(name)'s POV.
AKU berjalan sepulang dari sekolah sendirian. Setelah kejadian dari BK tadi, semua orang melihat ke arahku seperti aku adalah orang yang selalu sial dan penyebab segala kekacauan.
Apalagi tadi aku dihukum karna catatanku yang kosong, ini dikarenakan kacamataku yang terpijak oleh para kerumunan orang itu. Padahal ini masih hari pertama masuk sekolah. Sambil menggendong tas berwarna biru langitku, aku menatap jalanan sore Tokyo yang masih dilewati oleh banyak orang dengan kesibukan mereka masing masing.
Aku berjalan ke arah apartemenku sambil melihat seseorang dengan pakaian serba hitam. Rasa penasaranku langsung meningkat begitu saja ketika melihatnya. Orang itu dengan gerakan yang mencurigakan menatap ke arahku dengan menggunakan kacamata hitamnya.
Aku mengangkat alisku untuk mengisyaratkan sesuatu, walaupu terkesan tidak sopan aku tidak peduli. Orang itu membuka masker yang menutupi wajahnya. Aku terkejut. Dia mendekat ke arahku, kakiku kembali melangkah mundur. Bisa saja aku berteriak tapi aku tidak bisa melakukannya karna takut salah paham dan berakhir malu.
Dia menghela nafas. "Tenanglah, diam dan dengarkan aku." Katanya. Wajahnya terlihat asing menurutku tetapi beberapa meter kemudian ibuku datang dengan membawa belanjaan di tangannya, sepertinya ibuku habis dari supermarket dan ingin masak malam. Melihat aku yang berada di halaman apartemen dan bersama seorang pria dengan perawakan yang tinggi membuatnya curiga. "(name), kau sedang apa? Kenapa tidak langsung masuk ke apartemen?" Tanya Ibuku dengan mata yang masih menatap tajam ke arahku. Aku tersenyum canggung karna tidak tau ingin menjawab apa.
Tiba tiba pria itu membalikkan badannya dan memperlihatkan wajah penuhnya kepada ibuku. "Ah, bibi, aku tadi mencegat (name) sebentar, makannya dia tidak langsung ke apartemen." Jawab pria itu. Oh, apalagi dengan ucapannya yang mengucapkan namaku langsung, benar benar tidak sopan!
Mataku masih memandang ke arah pria asing itu yang masih sok akrab dengan ibuku. Tak berapa lama kemudian ibuku langsung tertawa, "Oh, Zayden. Apakah ibumu memerlukan sesuatu dengan (name) seperti biasanya? Bibi pikir tadi laki laki yang bersamanya adalah pacarnya." Hampir saja aku membuka mulutku dengan lebar karna hampir tidak percaya dengan respon yang dikeluarkan oleh ibuku.
Zayden hanya tersenyum. "Bukan, aku ingin minta diajarkan beberapa soal matematika olehnya, haha."
ibuku terkekeh. "Kalau begitu mari kita masuk ke apartemen bersama."
(name)'s POV end.
***
Dan disinilah (name) bersama Zayden, seorang pria yang awalnya dia kira mencurigakan. Mungkin karena mengalami perpindahan ruang dan waktu membuat ingatannya memudar. "Zayden, oh, kau sebenarnya apa yang ingin kau lakukan selain alasan meminta ajari "soal matematika"." Tanya (name) dengan tatapan tajam yang dia layangkan kepada pria itu. Suasana canggung mulai terasa membuat perasaan tidak nyaman.
Lalu pria itu segera mengelus kepala (name) dan mendapatkan tepisan tangan yang kuat dari (name). Pria itu meringis sambil mengusap tangannya. "Oke, kita akan langsung ke intinya saja?"
"Iya"
"Yakin, nih?"
"KATAKAN SAJA!" Sabaran setipis tisu itu membuat humor Zayden tersenggol lalu tertawa.
Wajahnya berubah menjadi serius ketika wajah (name) sudah melayangkan ancaman. "oke, aku akan serius. (name), kau itu seorang Ratu, kan?" Tanya Zayden. Apa apaan, pertanyaan itu sangat ambigu jika ditanyakan kepada seorang anak yang masih SMA!
KAMU SEDANG MEMBACA
Our memories (satoruxreader) ✔️
Fanfiction"ayah? kenapa ibu tidak menjawab? ayah bilang ibu akan senang jika aku mendapatkan juara" wajah sang anak langsung lesuh ketika tidak mendapatkan respon apapun, pecah sudah isi hati Satoru mendengarnya "mama sangat senang padamu, Kosuke, dia pasti s...