Chapter 26 - Dia Kembali (lagi)

868 122 9
                                    

SEMALAMAN kuhabiskan dengan menangis.

Sejujurnya, aku nggak tahu apa persisnya hal yang kutangisi??

Apa karena kesal melihat Narendra? Atau karena lega melihat cowok itu baik-baik saja? Entahlah. Aku hanya merasa 'penuh' dengan perasaan yang campur aduk.

Orang tuaku tak bertanya apapun meskipun aku keluar kamar dengan mata bengkak sembab. Mereka tahu kalau aku pasti akan bercerita begitu aku merasa lebih baik.

Pagi ini aku mengiyakan tawaran Papa untuk mengantarku ke Rumah Sakit.

Seharian penuh aku merasa seperti manusia linglung. Jujur, aku tak yakin apa yang sebenarnya kurasakan, yang jelas, perasaan ini menyesakan.

"Raline, habis ini istirahat yang cukup ya." kata Bu Inara, seorang suster senior, saat aku bersiap pulang setelah menyelesaikan shiftku. Dia pasti tau aku sedang tak baik-baik saja.

"Baik bu... aku pulang dulu ya. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, hati-hati ya."

Aku berjalan dengan langkah gontai ke lobby Rumah Sakit, lalu duduk di salah satu bangku untuk memesan taksi online.

Hatiku mulai tak sabaran saat tak kunjung mendapat driver. Diluar memang sedang hujan deras. Tapi tak biasanya sesulit ini dapat driver. Akhirnya aku bangkit dan memutuskan untuk menunggu hujan reda di cafe depan rumah sakit.

"Ice coffee latte no sugar 1, sama topoki yah." pesanku pada penjaga kasir.

"Ada lagi kak?"

"Hnggg, bakpao coklat 1 deh."

"Baik, totalnya 47ribu ya."

Aku merogoh tasku untuk mengambil dompet. Tapi sebelum aku sempat menemukannya, seseorang menyodorkan selembar uang pada kasir.

Aku mendongak. Badanku langsung membatu begitu melihat Narendra disitu.

"Ini ya kak."

"Baik, 100 ribu ya kak uangnya."

Aku menelan ludah. Cepat-cepat aku mengambil jajananku dan mencari tempat duduk disamping jendela besar.

Tentu saja, cowok itu membuntutiku.

Dan aku memutuskan untuk menganggapnya tak ada.

Aku membuka handphoneku, dan mencoba memesan taksi online lagi.

"Mungkin karena hujan, jadi susah dapet driver." katanya sok akrab.

Aku tak menggubrisnya. Kuambil uang 50 ribu dari dalam dompet dan menaruh uang itu dihadapannya.

"Buat apa nih...?"

Aku tak merespon dan sibuk memerhatikan layar handphone. Duh, kenapa sih susah banget dapat driver..??

"Rai, kamu marah ya?"

Brak! Aku bangkit dari tempat duduk dan beranjak pergi, meninggalkan semua jajananku yang tak tersenyuh. Tanganku gemetar, emosi ku sampai ke ubun-ubun. Nggak bisa. Aku harus pergi.

Aku berjalan cepat menyusuri trotoar, menerjang hujan. Berharap diujung jalan, akan ada ojek, taksi, angkot atau apapun yang bisa membawaku pulang.

"Rai!"

Lenganku ditarik sampai badanku memutar kebelakang.

PLAK! Aku menampar keras pipinya.

"Jangan pegang-pegang!!!" teriakku histeris.

Tapi, Narendra tetap kukuh memegang lenganku.

"Lepas gak???"

"Rai..."

He Was My First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang