Cinta dalam Diam

2 1 2
                                    

Waktu seakan berjalan lambat. Lucian tetap kritis di rumah sakit, sementara Amara duduk di samping tempat tidurnya, memegang tangannya yang tak berdaya. Keheningan ruangan hanya dipecahkan oleh suara mesin-mesin medis yang terus berdenyut, seolah berusaha mempertahankan kehidupan yang semakin rapuh.

Malam itu, dengan perasaan yang penuh beban, Amara mulai berbicara. Meskipun Lucian tak sadarkan diri, dia berharap kata-katanya bisa mencapai hatinya.

"Lucian," bisiknya lembut, "aku ingin berbagi sesuatu denganmu. Sesuatu yang aku pendam selama ini."

Air mata mengalir di pipi Amara saat dia melanjutkan. "Sejak pertama kali kita bertemu, aku merasa ada sesuatu yang istimewa tentang dirimu. Kamu selalu begitu baik, begitu perhatian. Aku jatuh cinta padamu sejak saat itu. Tapi aku tahu, kamu sudah memiliki Seraphina, dan aku tidak ingin merusak kebahagiaan kalian."

Amara menghela napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. "Aku sering merasa cemburu setiap kali melihat kalian berdua bersama. Hatiku sakit melihat betapa kamu mencintainya. Tapi aku tahu bahwa cintaku tak harus memiliki. Aku hanya ingin melihatmu bahagia, meskipun itu berarti aku harus menahan rasa sakit ini sendirian."

Dia mengusap tangan Lucian dengan lembut, mencoba merasakan kehangatan yang dulu selalu ada. "Aku selalu berharap ada saat di mana aku bisa mengungkapkan perasaanku padamu. Tapi setiap kali aku mencoba, aku selalu takut. Takut kamu akan menolakku, atau bahkan menjauh dariku."

Suara Amara bergetar saat dia melanjutkan. "Sekarang, aku hanya bisa berharap bahwa kamu mendengar kata-kataku ini. Bahwa kamu tahu betapa aku mencintaimu, betapa aku selalu ingin berada di sisimu, meskipun aku tahu kamu mungkin tidak akan pernah merasakan hal yang sama."

Amara terisak, air matanya jatuh ke tangan Lucian yang tak bergerak. "Lucian, aku tidak tahu apa yang akan terjadi. Tapi aku ingin kamu tahu bahwa cintaku padamu selalu tulus. Aku mencintaimu dengan seluruh hatiku, meskipun itu berarti aku harus menderita dalam diam."

Suasana di ruangan itu semakin sunyi. Amara merasakan campuran perasaan antara kesedihan, cinta, dan ketidakpastian. Dia tahu bahwa kata-kata ini mungkin tidak akan pernah didengar oleh Lucian yang tak sadarkan diri, tapi dia tetap berharap ada keajaiban.

"Lucian, aku tidak akan pernah meninggalkanmu," bisiknya dengan suara yang hampir tak terdengar. "Aku akan berada di sisimu sampai akhir. Cinta tak harus memiliki, tapi aku akan selalu mencintaimu, meskipun dari jauh."

Amara kemudian membaringkan kepalanya di samping tangan Lucian, merasakan kepedihan yang mendalam. Dia tahu bahwa cintanya mungkin tidak akan pernah terbalas, tapi dia tetap setia, tetap mencintai Lucian dengan segenap hatinya.

Waktu terus berlalu, dan meskipun keadaan Lucian tetap kritis, Amara tidak pernah meninggalkan sisinya. Dia tahu bahwa cinta itu tidak selalu harus memiliki, tapi dia juga tahu bahwa cinta yang tulus akan selalu ada, meskipun dalam kesunyian.

Dengan hati yang penuh rasa sakit namun juga penuh cinta, Amara terus berjuang, berharap bahwa suatu hari nanti, Lucian akan membuka matanya dan tahu betapa besar cinta yang dia miliki untuknya.

Cinta tak harus memilikiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang