Chapter 19 - Dibawah Tenda Kaki Lima

865 118 8
                                    

"AKU bisa nilai dia cowok baik-baik, keliatan dari cara bicara dan bersikapnya, jadi menurutku, yes sih." ujar Maria.

"Aku juga yes! Mana orangnya ternyata ganteng lagi." timpal Arimbi.

"Ayo Raiii tentukan jawabanmu!!" desak Nadya.

Aku menutup wajahku dengan kedua tangan.  Tau ah!! Pusing!!

"Emang... buat nikah itu semudah itu ya??" tanyaku heran.

Cecil mendecak." Ya ngapain dibikin ribet sih?? Yang baru tatap muka pas malam pertama juga banyak!!"

"Apalagi kalau udah jodoh, siapa yang bisa menghalangi coba? Pikir deh, buat kalian bisa ketemu disini aja, itu udah takdir yang amazing!" seru Arimbi.

Maria mangut-mangut setuju. "Susah lho Rai, cari laki-laki bener yang mau langsung jalin hubungan serius jaman sekarang."

"Eh tapi tapi, udah siap emang lo jadi Ibu Persit??" Cecil tersenyum tengil.

"Hahaha apa mulai sekarang kita panggil si Rai Ibu Persit Kita??" seloroh Arimbi.

Aku melempar bantal dipangkuanku pada cewek itu. "Apaan siiiih!!"

Tiba-tiba terdengar suara motor datang mendekat.

"Nahh itu dateng pangerannya si Rai." ujar Maria sambil memandang ke luar jendela.

Jantungku langsung berdebar kencang mendengarnya. "Hah?? Yang bener?!?"

Cecil berdiri dan ikut mengintip disamping Maria. "Etdahh, gercep banget udah dijemput lagi."

Kakiku rasanya ingin kembali berlari ke hutan. Tidaaakkk! Buat apa sih dia kesini lagi???

"Bilang.... Bilang aku nggak enak badan, please!" seruku panik.

"Yeee malah kabur!" sahut Cecil.

Kepalaku menggeleng kencang. "Aku beneran nggak bisa ketemu dia sekarang!!"

Melihat reaksiku yang kelewat panik, teman-temanku malah cengengesan senang. Sial.

Tak lama, motor berhenti didepan rumah dan pintu diketuk pelan.

Rasanya tubuhku langsung panas-dingin.

Maria menunjuk pintu dengan dagunya, menyuruhku untuk menyambut ketukan itu. Tapi aku menggeleng. Sungguh, aku tak punya muka untuk kembali berhadapan dengan Narendra!

"Aduh, cepetan ah!" Cecil yang nggak sabaran maju dan memutar daun pintu.

Kakiku langsung refleks ngibrit masuk ke dalam kamar.

"Eh, Rai!!" terdengar suara Maria memanggil, tapi aku tak peduli. Aku mondar-mandir di dalam kamar dengan perasaan gusar, berharap cowok itu segera pergi. Tak lama, wajah Maria muncul.

"Rai, itu dicariin Narendra." katanya. "Mau diajak makan malem bareng."

Rasanya air mataku sudah hampir menetes saking frustasinya. "Bilang aku nggak mau, Mar."

Maria masuk ke kamar dan menutup pintu. "Kamu kalau mau nolak lamarannya, mending ngomong langsung deh, soalnya aku yakin dia bakal ngejar kamu terus."

Mendengarnya, hatiku mencelos. "Emang iya Mar...?"

Maria mengangguk. "Dia tuh cinta lama belom kelar, butuh closure, kalau kamu memang mau nolak dia, mending baik-baik deh, jangan menghindar gini."

Aku termenung, memikirkan perkataan Maria. "T-tapi..."

"Aku jamin Rai, kalau malam ini kamu tolak dia dengan tegas, dia nggak bakal gangguin kamu lagi."

Aku mengerjap. Iya kah?

He Was My First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang