CHAPTER 13 - DRUNK

999 28 0
                                    

Obat salep pemberian Marvel nampak meremuk di depan mataku. Aku bisa lihat bagaimana hancurnya hati Billy, ketika ia lihat aku berciuman mesra dengan Andre.

Aku udah nyangka dari awal, kalau Billy suka sama Andre. Entah dari kapan, mungkin setelah ia dijadikan ketua kelas.

Tapi yang pasti, aku hanya tersenyum bahagia mengingat reaksi Billy saat itu. Kurasa Billy belum pernah didekati orang lain sebelumnya, dan tiba-tiba Andre deketin dia. Yang adalah anak bandel disegani di sekolah, ia pasti ngerasa berharga.

Malam itu, aku berniat untuk mengoles salep pemberian Marvel itu. Apalagi dia udah sempat ngechat buat ingetin aku memakai obatnya itu. Rasa sakit di kakiku terasa mendingan setelah terakhir kali diolesi olehnya, obatnya manjur dan mau kuolesi lagi karena sensasinya yang dingin itu.

Aku membuka perban dengan perlahan, namun sebelum akhirnya perban itu benar-benar lepas. Tiba-tiba ibuku mengetuk pintu kamarku, ia masuk setelahnya dan melihati kondisi kakiku yang masih kelihatan memar itu.

"Kok bisa begitu?" Tanya ibuku.

"Kepleset." Singkatku.

"Di toilet rumah temen kamu, nggak pernah disikat ya lantainya?" Kata ibuku dengan nada menyebalkan.

"Nggak tau, coba tanya pembantunya." Kataku dingin melepas perban itu.

"Sini ibu bantu." Kata ibuku sambil duduk di pinggir kasur ke dekatku.

"Nggak usah, Bobin bisa sendiri." Kataku lagi.

Aku tahu niat ibuku baik, tapi aku nggak suka kalau ibuku dekat-dekay denganku. Entah kenapa, aku selalu merasa dia ingin sok akrab denganku. Walau nyatanya itu nghak berhasil. Ia tahu aku kesulitan saat hendak memerbani lagi kakiku. Tapi ia biarkan aku untuk berusaha sendiri, walaupun ia tetap nggak tega juga ngeliat aku susah payah begitu.

"Ibu bantu yah? Atau mau ibu panggil abang? Dia lagi main sama teman-temannya di kamar dia." Kata ibu dengan khawatir.

Pantesan daritadi abang nggak mampir ke kamar aku, rupanya lagi ada temen-temennya.

"Jangan deh, takut ganggu." Kataku cemberut.

"Gapapa, bentar ya. Ibu bilang abang dulu." Bangkit ibu, yang segera keluar memanggil abang.

Ibuku gampang banget aku manipulasi, aku sebenarnya juga pengen abang ke kamarku. Karena abang biasanya selalu asyik sendiri sama teman-temannya bila mereka datang ke rumah. Sampai-sampai, lupa ketemu aku.

Dan nggak lama, abang pun dateng. Mukanya rada kesal saat masuk ke kamarku.

"Lagi main ps ya?" Senyumku padanya.

"Iya, si Kevin baru beli game baru. Lagi giliran gue cobain." Bete abang.

"Yaudah, balik aja gapapa. Sorry ganggu." Kataku kasihan sama abang.

"Nggak, nanti aja." Katanya sambil mengunci pintu kamarku.

"Lah?"

"Mereka pada nginep kok, santai!" Kata abang sambil mendekatiku, kemudian ia mencium bibirku sambil tersenyum. "Halo, sayang."

"Hai sayang." Ciumku tepat di bibir abang.

Abangku langsung naik ke kasur dan duduk di depanku.

"Sini abang pakein. Udah pake salepnya?" Kata abang dengan penuh perhatian.

"Udah. Cuman susah aja ngeperbaninnya." Kataku manja ke abang.

Nggak pakai lama, abang langsung perbanin kakiku. Seketika teringat bagaiamana telatennya Marvel perbani diriku.

BOBIN: The HarlotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang