01: Stranger

214 138 68
                                    

This story contains adult content, please be a wise reader and enjoy it!

"Anda duduk di kursi tengah, Nona," seorang pria mengarahkan Jane untuk duduk. Beberapa perempuan terlihat di sana, duduk di kursi-kursi di samping kursi untuk Jane. Para perempuan itu memakai gaun pendek dengan warna senada, tidak terkecuali Janevive. Hanya saja, ia tampil sedikit lebih mencolok daripada yang lain dengan sebuah kalung berlian melingkar cantik di leher jenjangnya.

Setelah beberapa menit menunggu set siap, cahaya kamera mulai menyala. Memotret kecantikan perempuan-perempuan muda yang duduk berpose di kursi pantai. Kegiatan itu lantas tak luput dari perhatian pengunjung kelab pantai di malam itu. Semua mata tertuju pada para perempuan, terutama Janevive yang menjadi primadona.

Sekumpulan orang mulai mendekat, beberapa dari mereka tidak tahu kegiatan apa itu sementara sebagian lainnya memang sengaja datang untuk melihat kegiatan itu. Suara kamera ponsel terus terdengar, lensa kamera tak berhenti menyorot para model yang berpose dengan cantik di sana.

Di balkon atas, seorang pria memperhatikan keramaian tersebut sambil meneguk anggur di sebuah gelas yang ia bawa. Atensinya tidak lepas dari sosok perempuan yang menjadi pusat di antara perempuan-perempuan yang lain. "Siapa mereka?" tanya pria itu kepada seorang pria di sampingnya.

"Para model, mereka sedang melakukan pemotretan."ㅡNolanㅡpria yang duduk di sebelahnya menjawab.

"Lalu siapa perempuan itu?"

"Di sana ada sepuluh orang dan kau memintaku menyebutkan nama mereka satu-persatu?"

"Bukan. Perempuan yang duduk di tengah."

"Kau tidak mengenalnya?" lawan bicaranya menggeleng.

"Sungguh?!" Nolan terkejut dengan jawaban rekannya. "Kupikir seorang Easton mengenal perempuan-perempuan cantik di kota ini, tapi seorang Janevive saja kau tidak tahu."

"Nice joke, dude," balas lawan bicaranya lagi.

"Aku sempat berpikir kau sudah bergerak untuk mendekatinya," Nolan menyelipkan tawa kecil di sela kalimatnya. Kebiasaan Easton yang selalu mendekati banyak wanita, tapi tidak mengenal seorang model yang tengah naik daun membuat Nolan terheran.

"Nyatanya aku tidak mengenal dia," Easton membalas dengan senyum kecil sebelum meneguk wine di tangannya.

"Sekarang kau sudah mengenal namanya." Easton tersenyum miring, ia tak melepas atensinya dari perempuan itu. Nolan yang paham bahwa perempuan itu akan menjadi target Easton selanjutnya. "Beritahu aku jika kau berhasil mendapatkannya, dude."

"Kau selalu berprasangka buruk kepadaku," elak Easton.

"Mau bertaruh? Aku yakin kau tak akan tinggal diam melihat perempuan secantik itu."

Easton tertawa renyah, "ah tidak. Aku tidak akan bertaruh untuk apapun."

Suasana malam semakin berbinar. Nolan dan Easton sudah menghabiskan beberapa gelas wine sambil berbincang. Tanpa mereka sadari, jam sudah menunjukkan pukul 2 malam. Alih-alih menjadi lebih sepi, kelab itu malah didatangi lebih banyak pengunjung. Tidak heran karena kelab pantai di hotel ini memang sudah terkenal. Orang-orang yang datang menginap di sana tentu saja enggan melewatkan kesempatan untuk datang ke kelab itu.

Semakin malam, suara musik menjadi semakin keras sampai-sampai mereka perlu berteriak untuk berbicara satu sama lain. Easton yang merasa kesadarannya sudah mulai berkurang memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Walaupun ia berjalan sempoyongan, ia masih kuat untuk menopang tubuhnya dan memencet tombol lift yang benar untuk menuju kamarnya. Ia tak menyadari dimana Nolan berada, ia sudah tak peduli karena sekarang ia hanya ingin merebahkan tubuhnya segera.

Easton berdiri bersandar di samping pintu lift, ia sedikit menggerutu karena pintu tak kunjung terbuka. Suasana di koridor terbilang sepi, berbeda dengan suasana di dalam kelab tadi. Di tengah kekesalannya itu, seseorang menabrak tubuhnya. Namun, lagi-lagi ia masih kuat menahan tubuhnya dan menoleh ke arah seonggok tubuh yang terjatuh di sampingnya.

Ia terkejut karena seseorang yang menabraknya ada seorang perempuan bergaun pendek terlihat seperti mabuk berat. Easton menyingkap rambut perempuan itu dan kembali terkejut. Rasa kesalnya seketika hilang melihat paras ayu dari perempuan itu. Perempuan yang baru beberapa jam lalu ia bicarakan bersama Nolan.

Ya, Janevive.

Easton mendudukkan tubuh Jane, "jangan tidur di sini, Nona," ujar Easton. Jane terlihat masih sadar walaupun sudah tidak memungkinkan untuk perempuan itu berjalan sendiri. "Dimana kamarmu? Biar kuantar," tanya Easton lagi.

Alih-alih mendapat jawaban, Jane malah menepis tangan pria itu. Ia berusaha bangkit, tapi kembali terjatuh dan berakhir bersandar di dada Easton. Jane terlihat meracau dan Easton tidak mengerti apa yang Jane katakan. Suara pintu lift terdengar. Easton melihat keadaan sekitar, rasanya tidak mungkin meninggalkan perempuan dengan pakaian seperti itu di luar sana. Akhirnya, ia memutuskan untuk membawa Jane ke kamarnya.

Ia membawa perempuan itu dengan susah payah. Ia harus menopang tubuhnya sendiri sementara ia juga membawa tubuh perempuan mabuk itu. Easton sempat mengira Jane sudah tertidur, tapi ia salah. Perempuan itu tak berhenti meracau sepanjang perjalanan mereka ke kamar.

"Oh, bibirmu sangat indah," racau Jane sambil menyentuh bibir Easton. Pria itu seperti merasakan sengatan listrik yang menjalar di sekujur tubuhnya. Sementara Jane malah semakin liar. Ia menarik leher pria itu seakan ingin meraup bibir Easton.

Pria itu berusaha tidak lengah, ia tidak menyerah dengan perlakuan Jane. "Tenanglah, Nona," ucapnya terus-menerus.

Saat Easton sudah masuk di kamarnya, ia segera meletakkan tubuh Jane di atas kasur. Namun, Jane tidak melepas tangannya yang melingkar di leher Easton. "Mau pergi kemana? Jangan meninggalkanku sendirian, aku takut," Jane tak berhenti meracau. Easton berusaha melepas kaitan tangan Jane dengan susah payah. Namun, sekarang kaki perempuan itu yang melingkar di tubuh Easton.

Pria itu menyerah, kesadarannya yang tak begitu penuh dan energinya yang sudah mulai habis membuatnya pasrah. Ia membiarkan Jane memeluknya, bahkan ia menahan tubuh besarnya supaya tidak menimpa menimpa tubuh Jane. Namun, hal itu tidak berlangsung lama karena Easton akhirnya merasa lelah berada di posisi seperti itu. Ia membaringkan tubuh mereka, merebahkan tubuhnya sendiri di kasur empuk dan mengistirahatkan punggungnya.

Jane pun masih meracau, ia semakin mengeratkan pelukannya di tubuh Easton. Ia seakan tidak peduli jika pria itu adalah orang asing baginya. "Aku takut, aku takut," Jane bersuara dengan lirih. Ia seperti memiliki dua kepribadian. Sesaat ia sedih, sesaat kemudian ia tertawa.

Hal yang cukup lumrah untuk Easton yang terbiasa melihat orang mabuk. Ia membalas pelukan Jane sambil mengelus rambut perempuan itu pelan berusaha membuatnya tenang. "Aku tidak meninggalkanmu, aku disini," ucap Easton pelan.

Beberapa menit dalam posisi itu, Easton tidak merasakan pergerakan lagi dari Jane. Ia mengintip ke wajah perempuan itu dan menemukannya sudah terlelap. Easton menghela napas lega. Sekarang ia bisa mengistirahatkan dirinya sendiri.

Pada awalnya, ia tak ingin berpindah dari posisi itu karena takut Jane terbangun dan kembali meracau. Namun, sebuah desiran hebat membuatnya mau tidak mau harus melepaskan diri supaya tidak membahayakan perempuan itu juga. Ia bergerak pelan melepas tangan dan kaki Jane yang melingkar di tubuhnya, kemudian mendudukkan diri di lantai sambil meletakkan kepalanya di kasur tersebut. Atensinya teralihkan ke kaki Jane. Perempuan itu terlihat masih memakai sepatu hak tinggi. Easton segera melepas sepatu itu dan melempar sepatu itu sembarangan.

Mata Easton sejenak memperhatikan penampilan Jane di hadapannya. Ia tak berhenti terkagum melihat perempuan itu. Bagaimana bisa ia tak mengenal seorang perempuan secantik Janevive. Ia seperti terhipnotis. Alih-alih pergi membersihkan dirinya, ia malah kembali duduk dan mendekatkan wajahnya ke wajah Jane. Tanpa sadar, tangannya mengelus pelan pipi perempuan itu, "kemana saja aku selama ini?" ia terkekeh.

Hampir saja ia melakukan hal gila. Ia tersadar dan segera berdiri menjauh dari tubuh Jane. Tangannya bergerak untuk menyelimuti tubuh Jane dengan selimut tebal kemudian bergegas pergi ke kamar mandi.

- to be continued -

Jangan lupa tinggalkan vote dan komen, supaya author lebih semangat updatenya. See you~

WINESOUL: JANEASTONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang