18: Tenebris

8 3 0
                                    

This story contains adult content; please be a wise reader and enjoy it!

"Kami diperlakukan seperti mainan, semua orang menyentuh kami bergantian," suara Blaire lirih, kalimatnya bergetar. "Walaupun mendapatkan semua uang dan popularitas, aku merasa seperti wanita hina."

"Mereka itu kelompok besar, tapi tidak ada berani menyebut nama mereka di publik. Aku tidak tahu kepada siapa aku harus meminta tolong, semua orang berpihak kepada mereka, Jane."

Jane hanya bisa menatap nanar ke arah Blaire. Ia tak melepas pelukannya dari perempuan itu, tangannya tidak berhenti mengusap punggung Blaire untuk menenangkannya.

"Apakah tidak ada cara untuk keluar dari sana?" akhirnya Jane membuka suara dan dibalas gelengan kepala oleh Blaire.

"Jika aku keluar, karirku akan hancur," suaranya terdengar semakin bergetar, "atau bahkan aku juga akan dibuat lenyap."

Kalimat terakhir membuat Jane tersengat. Realita industri hiburan yang benar-benar mengerikan. "Blaire, aku sendiri tidak bisa banyak membantu. Andaikan Ivano tidak bergabung dengan mereka, mungkin aku bisa membantumu." Rasa menyesal muncul di benak Jane, ia hanya bisa mendengar cerita dari Blaire tanpa bisa membantunya.

"Tidak apa," Blaire mulai menghapus air matanya. Ia mengambil sebuah map kertas dari tasnya dan menyerahkan benda itu kepada Jane, "jika nanti mereka benar-benar menghabisiku, semua bukti ada di sini. Tolong bawa bukti ini ke seseorang yang bisa menguak semuanya dan jangan sampai kau menyelesaikan sendiri tanpa bantuan seseorang yang punya kekuatan yang sama besar dengan mereka. Aku sudah menyimpan semuanya dengan lengkap. Untuk sementara ini, aku tidak bisa menyerahkan barang penting ini kepada orang lain selain dirimu."

Jane tercengang, ia melihat map itu cukup tebal, "kau bicara apa?! Tidak akan terjadi apa-apa kepadamu."

"Simpan saja, jika aku tidak berhasil berjuang untuk hal ini, kumohon kau..." Blaire tidak sanggup melanjutkan kalimatnya.

Jane kembali memeluk Blaire untuk menenangkan perempuan itu, "kau bisa menguak ini semua, Blaire." Jane sudah berpikir macam-macam, yang lebih ia takutkan adalah jika Blaire tiba-tiba mengakhiri hidupnya sendiri.

"Terima kasih sudah mendengar semua ceritaku, Jane. Aku tidak berani menceritakan semua ini kepada siapapun," Blaire mulai menghapus air matanya. Terlihat jelas bahwa ia berusaha keras untuk tetap tegar. "Jaga dirimu ya, jangan pernah mendekati kelompok itu."

"Mereka mempunyai tanda. Semua anggota mendapatkan tanda," lanjut Blaire. "Semakin tinggi posisi mereka, tanda yang mereka miliki akan semakin banyak."

Blaire sedikit membuka jaketnya, ia menunjukkan sebuah tanda di bahu sebelah kirinya, "tanda seperti ini."

Jane melihat sebuah tanda yang sepertinya tercipta karena besi panas yang ditempelkan pada kulit. Tanda tersebut terlihat seperti huruf T dengan ujung bawah seperti pedang. Di tanda milik Blaire, terdapat setangkai mawar di samping huruf itu serta sebuah kata tercetak di bawahnya.

Tenebrisㅡnama dari kelompok itu.

"Jika kau menemukan seseorang dengan tanda seperti ini, menjauhlah. Mereka semua saling berebut untuk mendapatkanmu. Aku tidak tahu berapa taruhan yang mereka keluarkan demi mendapatkanmu, Jane."

Tidak ada kata-kata yang bisa keluar dari mulut Jane. Ia tidak menyangka akan mendapat informasi yang sangat mencengangkan dari Blaire.

Selesai dengan percakapan itu, Blaire dan Jane berpisah. Mereka kembali ke kegiatan masing-masing setelah meluangkan waktu untuk bertemu.

Lebih tepatnya Jane yang meluangkan waktu untuk Blaire. Di saat-saat seperti ini, ia merasa Blaire sedang membutuhkan seseorang untuk meluapkan emosinya. Walaupun mereka tidak terbilang dekat, tapi Jane tahu beratnya kehidupan di industri ini.

Masih dengan pikirannya, Jane berjalan menuju kantor agensinya. Hari ini, ia mendapat cerita tentang orang-orang di kelompok Tenebris, dan hari ini juga ia harus bertemu beberapa orang dari kelompok itu.

Jane bingung bagaimana harus bereaksi sekarang. Membayangkan wajah pria-pria itu saja Jane merasa mual.

"What's going on, dear?" Ronald menyapa Jane dengan hangat, tangannya terbuka untuk memeluk perempuan itu. Namun, Jane dengan cepat menepisnya.

"It's not really good, Ron. I'm feeling unwell today," ia beralasan untuk menjauhkan dirinya dari pria itu.

"Kau sedang sakit? Pasti karena jadwal yang padat, ya?" Ronald berbasa-basi.

Jane membalas dengan senyuman, "yah seperti itulah."

"Oh ya. Aku membuat rencana berlibur ke Jepang bulan depan. Kau mau ikut? Kita akan mengadakan sedikit perayaan setelah menyelesaikan film ini."

"Jepang?"

"Aku tidak tahu, sepertinya jadwalku sedang padat beberapa bulan ini," Jane masih berusaha menghindari pria itu.

"Tak perlu kau ambil susah, Ivano juga ikut, kau bisa memintanya mengatur ulang jadwalmu." Jane semakin mewaspadai sikap pria itu. "Semua biaya perjalanan akan menjadi tanggung jawabku."

"Aku masih mampu bertanggung jawab atas biayaku sendiri, Tuan," Jane memberikan skak pada pria itu. "Kalau memang seperti itu, selamat berlibur untuk kalian semua," senyum manis Jane membuat pria itu seperti tertusuk. Jane benar-benar memberikan sebuah dinding tebal untuk memisahkan diri dari kelompok itu.

Hari ini, jadwal mereka melakukan diskusi terkait film terbaru mereka. Namun, tidak semua pemeran hadir di sana saat ini. Orang-orang yang hadir sekarang adalah orang-orang yang mendapat peran besar, seperti Janevive sendiri. Mereka akan melakukan briefing terkait acara penayangan perdana film mereka 6 bulan lagi.

Pertemuan itu berjalan kurang lebih 3 jam. Sebuah pertemuan yang berlangsung cukup lama karena membahas hampir keseluruhan dari penayangan perdana film mereka. Semua orang yang ada di sana mulai melakukan promosi melalui akun media sosial masing-masing.

Walaupun sebenarnya film ini terbilang cukup diminati mengingat pemeran utamanya adalah bekas pasangan fenomenal beberapa tahun lalu, mereka diharapkan bisa menggaet lebih banyak peminat lagi.

Ya. Pasangan itu adalah Jane dan Kalvin.

Orang-orang menaruh banyak ekspektasi terhadap pasangan yang menjadi hubungan beberapa waktu lalu. Hubungan mereka tak berhenti menjadi topik hangat pada masanya, sebelum hubungan itu berakhir dengan sangat buruk. Orang-orang tidak pernah tahu apa alasan Jane dan Kalvin mengakhiri hubungan mereka, tapi banyak dari mereka berharap agar keduanya kembali bersatu setelah adanya proyek film ini.

Tentang saja harapan itu akan selamanya menjadi harapan. Jane sendiri sudah sangat enggan mengurusi segala sesuatu yang berhubungan dengan pria itu. Terlebih lagi, Jane sudah menemukan sosok pengganti yang jauh lebih baik dari Kalvin.

....

"Kau ini sibuk sekali," ucap Chloe menaruh sebuah minuman dan seporsi kentang goreng di depan Jane. Sedari tadi, perempuan itu fokus pada ponselnya. "Apa kekasihmu itu tidak menjawab pesanmu?"

"Jangan bicara tentang dia," Jane merasa malas saat topik pembicaraan mengarah pada Easton. Entah mengapa, ia masih merasa kesal dengan pria itu.

"Taruhlah ponselmu, kau belum makan sejak tadi pagi," balas Chloe.

"Aku sudah mengganjal perutku dengan sedikit sandwich tadi pagi," Jane masih fokus pada ponselnya.

"Jam 8 pagi tadi, sekarang sudah jam 9 malam."

"Ya," akhirnya Jane menaruh ponselnya. Ia meneguk minuman itu kemudian menyuapkan sepotong kentang goreng ke mulutnya. "Kau tahu siapa jurnalis yang biasa membuat artikel tentang dunia hiburan?"

Chloe menatap Jane aneh, "tiba-tiba saja? Ada apa? Artikel tentang berita kencanmu itu? Semua sudah dihapus."

"Bukan."

"Lalu apa?"

Terlihat sedikit keraguan di mata Jane. "Aku akan memberitahumu setelah kita sudah di rumah."

- to be continued -

Jangan lupa tinggalkan vote dan komen, supaya author lebih semangat updatenya. See you~

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 18 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

WINESOUL: JANEASTONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang