Chapter 16 - Masa Lalu, Masa Kini

1K 131 13
                                    

AKU menghela napas lega saat melangkah keluar dari pintu klinik. Akhirnya, aku sudah boleh pulang!

Setelah 5 hari full bed rest dan nggak mandi, sekarang badanku kembali bersih dan wangi. Rasanya masih sedikit lemas, tapi sudah jauh lebih baik!

Diluar, meski masih pukul 7 malam, suasana sudah sepi sekali. Bahkan suara kendaraan melintaspun jarang. Tapi karena berada di kompleks TNI, aku merasa aman.

Aku duduk di tangga klinik, melihat-lihat layar handphone sambil menunggu Maria datang menjemput. Tak lama, sorot cahaya lampu motor muncul dan mendekat.

Aku berdiri dan melambai kearahnya, itu pasti Maria! Tapi lambaianku terhenti saat menyadari kalau itu bukan siluet badan perempuan, tapi laki-laki.

Saat motor berhenti dan pengendaranya membuka helm, meskipun orang itu masih memakai masker, aku langsung tahu kalau itu dia.

Rasanya, karena sudah ada tenaga dan sudah bisa berpikir lebih jernih, aku ingin kabur saja!

"Hai, udah sehat?"

Jantungku langsung berdebar nggak karuan saat mendengar suaranya. Ini beneran Narendra, bukan mimpi!

"Ngapain kamu disini?" tanyaku pelan.

"Jemput kamu dong!"

"Oh, nggak perlu kok, aku dijemput Maria."

"Tadi aku ke mess dan udah bilang ke Maria kalau aku yang jemput kamu."

Mataku melebar. "Hah?"

"Ayo, naik."

Tepat saat itu, handphoneku bergetar, chat dari Maria masuk.

Maria Tesalonika
Narendra udah datang belum Rai??
Kabarin ya!

Haduhhh dasar Maria!!

Dia ada disini
Kok kamu biarin dia jemput aku sih 😭

Maria Tesalonika
Aduh, kamu nggak nyaman sama dia ya Rai??
Maaf banget, tadi aku iyain soalnya disini lagi repot
si Arimbi muntah-muntah terus

Arimbi kenapa??
Perlu di bawa ke klinik nggak??

Maria Tesalonika
Katanya salah makan.
Barusan udah minum obat,
Kita pantau dulu deh, kalau terus muntah, baru ke klinik
Yang lain masih belum pada pulang
Jadi dia nggak ada yang temenin Rai

Oh... gitu
Ok deh Mar

Maria Tesalonika
Eh, Dokter Barra dateng nih
Apa mau minta dia jemput kamu??

"Maria ya?"

Suara Narendra memaksaku untuk menengadah kearahnya. Ia sudah turun dari motor dan menggendong tas ranselku yang tadinya tergeletak di lantai didada.

"Eum... aku bakal dijemput Dokter Barra, Ren." kataku.

Narendra mengernyit. "Kenapa? Kan ada aku."

"Ngg... aku nggak enak, bikin kamu repot." jelasku, mendadak kikuk.

"Nggak lah, ayo naik."

Tiba-tiba handphoneku bergetar, Maria menelfon.

"Iya Mar??"

"Dokter Barra udah mau otw kesitu, tungguin ya."

"Eh?? Ngg..."

He Was My First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang