bawah, Nova berdiri dengan senyum temereng.
"Kita sholat di masjid saja, ya?"
Gia mengerjap perlahan dan mengangguk lagi sebagai jawaban. Lalu melangkah di belakang Nova yang sudah lebih dulu keluar dari rumah mereka.
Rasanya sudah lama sekali dirinya tidak sholat berjamaah di masjid subuh-subuh begini.
Dulu, sebelum menikah, ada peraturan tak tertulis di keluarganya. Dimana ia dan keluarganya akan sholat berjamaah di waktu Subuh di masjid terdekat rumah mereka.

KAMU SEDANG MEMBACA
OPTION [✔️]
Short StoryBagaimana jadinya kalau ada orang ketiga dalam sebuah hubungan?