Halooo
Duh, ngeri2 sedap baca komen kalian di bab sebelumnya
Mau ku bales satu-satu tapi takut karena jelasnya beda pendapat T.T
But happy reading semua~~ 26 ~~
Nova menunduk dengan risau. Kedua tangannya yang sudah basah sejak tadi selama di perjalanan, kini semakin terjalin erat. Belum lagi saat Papa Anggia menatap ia dan Anggia bergantian dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Papa akan menerima kakak kalau kakak bisa jawab pertanyaan papa. Selama tidak ada jawaban yang bisa membuat papa memaklumi, papa mohon maaf, papa tidak bisa membiarkan kakak untuk pulang ke rumah."
Anggia ingin sekali menangis. Ia tidak mau tinggal bersama Nova lebih lama lagi, dan ia juga tidak ingin kalau sang Papa menolaknya dan memintanya untuk kembali ke rumah Nova begitu saja.
Tapi menceritakan apa yang terjadi pagi ini ke sang papa juga bukanlah hal yang bijak. Ia tidak berhak membuka aib orang lain, ia tahu akan hal itu. Biarkan Nova sendiri yang menceritakan semuanya ke orang tuanya sendiri maupun ke orang tua laki-laki itu. Dan bila Nova tak kunjung berbicara jujur, tenang saja, ia masih punya seribu satu cara tentang bagaimana supaya orang tuanya tahu akan hal apa yang Nova sembunyikan —tanpa harus ia yang menjelaskannya.
"Jadi kenapa kakak tiba-tiba mau pulang ke rumah? Kalian ada masalah?"
Nova masih tidak berani mengangkat kepala. Laki-laki itu justru berniat menarik Anggia kembali ke rumah saja. Papa Anggia ternyata semenyeramkan itu.
Sejak di dalam mobil, ia sudah bisa menebak pertanyaan-pertanyaan ini pasti akan keluar dari bibir kedua mertuanya. Namun beruntungnya hanya ada sang papa mertua yang berada di rumah saat ini. Setidaknya ia tidak perlu bertemu dengan mama mertua yang menurutnya bisa jadi menjadi sumbu tambahan diantara ia dan Gia.
Gia harus tetap menjadi miliknya. Ia egois. Tapi ia tidak peduli.
Bagaimana mungkin ia bisa kehilangan Gia begitu saja. Rasa cinta dan sayangnya pada gadis ini sudah sangatlah besar. Dimana hari semakin hari yang ia lalui bersama Anggia di sekitarnya, maka akan semakin bertambah pula rasa cinta dan sayangnya untuk gadis itu.
Dan jika Anggia pergi, ia pastikan ia akan sangat terpuruk.
Jika tahu takdir hidupnya seperti ini, dulu ia tidak akan mau atau bahkan tidak sudi untuk mengejar-ngejar Maya. Ia akan membiarkan dirinya untuk menjadi laki-laki penuh ambisi tanpa mengenal apa itu wanita.
Dan seperti dimana ia akhirnya yang dijodohkan bersama Anggia sebelum ini. Ia juga akan pasrah dan menerima Anggia dengan senang hati.
Andai ia bisa memutar waktu. Tidak hanya sampai ke awal perkenalannya dengan Anggia. Tapi ia akan dan ingin kembali kemana dirinya tidak mengenal siapa itu Maya. Ia benar-benar menyesal sudah mengenal dan jatuh cinta pada perempuan itu.
"Anggia ingin bercerai dengan Mas Nova, Pa."
Nova menoleh dengan cepat begitu mendengar Anggia berbicara secara gamblang. Ia kira gadis yang sejak tadi terdiam duduk di sampingnya itu tidak akan berani berbicara tentang perceraian di depan orang tuanya. Tapi nyatanya Gia seberani itu.
Ya, ia lupa satu hal. Gadis itu adalah Anggia. Dan harusnya ia bisa menebak itu dan terus berusaha menahan Anggia untuk tidak beranjak dari rumah mereka berdua. Yang mungkin tidak akan lagi menjadi rumah mereka.
"Alasannya apa, kak? Bisa kakak beri tahu papa apa yang membuat kakak ingin bercerai dengan suami kakak?"
"Bukan masalah kecilnya. Tapi masalah paling besar yang membuat kakak sampai akhirnya memutuskan ingin bercerai dengan Nova."

KAMU SEDANG MEMBACA
OPTION [✔️]
Short StoryBagaimana jadinya kalau ada orang ketiga dalam sebuah hubungan?