This story contains adult content; please be a wise reader and enjoy it!
"Kalau seperti itu, aku akan membuang jauh-jauh mimpiku menjadi seorang aktris," Jane berdiri dari duduknya dengan perasaan marah.
"Kau ini kenapa? Jangan terlalu naif. Semua orang di industri hiburan juga melakukan itu," Ivanoㅡpria yang terpaut usia beberapa tahun lebih tua dari Jane itu terus meyakinkan.
"Semua orang, tapi tidak dengan aku," jawab Jane tegas. "Harga diriku tidak sebanding dengan bayaran yang mereka tawarkan."
"Banyak orang menginginkanmu, Jane. Kau akan dengan mudah meraih popularitas."
"Aku tidak peduli. Aku tidak akan menarik ucapanku." Jane merasa air matanya hampir keluar, "aku peringatkan kepadamu, Ivano! Walaupun aku ada di agensimu, aku berhak atas diriku sendiri dan kau tidak memaksaku untuk menjual diriku sendiri ke pria-pria itu. Aku tidak peduli apakah mereka aktor besar maupun produser, aku tidak sudi." Jane menutup pintu ruangan itu dengan keras.
Air matanya terus menetes, ia melajukan mobilnya semakin cepat karena rasa kesalnya itu. Hatinya terluka setelah melakukan diskusi dengan pimpinan agensinya itu. Di titik ini, ia merasa semua orang palsu. Mereka tidak menyayanginya secara tulus, mereka hanya menginginkan tubuh Jane.
Ia melihat tatapan pria yang dibawa oleh Ivano tadi. Seorang aktor besar yang tertarik pada Jane dan berani mengeluarkan biaya besar supaya bisa membawa Jane bersamanya. Tatapan menjijikan yang membuat Jane muak, tatapan pria-pria berhidung belang.
Ia rasa, emosinya sudah berada di puncak ketika Ivano membawa pria itu datang tanpa persetujuan Jane. Di detik itu ia untuk pergi dari agensi itu setelah kontraknya selesai nanti.
"Pria-pria brengsek!" umpatnya.
Jane menghabiskan sisa perjalanannya dengan terus menangis. Sampai ia sudah memasuki apartemennya, ia segera melempar tubuhnya di atas kasur, menenggelamkan wajahnya di bawah bantal sampai ia tertidur karena terlalu banyak menangis.
Jane terbangun ketika matahari sudah mulai terbenam. Ia beranjak dari kasurnya dengan langkah lunglai. Ia berjalan ke arah cermin dan melihat mata sembab yang menyedihkan. Tak mau berlarut-larut, ia keluar untuk menyiapkan makan malam. Niatnya untuk memasak luruh saat kakinya sampai di dapur, Jane memutuskan untuk memesan makanan saja.
Jane kembali ke kamarnya untuk mengambil ponsel, ia memesan makanan dari sana. Saat ia membuka pesan, sebuah pesan dari dari Chloe terlihat.
"Tuan Luke memberikan bayaran lebih kepadamu sebagai bentuk ganti rugi," Chloe juga mengirimkan nominal yang dikirimkan Tuan Luke kepada Jane.
Jane tidak terlalu memperdulikan itu. Kini, ia harus mencari cara supaya wajahnya kembali segar sebelum besok malam. Ia menatap ke arah cermin lagi dan menemukan bekas di lehernya yang mulai memudar.
Jane mulai kembali berpikir tentang Easton. Sikap Easton kemarin, membuat Jane bertanya-tanya apa tujuan pria itu melakukan semuanya. Apakah ini pertanda jika Easton peduli dengannya? Atau semata karena Easton juga hanya menginginkan tubuh Jane? Tapi selama mereka bertukar nomor, Easton hanya berbincang seperti orang biasa.
Pesan terakhir Easton adalah menanyakan keadaan Jane. Dan ia baru ingat bahwa ia belum membalas pesan pria itu sejak tadi pagi. Jane pun segera membuka pesan pria itu, tapi bunyi bel terdengar. Ia rasa pesanan makannya sudah datang.
Jane pun bergegas menuju ke pintu depan dan menemukan seorang pria yang mengantar makanannya. Namun, Jane dibuat salah fokus saat melihat sebuah buket bunga di pintu apartemennya. Saat ia bertanya kepada pria pengantar makanan, pria itu tidak tahu siapa pengirim bunga itu. Alhasil, Jane pun turut membawa bunga itu masuk setelah melihat tulisan di bawah bunga itu memang ditujukan untuk dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
WINESOUL: JANEASTON
Romance"Kau yakin tidak mau mencoba wine ini?" tanya Easton. Wajahnya semakin mendekat ke wajah, sampai-sampai Jane bisa merasakan hangatnya hembusan nafas pria itu beserta aroma wine yang menguar. Easton menurunkan tatapannya ke arah bibir ranum milik Jan...