Lucian dan Amara duduk di ruang perawatan rumah sakit, suasana malam yang tenang memberikan latar belakang yang tenang untuk percakapan mereka. Setelah pengakuan Amara, keduanya merasa bahwa ada banyak hal yang perlu dibicarakan.
"Lucian," Amara memulai, suaranya penuh kehangatan, "ada begitu banyak hal yang ingin aku katakan. Aku tahu kamu masih berduka karena kehilangan Seraphina, dan aku tidak ingin membuatmu merasa tertekan dengan perasaanku."
Lucian mengangguk perlahan. "Aku tahu, Amara. Aku menghargai kejujuranmu. Aku hanya merasa bingung. Perasaan ini begitu campur aduk."
Amara meraih tangan Lucian dengan lembut, memberikan kekuatan melalui sentuhannya. "Lucian, tidak apa-apa untuk merasa bingung. Kamu baru saja melalui banyak hal. Yang penting sekarang adalah kesehatanmu."
Lucian menatap mata Amara, mencari ketulusan yang selalu dia temukan di sana. "Aku merasa bersalah, Amara. Kamu telah memberikan begitu banyak untukku, tapi aku tidak bisa memberikan apa-apa kembali padamu."
Amara tersenyum lembut. "Lucian, cinta tidak selalu tentang memberi dan menerima secara seimbang. Kadang, cinta adalah tentang memberikan diri kita sepenuhnya, tanpa mengharapkan balasan yang sama. Aku senang bisa berada di sisimu, mendukungmu."
Lucian terdiam sejenak, merenungkan kata-kata Amara. "Aku hanya tidak ingin menyakitimu. Kamu pantas mendapatkan yang terbaik."
Amara menggelengkan kepalanya. "Aku memilih untuk berada di sini, Lucian. Aku memilih untuk mencintaimu, meski aku tahu risikonya. Jangan merasa bersalah atas sesuatu yang tidak bisa kamu kendalikan."
Lucian menghela napas panjang, merasa sedikit lega. "Kamu selalu tahu bagaimana membuatku merasa lebih baik. Tapi bagaimana denganmu? Bagaimana perasaanmu tentang semua ini?"
Amara menatap mata Lucian dengan penuh ketulusan. "Aku bahagia bisa berada di sini bersamamu, meski sulit. Melihatmu berjuang dan tetap berusaha memberi harapan padaku. Itu sudah cukup, Lucian. Aku hanya ingin kamu tahu bahwa ada seseorang yang selalu mendukungmu, apa pun yang terjadi."
Lucian merasa hatinya sedikit lebih ringan. "Terima kasih, Amara. Aku akan berusaha untuk sembuh, bukan hanya untuk diriku sendiri, tapi juga untukmu. Kamu telah menjadi cahaya di tengah kegelapan yang aku alami."
Amara tersenyum, matanya berkaca-kaca. "Kita akan melalui ini bersama, Lucian. Hari demi hari, langkah demi langkah. Aku percaya kita bisa melakukannya."
Lucian merasakan kehangatan dan kekuatan dari kata-kata Amara. Mereka berdua duduk dalam keheningan, tangan mereka saling menggenggam, merasakan kehadiran satu sama lain yang memberikan kekuatan.
Malam itu, mereka terus berbicara tentang banyak hal: kenangan, harapan, mimpi, dan ketakutan. Mereka membuka hati mereka, membiarkan kata-kata mengalir bebas tanpa ada yang ditahan. Percakapan mereka membawa kedekatan yang baru, menguatkan ikatan yang sudah ada.
Meski masa depan tetap penuh ketidakpastian, Lucian dan Amara merasa bahwa mereka tidak sendirian dalam perjuangan ini. Dengan cinta dan dukungan yang mereka miliki, mereka percaya bahwa apapun yang akan terjadi, mereka akan menghadapinya bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta tak harus memiliki
Roman pour AdolescentsLucian, seorang pemuda introvert dan kalem dari Lunaria, menemukan pelarian dari rutinitasnya yang membosankan di sebuah aplikasi chat. Di sana, ia bertemu dengan Seraphina, seorang gadis populer dari Valoria yang memiliki ego tinggi namun berhati b...