02: Bruises

307 159 58
                                    

This story contains adult content; please be a wise reader and enjoy it!

Hari sudah berganti, matahari sudah berada di posisi tertingginya. Jane terbangun tepat di jam 12 siang. Ia membuka mata dengan rasa sakit luar biasa di kepalanya. Beberapa menit ia mengumpulkan energi sehingga ia bisa duduk dan menyandarkan dirinya. Perempuan itu mulai menelaah ruangan tempat ia terbangun itu. Ia merasa ruangan itu sedikit berbeda. Ia seperti melihat barang-barang asing yang tidak terlihat seperti miliknya.

"Kau sudah bangun rupanya," sebuah suara menginterupsi Janevive. Suara itu berasal dari sosok pria tampan yang baru saja keluar dari kamar mandi. Ia mengenal bathrobe dan sebuah handuk di lehernya. Pria itu terlihat sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk itu.

Ia menyodorkan sebuah botol air mineral ke arah Jane. Namun, perempuan itu hanya menatapnya curiga. Pria ituㅡEastonㅡsegera meneguk air dari sana untuk menunjukkan bahwa air itu hanya air biasa. Ia menarik tangan Jane untuk memegang botol itu. Lagi-lagi Janevive hanya diam melihat benda yang diberikan Easton kepadanya.

Menyadari bahwa perempuan itu tidak bisa melakukan hal yang sama, Easton mengambil sebuah gelas dan menuangkan air dari botol. Baru setelah itu, Janevive meneguk habis air di dalam gelas. Perempuan itu kemudian turun dari kasur berniat untuk kembali ke kamarnya. Namun, ia terjatuh karena rasa sakit di pergelangan kakinya.

Easton juga ikut terkejut setelah melihat memar di kaki perempuan itu. Ia yakin karena tadi malam Jane terjatuh dari sepatu hak tingginya. Pria itu segera membantu Jane untuk duduk kembali di atas kasur. Ia mengambil es di dalam kulkas kemudian membungkusnya dengan handuk untuk mengompres kaki Jane. Perempuan itu hanya merintih menahan rasa nyeri di kakinya.

Setelah beberapa menit, Jane merasa lebih baik. Ia memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Ia mengambil sepatunya yang tergeletak di samping kasur dan berjalan keluar. Tak lupa juga mengucapkan terima kasih kepada Easton, "terima kasih atas tumpangannya."

Melihat seorang perempuan berjalan tertatih-tatih dengan keadaan seperti itu, Easton menghentikan langkah Jane. Ia mengambil sebuah kemeja dari kopernya dan menyodorkan ke arah Janevive, "kau tidak membawa kartu akses?" Ia bertanya karena sejak tadi malam Jane terlihat tidak membawa apapun. "Kamarmu nomor berapa?" Easton berniat memintakan kartu akses cadangan di resepsionis untuk perempuan itu.

"517," Jane mengambil kemeja di tangan Easton. Kemudian pria itu memberikan isyarat agar Jane duduk di sofa sementara ia berjalan ke dalam kamar mandi. Beberapa menit kemudian ia keluar dengan setelan celana dan kaos hitam. Easton kembali menyodorkan handuk dengan es di dalamnya supaya Jane bisa mengompres kakinya selama ia pergi ke bawah.

Lagi-lagi Jane hanya menurut. Ia memperhatikan punggung pria itu yang menghilang di balik pintu sembari terus memikirkan apa saja yang ia lakukan semalam di tempat pria itu. Ia memeriksa seluruh tubuhnya dan merasa tidak ada yang salah kecuali kakinya yang memar. Jane menyandarkan kepalanya di sandaran sofa sambil memejamkan mata. Rasa pusing di kepalanya tidak hilang, hanya sedikit lebih baik setelah Easton memberinya air tadi.

"Ayo!" sebuah suara menyadarkan perempuan itu. Easton sudah kembali dengan sebuah kartu akses di tangannya.

"Terima kasih," saat Jane hendak mengambil kartu itu, Easton menarik kartu itu ke belakang tubuhnya. Ia tiba-tiba saja berjongkok di depan Janevive.

"Kamarmu jauh dari sini, Nona. Apa kau mau memperparah keadaan kakimu?" ia mengisyaratkan Jane supaya naik ke punggungnya. Jane tertegun tapi ia tetap menurut dan naik ke punggung Easton. Pria itu membawa Jane dengan hati-hati, ia menjauhkan Jane dari orang-orang karena takut menyenggol kaki Jane yang memar itu.

Easton menurunkan Jane setelah mereka sampai di depan pintu kamar 517. "Aku tidak melakukan apapun kepadamu, kau tidak perlu khawatir. Soal luka itu, tadi malam kau terjatuh dan kemungkinan besar kau terkilir," Easton memberikan penjelasan tentang apa yang terjadi semalam, bahkan ia juga membukakan pintu untuk Jane. "Lain kali jangan pergi sendirian saat kau ingin mabuk, Nona," ucapnya menunjukkan kartu akses.

WINESOUL: JANEASTONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang