Badannya tinggi, kekar, jago renang, kulitnya agak sawo matang, dan baik. Aku bingung, kok nggak ada yang mau deketin kak Marvel?
Kalo dari segi muka sih, emang gantengan abang daripada kak Marvel. Abang kulitnya lebih putih dibanding dia. Tapi masa nggak ada sih yang deketin kak Marvel?
Selama pak Bambi menjelaskan di depan sana, pikiranku belum bisa teralihkan dari kak Marvel. Bahkan lututku masih lemas, setelah melayani nafsunya itu.
Aku bahkan masih terkagum-kagum sambil membayangi tubuh kak Marvel yang kekar itu. Kok bisa selama ini aku melewatkan kak Marvel dari incaranku? Ini semua gara-gara seragam sekolah. Karena gara-gara seragam sekolah, aku selalu mengira kalau tubuh kak Marvel itu kurus kerempek dan badannya jangkung. Yang sebenarnya itu bukan tipeku sama sekali.
Ah! Kenapa aku jadi terus memikirkan dia deh?
Seleraku kan, cowok-cowok yang sudah punya pasangan. Tapi kenapa, setelah kejadian itu seolah kak Marvel mengubah seleraku?
Aku terus meyakinkan diriku, kalau tadi kak Marvel hanya ingin mencoba berhubungan cowok, untuk sekali saja! Dia normal! Tapi, kenapa dia minta lagi di lain waktu? Dan kenapa pula dia canggung dan panik, saat aku mencoba mengulur permintaannya itu?
Lagipula, biasanya aku nggak peduli pada orang yang kulayani nafsunya itu. Aku selalu membiarkan mereka untuk mengejarku, dan tunduk padaku. Tapi sekarang?
Bukan! Aku nggak lagi suka kan, sama kak Marvel?
Nggak! Nggak boleh!
Aku butuh pengalihan! Aku harus lupain perasaan itu.
Mas Andra nggak ada di kantor yayasan, dia sedang ada perusahaannya sendiri. Dia hanya datang ke sekolah tiap hari Senin dan Jumat. Sedangkan abang, dia lagi ada pelajaran juga. Dan yang ngajar juga galak, aku nggak mau abang kena masalah. Pilihan terakhirku, Andre.
"Andre." Bisikku setelah berbalik ke arahnya. "Mau bantuin aku gak?"
"Hah? Kamu kenapa? Balasnya berbisik.
"Nanti ku kasih tau, ntar aku mau ke toilet. Kamu nyusul ya abis itu, kasih jarak timingnya. Biar pak Bambi nggak curiga." Ucapku. "Toiletnya jangan yang disebelah, yang diujung aja!"
"Oh, oke." Kata dia menurut padaku.
Setelahnya, aku pun mulai minta izin untuk ke toilet sambil mengusap perutku. Seolah aku sakit perut dan ingin buang air besar, dan untungnya pak Bambi mengizinkan aku ke toilet dengan nada yang nggak peduli. Aku pun langsung meluncur keluar, sambil melihat ke Andre sebentar.
Aku pun melangkah ke toilet ujung di lantai kelasku berada. Di toilet ujung, berdekatan dengan tangga belakang. Tempat teraman karena nggak banyak anak yang kesana untuk pakai toilet. Dan ketika aku masuk, aku mencium aroma rokok. Saat itu aku kesal, ternyata malah ada orang di sana. Aku masuk untuk memeriksa dan ternyata...
"Abang?" Kagetku, melihat ada abang yang lagi ngerokok sama seorang temannya.
"Lah? Bobin? Mau boker lu?" Kata abangku sambil menghisap rokoknya lagi.
"Nggak." Kataku menghampirinya sambil merebut rokok abang. Kemudian aku hisap rokok itu dalam-dalam. Lalu menghembuskannya dengan lega.
"Gue ada lagi nih, lo mau Bin?" Kata kak Geka, teman segengnya itu yang lagi jongkok dan merokok juga.
"Nggak usah, enak rokok abang." Kataku sambil melirik dan menggoda abang. "Kirain lagi ada pelajaran pak Slamet, kan dia galak?"
"Lah gue kan anak IPS, guru mah jarang dateng kecuali mendekati ujian doang!" Kata abang sambil tertawa dengan kak Geka.
KAMU SEDANG MEMBACA
BOBIN: The Harlot
Roman pour Adolescents⚠️{{BL LOKAL}} 21+⚠️ ⚠️ CERITA INI TERLALU LIAR UNTUK DIBACA. BAGI YANG BELUM BERUSIA 21 TAHUN KE ATAS (21+) DAN NGGAK SUKA CERITA BL. MOHON JANGAN BACA CERITA INI!!!⚠️ "Kalau kamu single, kamu bukan tipeku. Tapi kalau kamu punya istri dan anak...