Chapter 15 - Teman Lama

850 117 5
                                    


"Rai, bangun, kita sampai!"

Aku mengerjap dan terkejut saat menyadari kalau aku benar-benar tertidur.

Pemandangan hutan lebat sudah berganti jadi pemandangan kota sederhana. Langit yang semula kelabu sudah berubah gelap sepenuhnya.

Wah, tidurku lumayan lama juga. Tapi astaga... badanku nyeri dari ubun-ubun ke kaki!

"Eh, kita kemana nih?" tanyaku dengan suara serak.

"Tadi kudengar, katanya kita bakal tinggal sementara di rumah dinas." jawab Maria.

"Rumah dinas TNI?"

"Iya."

"Hoo..."

Truk masuk ke kompleks TNI dan berhenti di pelataran sebuah gedung yang lumayan besar. Kamipun turun satu persatu dari truk.

"Hati-hati."

Aku menatap uluran tangan tentara yang sepanjang perjalanan memerhatikanku. Ragu-ragu aku meraihnya dan membiarkan dia membantuku turun.

"Makasih, pak."

"Sama-sama."

Aku melepas tangannya, tapi saat berpijak tungkaiku terasa lemas seketika. Hampir saja aku terjerembab di aspal kalau tentara tadi tidak sigap menangkapku.

"Aduh, maaf Pak, kaki saya nggak tau kenapa lemes banget."

"Rai?? Kenapa??" Maria datang dan langsung menaruh telapak tangannya di dahiku. "Demammu tambah tinggi nih."

Sebelum aku sempat menjawab, badanku sudah dibopong dengan mudahnya oleh bapak tentara didepanku.

"Ayo kita ke klinik." katanya.

Sebenarnya aku syok, tapi karena tak punya tenaga, aku tak bisa bereaksi apapun. Beliau menggendongku sampai ke ruangan klinik dan menurunkanku di bed pasien. Untung saja Maria terus mengekor dari belakang sambil membawa ranselku yang terjatuh. Dia memang terbaik.

"Anu.. terimakasih ya Pak." kata Maria mewakiliku, kulihat dia juga kebingungan.

Bapak tentara itu mengangguk kemudian beranjak pergi. Hatiku langsung lega begitu dia menghilang.

"Kamu kenal sama orang itu?"

Aku menggeleng kecil sebagai jawaban. "Mana mungkin kenal."

"Halo, kenapa ini?"

Seorang dokter jaga yang tampak seusia dengan ayahku menghampiri kami. Beliau langsung memeriksaku sambil mendengar cerita panjang-lebar Maria tentang kejadian yang baru saja kami
alami.

Aku memejamkan mata, rasanya, aku lelah sekali.

***

"Kamu positif DBD, Rai."

Perkataan Maria membuatku sontak membuka mata. Aku mengernyit saat cahaya lampu seolah menusuk mataku—rasanya kepalaku pusing, badanku seperti melayang.

"Hasil lab nya baru keluar, kamu positif DBD, mesti dirawat, tapi karena di RSUD lagi banyak yang covid, kita rawat disini aja kata dokternya." jelas Maria.

"Hah...?"

"Udah, santai aja, aku temenin. Sekarang, kamu banyakin istirahat."

Aku mengerjap beberapa kali. Semakin lama mataku semakin terbiasa dengan sorot lampu ruangan yang menyilaukan itu.

DBD...? Kena dimana? Sejak kapan...?

"Boleh aku pinjam HPku gak Mar?"

"Oh iya, ini, udah aku cas."

He Was My First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang