18

2.1K 166 21
                                    

Deg! Deg! Deg! Deg!

Kira-kira begitu irama jantung Naruto saat sang tuan muda memegang kakinyaㅡbukan cuma jantung saja yang bereaksi, melainkan seluruh tubuh. Badan si pirang meremang; merinding. Ada desiran aneh saat kulit si raven menyentuh kulitnya yang membuat operasi jantung di dada makin tak karuan; seperti tersengat.

Dulu, dia takut berdekatan dengan Sasukeㅡkarena teringat malam dimana Menma diadonㅡyang membuat si pirang takut bukan cuma kejadian naas tersebut, tetapi dia yang tidak sadar, pikirannya yang kusut dan gelap, aroma aneh yang masih diingat sampai sekarang; seperti menjadi momok terbesar baginya. Naruto takut dia mengalaminya lagi. Dia takut tak bisa mengendalikan diri. Takut bila saat sadar dia menemukan dirinya di keadaan yang mengerikan. Naruto tidak mau.

Namun ..., perasaan takut yang menggerogoti pelan-pelan terkikis. Ditambah sikap si tuan muda yang terlihat biasaㅡminus cueknya. Interaksi mereka tidak berlebihan, tidak ada perlakuan buruk atau kekejaman yang pernah dia bayangkan. Pun si pirang tidak merasakan hawa tak menyenangkan dari si tuan muda yang membuat dia rileks. Hanya saja ... desiran aneh tadi yang serasa menyengat badan ... perasaan apa itu?

Hampir Naruto meremat lengan si bayi yang ada di pangkuan jika saja si tuan muda tidak melepas kakinya. Pe-perasaan aneh apa tadi?

Selesai memeriksa kaki si pengasuh; tak lupa memasang kembali sepatu slip on milik si pirangㅡSasuke jadi pengin membelikan sepatu untuk si pengasuhㅡdia berdiri kembali menghadap Naruto, “Aku akan membawamu ke klinik.”

“A-aku baik-baik saja Tuan.” Bantah si pirang. Cuma luka kecil begini, pun tidak berdarah.

Sasuke menghela, “Kakimu memar. Pinggangmu juga pasti sakit karena tertabrak tadi.”

Demoㅡ”

“Lebih baik cepat mengobatinya.” Putus si raven. Berbelanja bisa kapan saja, sekarang mesti mengobati si pirang terlebih dahulu. Dia yang membawa si pengasuh, jadi mesti bertanggung jawab.

Naruto ingin membantah lagi. Dia sungguh tak apa dan tidak ingin merepotkan sang majikan. Nanti akan sembuh sendiri, begitu pikirnya. Belum dia mengutarakan keinginannya, beberapa orang menghampiri mereka. Diantara mereka ada anak kecil yang menjadi pelaku penabrakan si pirangㅡsesegukan sehabis menangis.

Ano ... sumimasen.” Seorang perempuan membungkukkan badan dalam bersamaaan pria di sebelahnya. “Maafkan kami yang tidak memperhatikan anak kami dan menyebabkan kecelakaan.” Lanjutnya penuh penyesalan.

Hontouni sumimasendeshita.” Sambung si pria, masih di posisi membungkuk.

Dua orang pria berseragam keamanan yang berada di belakang keluarga itu ikut membungkuk. Meminta maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi.

Naruto yang merasa tidak enak segera menyahut, “Iye, iye. Aku tidak apa-apa. Apa kau terluka?” dia balik bertanya pada si anak kecilㅡyang wajahnya basah dan masih terisakㅡmeski air mata tak lagi keluar. Pun dia khawatir pada si anak yang kelihatan takut dan merasa bersalah.

Anak itu melihat si pirang dengan pandangan sayu lalu mengangguk, “Gomen niichan.”

Si pirang menggeleng. Pun dalam hati bersyukur karena anak itu tidak terluka. Mungkin insting sebagai orang tuaㅡseorang ibuㅡmeski bukan anaknya, dia tetap khawatir. “Aku baik-baik saja. Lain kali hati-hati. Kau harus memperhatikan sekitarmu jika ingin melakukan sesuatu dan jangan bermain di tempat umum seperti ini.” Katanya sembari memberi nasehat dengan lembut.

Si anak kecil mengangguk. Pun kedua orang tuanya.

“Sekali lagi kami minta maaf.” Ujar sang ibu.

“Kami akan menanggung biaya pengobatanㅡ”

Heart [3]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang